Gentala begitu terkejut dengan pernyataan Mbah Sujana, ia tak pernah mengira bahwa ada manusia yang menyadari identitas aslinya bahkan temannya yang sudah lama bersama di sampingnya pun tak pernah mengetahui identitas aslinya.
" Apa kamu memberikan darah mu padanya? " tanya Mbah Sujana kembali
Kedua bola mata Gentala terbeliak, ' bagaimana bisa Mbah Sujana bisa tahu? Bukankah di jurang itu hanya ada mereka berdua? ' batinnya. Ia melirik dan menatap wajah Mbah Sujana dengan raut terkejutnya. " Ba-bagaimana Mbah tahu? "
Raut wajah Mbah Sujana seketika berubah, tak menyangka bahwa dugaannya ternyata benar adanya. Tangannya memijat keningnya yang terasa sakit, " Kenapa kamu memberikannya? Apa kamu tak tahu? akibat tindakan ceroboh mu itu?! "
" Memangnya apa yang akan terjadi? Aku hanya menolong nyawa sahabatku dan aku hanya memberinya sedikit dari darah ku dan it
Pada esok harinya, Mbah Sujana pun mulai mengajarkan ilmu bela dirinya pada mereka, yang tentunya di sambut antusias oleh Nayaka tapi tidak dengan Gentala yang terpaksa melakukannya karena ia tak ingin terus menerus menjadi beban Nayaka.Meski Mbah Sujana sudah banyak mengajarinya bela diri. Akan tetapi Gentala tak pernah menganggapnya seorang guru sekali pun bahkan ia selalu bersikap dingin pada Mbah Sujana, membuat Nayaka marah dan juga kesal terhadapnya, bahkan sering memberinya nasehat dan berakhir di abaikan.Mbah Sujana sendiri memang tak pernah keberatan atau pun mempermasalahkan nya sama sekali, karena memang dirinya tak layak menjadi seseorang yang layak untuk di hormati oleh siapa pun termasuk kehidupan orang-orang yang telah ia hancurkan di masa lalu yaitu Nayaka dan Gentala. Mbah Sujana merasa bahwa sikap dingin Gentala terhadapnya tak cukup untuk menembus semua dosanya di masa lalu. Maka dari itu Mbah Sujana baik-bai
Anak kecil itu bernama Nura, seorang gadis kecil yang berhasil ,melarikan diri dari kekejaman orang bangsawan. Setelah kepergian kedua orang tuanya. Nura yang hidup kelaparan di tengah tengah kehidupan masyarat, tiba-tiba di datangi oleh seorang pria dewasa yang terlihat sangat kaya, tampan dan juga baik mendekatinya, pria itu mengatakan bahwa dia ingin menolongnya, Nura yang masih polos dan tak tahu harus pergi kemana lagi langsung menerima ajakan pria itu.Di bawanya Nura ke sebuah rumah yang begitu megah nan mewah, memperlakukannya bak tamu spesial, memberinya pakaian yang bagus serta menjamunya dengan hidangan yang memenuhi meja makan, hidangan itu begitu lezat nan menggoda bagi siapa pun yang tengah kelaparan Seperti Nura saat itu yang begitu sangat kelaparan, langsung memakan hidangan apapun yang berada di atas meja, hingga dirinya tiba-tiba jatuh pingsan.Saat kedua matanya terbuka
Pada esok harinya, Gentala pun mendatangi sebuah rumah mewah nan megah yang tertera di selembaran kertas itu, di depan pintu gerbang utama rumah itu terdapat dua penjaga yang berdiri di samping kiri dan kanan pintu itu. Gentala terdiam sejenak seraya menatap rumah itu.Gentala pun mendengus. ' Pantas saja, tentara kerajaan pura-pura tak melihat, ternyata pria itu sangatlah kaya raya. ' batin Gentala, ia berjalan mendekati pintu gerbang dan langsung di hadang oleh dua penjaga itu, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia langsung mengeluarkan secarik kertas dan sebuah kalung yang di ambil dari Nura saat gadis itu tengah terlelap tidur.Ke dua penjaga itu saling bertukar pandang sejenak, lalu salah satu dari mereka mengambilnya dan membawanya langsung ke dalam, tak lama kemudian penjaga itu kembali dan membiarkannya masuk ke dalam rumah itu.Dibawanya ia ke sebuah ruangan yang berukuran besar o
