Berita ini membuat Albert terdiam. Kenangan bersama ibu mulai memenuhi otaknya dan memaksanya untuk menahan tangis. “Apakah saya dapat melihat jasadnya?”
“Maaf setelah kami gagal menghubungi anda. Ada pihak yang membawa bukti bahwa mereka merupakan perwakilan dari kakek anda. Mereka telah membawa jasad ibu anda pergi. Kami menyimpan kartu nama dari seseorang yang bernama Frederick,” jelas perawat sambil menyerahkan sebuah kartu nama.Ketika mendengar nama Frederick, Albert langsung mengetahui siapa yang telah membawa ibunya. Tak mengherankan mereka dapat dengan mudah membawa jasad ibunya dengan melewatkan persetujuan dari Albert yang tercatat sebagai satu-satunya keluarga dalam dokumen di rumah sakit, karena mereka adalah keluarga terkaya dan paling berpengaruh di dunia, keluarga Rich.Frederick adalah butler keluarga Rich yang datang datang menjemputnya yang saat itu masih berusia 10 tahun hanya untuk mendengar vonis dari dokter tentang ibunya yang mengalami koma setelah kecelakaan lalu lintas. Frederick hanya mengatakan bahwa ibunya merupakan anak kepala keluarga Rich sehingga semua biaya perawatan ibunya akan ditanggung oleh keluarga Rich. Namun keluarga Rich tidak mengakui Albert sebagai bagian dari mereka sehingga Frederick hanya diperintahkan untuk menitipkan Albert ke panti asuhan yang telah mereka sponsori sejak lama. Setiap harinya ia akan menyempatkan waktu untuk menjenguk ibunya. Dokter yang bertanggung jawab atas perawatan ibunya diutus oleh keluarga Rich sehingga ia enggan memberikan laporan kepadanya tentang kondisi ibunya. Namun, Albert mempelajari medis secara terbatas menyadari bahwa kondisi ibunya terus mengalami penurunan sehingga harapannya memang sangat kecil untuk kembali sadar. Namun tidak ada persiapan yang cukup untuk mendengar berita kematian keluarganya.Albert mencoba memanggil nomor di nomor kartu Frederick dan tentu saja yang ia dapat hanyalah pemberitahuan bahwa panggilan tidak tersambung. Ia harusnya sudah menyadarinya bahwa orang-orang keluarga Rich tidak akan semudah itu meninggalkan kontak mereka. Namun panggilan dari nomor yang tak dikenal segera masuk dan tanpa keraguan, ia menjawabnya dengan dingin, “Di mana ibuku? Tidak ada seorang pun dari keluarga Rich datang menjenguk Ibu selama 8 tahun. Mereka tidak berhak menentukan apapun tentang ibuku!”“Saya memahami amarah anda, namun kata-kata anda tidak memiliki kekuatan sama sekali. Anggap ini adalah kebaikan hati keluarga Rich untuk memberitahu bahwa jasad nyonya Chyntia akan diurus sebagaimana anggota keluarga Rich lainnya, anda yang bukan anggota tidak berhak mengetahui hal ini.”“Seperti yang kukatakan kalian tak memiliki hak untuk menentukan hal tersebut”“Terakhir yang kuingat anda sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk perawatan nyonya Chyntia. Tujuan saya menghubungi anda hanya untuk menyampaikan pesan dari kepala keluarga Rich, ayah dari nyonya Chyntia.”Albert menggertakkan giginya dengan perasaan geram, ia mencoba menghentikan sambungan panggilan tersebut hanya untuk menemukan ponselnya telah diretas yang mengarahkannya pada rekaman suara yang sangat ia kenali, suara yang setiap tahunnya terus mengejek ibunya sebagai orang bodoh yang tidak bisa memanfaatkan potensi diri sendiri. Suara itu milik Brian Rich.