Nathan berkata, "kamu jangan salah mengambil keputusan, Leticia.""No. Inilah keputusan terbaik. Buat apa nikah kalau tidak saling mencintai," bantah Leticia.Nathan kembali merasa tidak enak kepada Justin akan kata-kata Leticia itu. "Justine sangat mencintaimu, Letti. dia sendiri yang bilang padaku dan aku bisa melihat kesungguhan hatinya.""Tapi aku tidak cinta Justine. Itu bukan saling mencintai kalau yang cinta cuma satu pihak. Aku mencintaimu, Nathan," tegas Leticia tanpa tedeng aling-aling. Dia tidak peduli walaupun Justine duduk di depannya."Lalu bagaimana dengan kita? Kita juga tidak saling mencintai. Aku mencintai Eva dan walaupun--""Dia sudah meninggalkanmu, sayang. Untuk apa lagi mengharapkannya? Lagipula Tante Mila sudah sangat setuju kalau aku jadi pacarmu, Nathan." potong Leticia."Tante Mila ingin yang terbaik untukmu, Nathan. Dia ingin kamu bahagia bersamaku. Aku akan merawatmu secara ekonomi. Kamu tidak perlu bekerja seperti yang sekarang lagi, Nathan."Nathan terdi
Dengan penuh rasa ingin tahu, Nathan segera bergerak ke depan hotel bersama beberapa pegawai hotel dan juga tamu-tamu hotel yang juga ingin tahu dengan apa yang terjadi di depan sana. Saat orang-orang masih mengintip ke arah luar untuk mencari tahu akan apa yang terjadi, maka Nathan segera menyeruak di antara orang-orang dan langsung keluar dari hotel karena dia mengenali suara seseorang yang berteriak di Jalan Raya sana. "Itu adalah suaranya Justin. Apa yang terjadi?" batin Nathan yang langsung mendapatkan firasat buruk. Karena itu, dia langsung berlari ke depan hotel. Di jalan raya di depan Hotel, dia melihat Justin sedang memeluk tubuh seorang gadis yang walaupun belum terlihat wajahnya karena terhalang oleh tubuh Justine, tapi Nathan mendapatkan firasat kalau itu adalah Leticia. Justin nampak menangis sambil memeluk Gadis itu yang ternyata memang benar adalah Leticia. "Apa yang terjadi, Justin?" tanya Nathan. 'Setelah kamu masuk ke dalam hotel, Leticia tiba-tiba keluar dari
Hari ini Rangga melangkahkan kakinya untuk pertama kali kerumah Tuan Rahul, orang yang sangat dibencinya.Wajah Rangga mengeras. Tangannya terkepal, tubuhnya yangatletis ikut menegang. Selama ini Rangga hanya setia kepada satu wanita, tetapiwanita itu telah mengecewakannya. Inilah caranya untuk membalas kekecewaantersebut.Seorang wanita berumur 50 tahunan keluar dari rumah danmendekati Rangga. "Kamu pasti sopir baru yang dibilang Pak Yoppy itu,kan?"Rangga segera meredakan ekspresi kegeramannya. Dia menundukdengan sikap hormat. "Iya, Bu. Namaku Rangga. Aku siap bekerja di rumahini." Dia menundukkan tubuhnya, melakukan hormat.Namun dia sengaja menahan berada di posisi itu beberapadetik, bermaksud untuk memamerkan dada bidangnya yang dipenuhi bulu-bulu halus.Wanita itu bernama Ratna, istri dari Tuan Rahul, mendeham sebelumberkata, "Oke, sebenarnya Pak Yopi itu kerjanya baik. Tetapi dia tiba-tibasakit dan minta cuti serta mengusulkan temannya untuk menggantikannya. Maka aku
Tapi Rangga pura-pura tidak mengerti. Dia masuk ke dalam mobilnya dan bertanya, "Nyonya Tineke mau belanja di mana, Nyonya?"Tineke nampak berpikir sebentar kemudian dia berkata, "nampaknya aku tidak jadi belanja deh.""Kenapa begitu, nyonya?""Sekarang ini aku lebih suka refreshing di hotel." Dari posisinya di jok belakang ini, Tineke menatap penuh arti ke arah Rangga lewat kaca di atas pengemudi."Oh, aku mengerti, tante. Tante mungkin capek. Ehm, berarti tante ingin menginap di hotel dan aku harus menjemput Tuan Rahul, begitu, kan?" pancing Rangga."Eh, jangan. Bapak sedang sibuk di kantor. Biarlah dia di kantornya. Aku tidak mau mengajaknya ke hotel.""Baik, nyonya. Berarti nyonya ingin menikmati fasilitas hotelnya. Mungkin menikmati spa-nya, kolam renangnya atau semacam itu. Iya kan?" kata Rangga sambil mulai mengemudi."Aku nggak mau. Aku pengen sekali ke hotel bukan untuk menikmati fasilitas seperti itu tapi aku ingin berduaan dan dengan seseorang di hotel. Tapi bukan bapak ya.