Gentala tetap bersikap tenang dan biasa saja, meskipun ia dan para gadis kecil itu tengah terjebak dan tak bisa kemana-mana, karena pintu keluar dari ruangan tersebut hanya satu, dan pintu itu telah tertutup rapat oleh tubuh para penjaga keluarga Bomo.Seketika para tubuh gadis kecil itu gemetar ketakutan, memegang erat kaki Gentala seraya berlindung di balik punggungnya, Gentala yang menyadari hal tersebut berjongkok, menenangkan perasaan para gadis kecil itu, di rasa sudah tenang, Gentala pun memerintahkan para gadis kecil itu untuk menjauh darinya dan juga menyuruh mereka untuk menutup ke dua mata dan telinga mereka sampai ia menyuruhnya, para gadis kecil itu pun dengan patuh menuruti perkataannya, Gentala tersenyum lalu bangkit, menghadap pada pria itu.Pria itu mendengus melihat sikap Gentala yang biasa-biasa saja." Cih, perjaga. . . Brak!! Hoek ! belum sempat pria itu menyelesaikan perkat
Di tempat pengadilan Kerajaan Natu, seluruh Mahapatih ( Perdana Menteri ) tengah berkumpul di aula Rapat kerajaan, di depan mereka, Gusti Prabu Sumantri. Seorang Raja dari kerajaan Natu yang tengah menjabat saat ini, tengah terduduk di kursi tahtanya dengan wajah masam. Menatap tajam pada ke seluruh Mahapatih yang hadir di aula tersebut.Tubuh para Mahapatih gemetar, merasakan sebuah tekanan amarah yang begitu kuat, kepala mereka tertunduk tak berani menatap wajah sang Raja.' Brak!! ' Gusti Prabu Sumantri memukul meja dengan keras hingga membuat tubuh para Mahapatih pun terperanjat kaget.Berdiri seraya berkacak pinggang " Bagaimana hal memalukan ini bisa terjadi? Apa kalian tahu? Ada banyak keluhan yang masuk ke kerajaan!!! " Gusti Prabu Sumantri marah.Tubuh para Mahapatih kembali ketakutan, mereka langsung bersujud meminta ampun. " Ampuni kami Gusti. "&
Gentala yang telah berhasil menenangkan Nura,kembali melayani Gusti Prabu Sumantri. sedangkan Nayaka kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk di sajikan kepada Sang Raja.Karena Kedai mereka kedatangan tamu istimewa, Nayaka selaku kepala dapur pun dengan segenap hati membuat makanan istimewa, ia pun membuat beberapa makanan favorite para pelanggan, serta membuat makanan dari resep baru yang sebelumnya telah ia sempurnakan.Selama Gusti Prabu Sumantri makan di kedai itu, selama itu pula para masyarakat enggan pergi untuk meninggalkan tempat itu, bagi mereka menonton Raja makan adalah sebuah penomena langka yang tak boleh mereka lewatkan begitu saja.Aneka hidangan pun telah tersaji rapih di atas meja, hidangan itu begitu menggugah selera bagi siapapun yang melihatnya, bahkan Sang Raja pun tak bisa menahan aroma enak yang menusuk hidungnya, air liurnya menetes begitu saja.
Gentala dan Mahapatih Wiguna saling duduk berhadapan, dengan meja makan sebagai pembatas, tentunya Gentala bertanya-tanya sekaligus penarasan. Untuk apa seorang Mahapatih, tiba-tiba ingin bertemu dengannya yang hanya seorang warga biasa?" Izinkan saya yang rendah ini bertanya, untuk apa seorang Mahapatih mendatangi orang rendahan seperti saya ini? " Tanyanya sopan, memecah keheningan.Mahapatih tersenyum, meletakkan segelas cangkir berisikan teh di atas meja, seraya berkata. " Anak muda, kamu terlalu merendah untuk seseorang yang berhasil membongkar aib dari putra sulung keluarga Bomo. "Gentala sedikit tersentak, namun ia berusaha untuk bersikap biasa saja dan tak tahu apa-apa. " Apa maksud tuan? Saya tak mengerti dengan apa yang tuan bicarakan. " Elaknya seraya mengambil beberapa potong kue yang tersaji di atas meja. Memakannya dengan lahap seakan-akan dirinya belum maka
Waktu pemberontakan pun semakin dekat, menurut Mahapatih, pemberontakan akan di laksanakan tiga hari setelah festival bulan, di mana bulan di langit berbentuk bulat sempurna. Akan tetapi Gentala di liputi rasa cemas karena masih belum bisa membuat Darma menjadi sosok orang hebat atau pun sosok yang pantas untuk menjadi seorang Raja.Tak hanya karena kemampuan berpikir Raden Brama Wijaya yang terbilang sangat lambat, dia juga memiliki kekuatan spritual yang sangat lemah jika di bandingkan dengan adik angkatnya.Jika harus memilih siapa yang pantas untuk menjadi Raja? mungkin Gentala akan memilih putra mahkota, yaitu Raden Sugeng yang memilki otak yang cerdas dan juga berwibawa, tapi sayang nya, pria itu memiliki cacat, yaitu memiliki sifatt menjijikan dari ayahnya yang menyukai anak kecil, bahkan dia ini lebih parah dari ayahnya yang hanya menyukai gadis kecil saja sedangkan Ra