Share

Pria yang Tiada Duanya
Pria yang Tiada Duanya
Penulis: Kaze Riku

Bab 1

Universitas Negara

Bagi mahasiswa fakultas bisnis di tahun ketiganya, hari ini merupakan ujian tertulis terakhir sebelum mereka disibukkan dengan kerja praktek dan tugas akhir untuk menentukan kelulusan. Albert baru saja menyelesaikan ujian terakhirnya dan sedang merapikan kembali laptop dan peralatan ujiannya ketika sekelompok mahasiswa dari ruang ujian lain berkumpul di ruang ujiannya. Kelompok mahasiswa ini dipimpin oleh seorang dosen pria tua dengan tubuh gempal dan wajah tidak menyenangkan, dosen yang dikenal sebagai profesor Martin.

Martin mengambil posisi di depan kelas dan berseru dengan nada nyaringnya, “Ah, maaf saya meminta waktu kalian sejenak untuk membantu kalian dengan program kerja praktek semester depan.”

“Baik pak!”

“Jangan lama-lama ya pak!”

“Betul pak, yang rumahnya jauh nanti gak terkejar untuk makan malam dan sholat maghrib.”

Martin menganggukkan kepalanya berkali-kali membuat pemandangan yang begitu menjijikan bagi sebagian orang karena lemak yang memenuhi wajahnya itu bergoyang-goyang. Albert menghela nafas dan kembali duduk dengan memanggul tasnya. Sambil menunggu Martin selesai dengan urusannya, ia mengaktifkan kembali ponselnya yang telah dinonaktifkan sejak ujian dimulai tadi. Ponsel tuanya itu membutuhkan waktu lebih dari 10 menit untuk proses pengaktifan kembali. Ia rasa waktu itu sudah cukup untuk apapun urusan Martin saat ini.

Martin memandang sekeliling dan kemudian dengan senyuman yang menjijikkan. 

“Ah Albert dan anak beasiswa lainnya bisakah kalian memberikan kursi kalian untuk teman-teman kalian yang lebih berhak?”

Keheningan melanda ruangan itu sejenak sebelum satu per satu anak beasiswa menyerahkan kursi mereka kepada orang lain. Sudah bukan rahasia umum bahwa Martin sangat mendiskriminasi anak-anak penerima beasiswa, terlebih jika mereka penerima beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu. Albert termasuk dalam salah satu kategori mahasiswa tersebut. Biasanya ia tidak akan tinggal diam dengan perbuatan Martin ini namun ia tidak mau menyebabkan masalah sehingga lebih memilih untuk mengangguk dan segera bangkit. Secara diam-diam ia juga berdiri dekat dengan pintu masuk untuk segera meninggalkan ruang ujian tersebut ketika Martin selesai.

“Ini berkaitan dengan program kerja praktek kalian semester minggu depan. Saya menyadari beberapa dari kalian masih belum menemukan perusahaan yang cocok untuk kalian. Oleh karena itu, saya dengan rendah hati akan memberikan kalian rekomendasi tentunya dengan usaha yang pantas,” ujar Martin dengan senyum pongahnya.

‘Usaha yang pantas maksudnya adalah seberapa besar benefit yang bisa diberikan oleh mahasiswa kepada dosen korup ini,’ pikir Albert. Pemikiran yang sama sepertinya dimiliki oleh mahasiswa di ruangan tersebut. Namun, tidak banyak yang dapat mengatakan itu secara langsung kepada Martin mengingat statusnya sebagai dosen yang merupakan anggota keluarga dari rektor.

“Kalian lihat mahasiswa berbakat kita, tuan Albert ini,” Martin nyinyir. “Walaupun selalu digadang sebagai mahasiswa terbaik di angkatannya, ia hanya mendapatkan kesempatan di Harapan Group, perusahaan yang tidak termasuk dalam 10 besar di negara ini ? Apa kata orang nantinya ? Fakultas bisnis di Universitas Negara selalu termasuk dalam fakultas yang favorit. Oleh karena itu untuk menghindari kejadian serupa saya bersama  4 dosen lain bersedia memberikan rekomendasi kepada mahasiswa yang pantas, bahkan jika bisa kerja praktek di Jaya Group!”