Satu persatu kancing kemeja yang dikenakan Rangga sudah dibuka oleh Tineke.Tineke langsung berdecak kagum melihat tubuh atletis dengan dada bidang yang menawan hati milik Rangga."Kalau aku jadi istrimu, aku pasti tidak akan pernah selingkuh darimu," bisik Tineke sambil tersenyum.Rangga tersenyum getir karena dia sudah merasakan apa yang dibilang oleh Tineke itu.Karena dengan modal yang dia miliki, wajah tampan, tubuh atletis dan kasih sayang yang melimpah tetap saja tidak cukup untuk istrinya sehingga istrinya selingkuh darinya.Tineke sendiri tidak memperhatikan wajah sedih Rangga. Dia langsung mendorong tubuh Rangga hingga tersandar pada pintu.Setelah itu, Tineke menggunakan lidahnya untuk mulai menyusuri dada bidang milik Rangga yang menawan hatinya itu.Nafas Tineke mulai memburu karena nafsunya naik setelah melihat tubuh atletis Rangga ini.Setelah itu Tineke menyandarkan tubuhnya di tubuh Rangga hingga sesuatu yang tegang di bawah sana bisa dirasakan oleh Tineke."Kamu juga
"Aduhh. Ini mentok banget. Akh. Ini betul-betul enak. Ohh. Eunyakkk. Shittt." Kata-kata Tineke semakin tidak karuan. Dia terus memuji-muji batang kebanggaan milik Rangga."Iya, sayang. Sekarang ini, punyaku untukmu, sayang," desis Rangga sambil terus menikmati goyangan yang dilakukan Tina ini."Aku ingin terus merasakan ini, sayang. Ini betul-betul enak, sayang. Owhhhh." Tineke terus bergoyang menikmati gesekan-gesekan yang terjadi di antara bagian kewanitaannya dengan rudal milik Rangga."Aku hampir dapat, sayang. Ohhh. Aku hampir dapatttt. Shittt!" Tineke mulai menurunkan tubuhnya."Iya, sayang. Kamu enak, sayang." Karena tubuh Tineke turun ke arah bawah maka saat ini Rangga bisa menjangkau butir kecoklatan milik Tineke sehingga dia mulai menjilati butir kecoklatan itu dengan penuh hasrat.Karena itu, beberapa saat kemudian Tineke berteriak kencang. "aku dapatttt. Ahhh."Ternyata Tineke sudah mendapatkan puncak pertamanya.Setelah itu, tubuh Tineke terkulai lemas di atas tubuh Rangg
Ratna menelan salivanya beberapa kali. Rasanya dia ingin menyerang Rangga, tapi, status dirinya sebagai seorang wanita bersuami, membuat dia menahan diri.Ratna duduk di sisi Rangga, wajahnya mencerminkan kesedihan dan kelelahan. Dengan suara gemetar, dia mulai berbicara tentang beban yang dia tanggung selama puluhan tahun menjadi istri Rahul.Air mata tak terbendung mengalir saat dia menceritakan bagaimana hatinya sangat terluka karena sifat Rahul yang suka bermain dengan perempuan lain.Setiap kali dia mencoba melupakan dan memaafkan dan Rahul berjanji tidak akan selingkuh lagi, Rahul kembali ketahuan selingkuh.Itu membuat luka di hati Ratna itu terasa semakin dalam. Dia merasa tertekan, kesepian, dan merasa bahwa cintanya dianggap enteng oleh Rahul.Rangga mendengarkan dengan penuh pengertian. Dia memberanikan diri untuk menggenggam tangan Ratna erat-erat, memberikan dukungan dan ketenangan yang sangat Ratna butuhkan.Ratna berkata sambil menahan tangis, "Rangga, aku sudah beberap
Walaupun hasrat Rangga mulai naik, tapi dia belum ingin mengumbar hasratnya, karena itu, dia mendekati Ratna dan berbisik, "kamu bisa teruskan curhatanmu tadi."Ratna mengangguk. Ratna menelan salivanya. Dia juga semakin terbawa hasrat, tapi, dia masih malu untuk meminta. Karena itu, dia berkata, "peluk aku seperti tadi."Ratna bergeser ke tengah pembaringan, seakan memberi isyarat dan kesempatan bagi Rangga untuk naik ke atas pembaringannya.Rangga mengangguk. Dia terus menatap Ratna, seolah ingin memastikan pesonanya di dada Ratna, sambil dia berjalan mendekati pembaringan dan naik di atas pembaringan di samping kiri Rangga dan mulai memeluk Ratna.Di dalam pelukan Rangga, Ratna merasa hangat dan aman, sehingga dia merasa nyaman untuk mulai kembali membuka hatinya tentang masalah yang sedang dia hadapi dengan Rahul.Air matanya berlinang saat dia menceritakan bagaimana Rahul terus-menerus selingkuh darinya, mengkhianati kepercayaan dan cinta yang telah dia berikan.Dalam pelukan yan
Dengan penuh rasa ingin tahu, Nathan segera bergerak ke depan hotel bersama beberapa pegawai hotel dan juga tamu-tamu hotel yang juga ingin tahu dengan apa yang terjadi di depan sana. Saat orang-orang masih mengintip ke arah luar untuk mencari tahu akan apa yang terjadi, maka Nathan segera menyeruak di antara orang-orang dan langsung keluar dari hotel karena dia mengenali suara seseorang yang berteriak di Jalan Raya sana. "Itu adalah suaranya Justin. Apa yang terjadi?" batin Nathan yang langsung mendapatkan firasat buruk. Karena itu, dia langsung berlari ke depan hotel. Di jalan raya di depan Hotel, dia melihat Justin sedang memeluk tubuh seorang gadis yang walaupun belum terlihat wajahnya karena terhalang oleh tubuh Justine, tapi Nathan mendapatkan firasat kalau itu adalah Leticia. Justin nampak menangis sambil memeluk Gadis itu yang ternyata memang benar adalah Leticia. "Apa yang terjadi, Justin?" tanya Nathan. 'Setelah kamu masuk ke dalam hotel, Leticia tiba-tiba keluar dari
Nathan berkata, "kamu jangan salah mengambil keputusan, Leticia.""No. Inilah keputusan terbaik. Buat apa nikah kalau tidak saling mencintai," bantah Leticia.Nathan kembali merasa tidak enak kepada Justin akan kata-kata Leticia itu. "Justine sangat mencintaimu, Letti. dia sendiri yang bilang padaku dan aku bisa melihat kesungguhan hatinya.""Tapi aku tidak cinta Justine. Itu bukan saling mencintai kalau yang cinta cuma satu pihak. Aku mencintaimu, Nathan," tegas Leticia tanpa tedeng aling-aling. Dia tidak peduli walaupun Justine duduk di depannya."Lalu bagaimana dengan kita? Kita juga tidak saling mencintai. Aku mencintai Eva dan walaupun--""Dia sudah meninggalkanmu, sayang. Untuk apa lagi mengharapkannya? Lagipula Tante Mila sudah sangat setuju kalau aku jadi pacarmu, Nathan." potong Leticia."Tante Mila ingin yang terbaik untukmu, Nathan. Dia ingin kamu bahagia bersamaku. Aku akan merawatmu secara ekonomi. Kamu tidak perlu bekerja seperti yang sekarang lagi, Nathan."Nathan terdi
Karena batang kebanggaan Nathan terus didesak Nathan masuk-keluar ke liang kewanitaannya Stella, maka Stella merasakan sakit yang amat sangat.Stella masih belum sempat menemukan momen untuk mendapatkan kesembuhan dari rasa perih yang dia rasakan karena dihantam oleh benda jumbo milik Nathan itu.Saat Stella sedang menunggu-nunggu momen di mana dia tidak merasakan sakit, momen itu tidak kunjung datang karena Nathan terus memaksakan batang kejantanannya ke dalam liang kewanitaan