Albert tak mengambil pusing dengan sindiran Martin. Satu tahun ke depan ia sama sekali tak perlu berurusan dengan dosen tua ini dan ia yakin dapat menyelesaikan pendidikannya dalam satu tahun ini juga. Ia hanya akan membuang-buang tenaga jika mengikuti permainan dari Martin.

Namun berbeda dengan mahasiswa lain, mereka segera antusias ketika mendengar nama Jaya Group.

“Jaya Group? Bukankah itu perusahaan terbesar di negara ini?”

“Kudengar mereka hanya menerima lulusan dari luar negeri?”

“Tak mengherankan karena Jaya Group merupakan salah satu aset dari keluarga terkaya di dunia.”

“Kudengar ada beberapa alumni kita bekerja di sana? Apakah profesor Martin akan menghubungi mereka untuk memberikan kita rekomendasi?”

Martin cemberut sejenak karena tak mendapatkan reaksi dari Albert namun segera mengalihkan perhatiannya kepada seseorang yang mengangkat tangannya. Senyuman menjijikkan kembali muncul di wajahnya ketika menyadari bahwa pertanyaan datang dari salah satu primadona kampus, Gebby.

“Bagaimana kami menunjukkan bahwa kami pantas profesor Martin?” tanya Gebby dengan nada yang dibuat manis dan gestur tubuhnya jelas ditujukan untuk menggoda dosen tua tersebut.

Albert harus memuji gadis ini atas kemampuannya untuk menyanjung seseorang. Ia bahkan memanggil Martin dengan sebutan profesor walaupun dosen itu tak memiliki gelar tersebut.

“Pertanyaan yang bagus Gebby. Kami akan mengadakan wawancara dengan mahasiswa yang tertarik. Oleh karena itu maksud saya hari ini adalah untuk mengumpulkan nama-nama yang tertarik,” Martin mengeluarkan spidol dan mulai menulis pada papan tulis. “Kalian dapat mendaftar melalui tautan ini. Totalnya ada 5 dosen yang dapat memberikan rekomendasi, masing-masing dari kami akan memberikan rekomendasi maksimal 10 mahasiswa. Kalian tidak perlu khawatir karena tempat yang kami rekomendasikan sangat bagus untuk masa depan karir kalian.”

Albert memperhatikan banyak mahasiswa yang mulai mencatat atau mengambil foto tautan tersebut, sepertinya masih banyak yang belum mendapatkan tempat kerja praktek atau mungkin kurang puas dengan pilihan mereka sekarang.

Getaran dari ponselnya yang telah aktif segera mengalih perhatian Albert. Ketika notifikasi 3 panggilan terjawab dari rumah sakit harapan bunda tertulis jelas di layar ponselnya, Albert merasa jantungnya sempat berhenti seketika.

“Albert, saya melihat kamu sama sekali tidak menulis tautannya ? Apa kamu sudah puas dengan penempatanmu di Harapan Group?” tanya Martin menyindir.

“Tidak, saya sudah puas dengan pilihan saya sekarang. Terima kasih atas perhatian anda pak,” jawab Albert dengan tenang. “Jika ini hanya berkaitan dengan kerja praktek, maka saya yang sudah memiliki tujuan, izin untuk pamit karena saya ada urusan lainnya.”

Albert mengabaikan segala teriakan dan teguran dari Martin atau mahasiswa lainnya ketika ia melangkah keluar dari ruang tersebut dengan terburu-buru.

Apa yang ada dipikirannya sekarang adalah spekulasi-spekulasi buruk yang mungkin terjadi ibunya. Rumah sakit harapan bunda adalah tempat ibunya dirawat karena mengalami koma setelah kecelakaan lalu lintas yang terjadi 8 tahun yang lalu.

Setibanya di rumah sakit, Albert segera menuju bagian informasi.

“Saya Albert Gunawan, anak dari pasien Cynthia R. Gunawan, saya mendapatkan beberapa panggilan dari rumah sakit ini beberapa jam tadi namun tak bisa menjawabnya karena sedang mengikuti ujian," Albert menjelaskan situasinya dan mengakhirnya dengan pertanyaan, "Apakah ada berita terbaru tentang ibu saya?”

Perawat itu dengan cekatan meminta bukti identitas Albert dan ibunya dan segera memproses informasi tersebut.

Dengan ekspresi menyesal, ia segera menjawab, “Maaf, pasien Cynthia R. Gunawan telah meninggal dunia.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status