Stella."Nathan, ampun, Nathan. Ampun. Ampuni aku, Nathan. Perlahan dulu, jangan seperti ini!""Kamu kan yang ingin ini, kan? Jadi, kamu akan mendapatkannya."Stella hanya bisa menjerit minta ampun menahan kesakitan karena tusukan-tusukan dari benda berukuran besar milik Nathan.Hingga akhirnya lama-kelamaan Stella mulai tenang karena rasa sakit sudah mulai berhasil dilewati berganti dengan rasa nikmat karena tusukan-tusukan dari benda milik Nathan ini.Nathan sudah mendengar desahan dari Stella, karena itu dia
"Gak bisa, Stella." Nathan langsung menggeleng-gelengkan kepalanya."Kenapa, hah? Kita kan mainnya di sini bukan di ranjang tante binalmu itu, tau!" Sembur Stella sambil menunjuk Mila."Stella! Kamu gak boleh berkata seperti itu!" Nathan segera menarik tangan Stella keluar dari kamar ini sebelum kata-kata Stella tadi didengar oleh Mila."Tante macam apa yang menggoda ponakannya sendiri, hah!""Kamu tahu?""Tentu saja. Aku mengintip perbuatan kalian itu!"Sesampainya di luar kamarnya Mila, Nathan terus menarik tangan Stella ke arah luar apartemen agar jauh dari Mila. "Kamu harus pergi, Stella!""Ok. Tapi layani aku dulu!" sembur Stella."Aku tidak mau lagi melayanimu!" tegas Nathan."Mengapa?""Kamu keterlaluan saat meminta aku melayanimu di kamar tanteku.""Ya kan siapa tahu dia jadi bergairah karena itu. Iya kan? Atau supaya dia ada penghiburan di masa-masa tuanya yang sebatang kara itu. Iya kan?""Kamu gak punya perasaan! Aku tidak akan mau lagi melayanimu!""Kalau kamu tidak melaya
"Tante Mila dan mamamu di Manado sudah merestui hubungan kita," jawab Leticia dengan wajah berseri-seri."Maksud kamu?" tanya Nathan sambil mengerutkan keningnya."Tante Mila sudah setuju kalau aku menjadi pacarmu. Dia bahkan langsung menelpon mamamu dan mamamu juga setuju."Nathan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak. Kamu lebih baik bersama Justine. Kamu akan bahagia bersamanya.""Aku yang tahu diriku, Nathan. Aku yang tahu dengan siapa aku akan bahagia dan bukan kamu.""Aku cuma seorang pecundang. Aku tidak akan bisa membahagiakan kamu, Leti.""Siapa bilang? Ayahku memiliki beberapa anak perusahaannya yang akan dia serahkan padaku begitu aku lulus kuliah atau menikah. Nah, begitu menikah denganmu, kamu akan aku angkat jadi pemimpin di perusahaan-perusahaan itu. Kamu tidak akan jadi pecundang lagi kalau kamu sudah jadi CEO, Nathan.""Ayahmu sudah menjodohkan kamu dengan Justine, Letti.""Dia tidak bisa memaksaku. Ok. Dia memang menjodohkan aku dengan Justine. Tapi, hanya sampai si
"Namaku Justine, Nathan," kata pria itu."I'm sorry. Tapi, kita kenal dimana? Kok kamu tahu namaku dan kok tahu aku akan pulang?" Nathan menatap penuh selidik ke arah pemuda di depannya ini.Pemuda ini hampir setinggi Nathan, tapi tubuhnya kurus, tidak sebesar Nathan."Kita memang belum saling kenal. Tapi, aku adalah tunangannya Leticia.""Leticia? Dia punya tunangan?""Ya. Sejak setengah tahun yang lalu. Orang tua kami yang menyatukan kami dalam pertunangan. Tapi, dia tidak pernah menganggap aku ada.""Kamu mencintainya?""Amat sangat," tegas pemuda bernama Justin ini sambil menatap Nathan.Nathan mengangguk. "Ok. Aku bersedia kamu antar pulang. Aku ingin mendengar apa yang ingin kamu bicarakan.""Terimakasih, Nathan." Justin membalikkan tubuhnya untuk menuju ke arah pintu keluar."Mengapa kamu tahu aku ada di sini?""Aku pernah mengikuti Leticia yang berada di apartemenmu. Saat aku melihatmu keluar dari apartemen, aku ikut kamu hingga ke tempat ini. Tapi, sebelumnya, aku belum beran
Hanya dalam tempo yang tidak terlalu lama, maka, Venty mulai merasakan gairahnya melonjak-lonjak. Pinggulnya mulai bergerak memutar untuk menandingi tusukan-tusukan yang dilakukan Nathan dengan terong besarnya."Aduh ... ini enak benget, Nathan. Enak. Oh ...""Iya, kak. Ini enak banget. Oh ... enak banget.""Tusukan kemu berasa banget, Nathan di dalam tubuhku. Auh ... eh. Enak e.""Cengkeraman kakak juga hebat, kak. Aku suka.""Nanti abis ini, kamu kasih nomor telponmu, ya? Biar kita bisa atur waktu untuk main di rumahku. Ok?"Nathan terdiam mendengar permintaan Venty ini. Sudah beberapa pelanggan yang meminta nomor telponnya. Orang-orang yang ingin berhubungan lebih lanjut dengan Nathan, tanpa melalui Tante Lisa.Ini adalah sesuatu yang tidak disetujui oleh Nathan. Apalagi dia terikat peraturan di club malam yang mengharuskan dirinya untuk tidak memberikan nomor telponnya kepada pelanggan.Karena itu, Nathan tidak menjawab kata-kata Venty itu. Nathan memilih untuk terus menggerakkan
"Ugh ... jangan gerak dulu. Masih sakit." Venti mengerang karena merasa perih."Iya, kak. Aku akan menunggu." Nathan tersenyum menenangkan Venty."Punya kamu kenapa sih jadi gede gini? Apa kamu kasih obat?""Gak, kak. Gak pernah aku kasih obat. Dari kecil udah gede.""Wah. Yang jadi pacar kamu, pasti merasa beruntung.""Kadang-kadang dia mengeluh sakit, kak.""Hah? Jadi kamu memang sudah punya pacar? Aku gak tahu loh soal ini. Gak diceritakan di grup.""Aku memang tidak pernah bercerita soal pacarku dan selama ini gak pernah ditanya pelanggan soal itu. Tapi, sudahlah. Sejak kemarin Aku dan dia sudah putus, kak," tegas Leon."Owalah. Maafkan aku.""Kakak tidak salah kok. Untuk apa minta maaf?"Venty menatap Nathan penuh selidik. "Aku pernah mendengar tentang cewek yang matre yang terus mengeksploitasi pacarnya walaupun harus tidur dengan wanita lain. Itu kan yang terjadi?""Tidak, kak. Pacarku tidak seperti itu. Aku yang tidak pernah bercerita kepada pacarku tentang pekerjaanku ini. Sa
Malam ini, Nathan putuskan untuk kembali engambil job yang diberikan Tante Lisa.Sejak beberapa waktu yang lalu, Nathan sudah berada di klub malam. Tuti memberi isyarat kepada Nathan untuk masuk lift.Nathan mengabaikan isyarat dari Tuti itu. Dia teringat akan Eva. Dia sempat mengeluarkan handphonenya, bermaksud untuk menelpon Eva. Tapi dia batalkan niatnya itu."Gimana?" tanya Tuti."Baiklah. Ayo kita pergi."Nathan dan Tuti masuk ke dalam lift untuk menuju ke arah lantai 7.Begitu keluar dari lift, Tuti segera membawa ke arah kiri dan melewati sekitar 7 buah pintu hingga akhirnya dia berdiri di pintu ke-8 dan mulai mengetuk pintu.Terdengar suara dari dalam. Tuti segera masuk tanpa mengajak Nathan.Beberapa saat kemudian, Tuti keluar dan membawa beberapa uang kertas pecahan Rp 100.000 yang kemudian langsung dia taruh di kantong celana pendek yang dia kenakan.Setelah itu, Tuti membuka pintu kamar lebar-lebar dan memberi isyarat kepada Nathan untuk masuk ke dalam.Nathan pun masuk ke