“Kepergian Cynthia sangat disayangkan. Putriku memiliki potensi, namun semua potensinya dibuang hanya untuk melahirkanmu, sampah tak berguna. Bahkan jika putriku dapat sadar dari komanya, saya tidak akan pernah mengakui bahwa kamu adalah keturunan keluarga Rich oleh karena itu jangan berharap keluarga Rich akan mengakuimu sekarang setelah kepergiannya. Ini peringatan terakhir bagimu sampah, jangan pernah mengakui putriku sebagai ibumu. Kau hanyalah sampah yang telah merusak harta berharga keluarga Rich!”Albert tak bergeming dengan kata-kata Brian. Ia sendiri merasa jijik jika harus menjadi bagian dari keluarga tersebut. Selama 8 tahun mereka sama sekali tidak mengunjungi ibunya. Dengan kemampuan keluarga Rich, mereka seharusnya mampu untuk memindahkan ibunya ke rumah sakit terbaik di dunia, namun keluarga ini lebih memilih menempatkan ibunya di rumah sakit kecil yang berada di pinggiran kota negara berkembang. “Kau bisa katakan kepada tua bangka itu bahwa aku, Albert Gunawan, tak sudi mengakuinya sebagai kakek atau keluarga Rich sebagai keluargaku,” seru Albert dengan emosi yang tak terbendung. Tanpa menunggu balasan dari Frederick, Albert mencengkram erat ponsel tersebut hingga hancur berantakan dan membuang sisanya.Emosinya sangat tidak stabil karena kata-kata terakhir Brian terus berputar di kepalanya. Ibunya adalah putri dari konglomerat keluarga Rich. Bagaimana jika ibunya tidak melahirkannya dan tetap berada di keluarga Rich, ibunya pasti akan mendapatkan kehidupan yang penuh dengan kemewahan dan kesuksesan. Ia sangat marah kepada Brian dan keluarga Rich yang tidak berusaha semaksimal mungkin merawat anggota keluarga mereka, marah kepada mereka yang tidak memberikannya kesempatan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada ibunya, tetapi ia sangat marah dan sedih kepada dirinya sendiri yang tidak mampu untuk membantah kata-kata terakhir Brian atau berbuat banyak untuk ibunya. Dalam lubuk hatinya, ia setuju pada Brian bahwa kehidupan ibunya akan lebih baik jika ia tidak terlahir.Albert tak begitu mempedulikan kemana kakinya melangkah. Saat ia sadar, matahari mulai terbenam dan di hadapannya adalah rumah tipe 45 setinggi 2 lantai yang hangat dan nyaman untuk keluarga kecil. Rumah ini tak salah lagi merupakan rumah masa kecilnya.Sejak ibunya kecelakaan yang membuatnya berakhir di panti asuhan, ia tak pernah memikirkan tentang rumah ini. Sepertinya keluarga Rich telah menjual rumahnya jika melihat bagaimana terawatnya rumah itu. Satu miliknya yang direnggut lagi oleh keluarga Rich. Ia cukup terkejut ketika pintu rumah tersebut dibuka secara terburu-buru oleh seorang pria tua dengan tubuh kekar. Dengan tatapan tajam, pria itu menghampirinya.“Maaf saya telah lancang, saya pernah tinggal di rumah anda saat kecil dan saat melihat bagaimana terawatnya rumah anda itu membuat saya nostalgia,” jelas Albert dengan senyuman sopan.“Jangan cemas anak muda, saya menghampiri kamu bukan karena merasa terganggu atau merasa curiga padamu,” balas pria itu mengibaskan tangannya, “Saya terus merawat rumah ini sebagaimana ketika pemilik sebelumnya masih tinggal di sini karena saya mengagumi dan menghormati mereka.”Albert sama sekali tak berpikir bahwa orang yang dimaksud pria tua itu sebagai orang tuanya karena sudah 8 tahun berlalu, bisa jadi rumah ini telah diperjualbelikan beberapa kali. Namun pertanyaan yang datang dari pria tua ini membuatnya terkejut.“Apakah kamu ini, Albert Gunawan, putra dari tuan David dan nyonya Chyntia?” Ketika Albert mengangguk, pak tua itu berseru dengan gembira, “Penantian saya selama ini tidak sia-sia. Perkenalkan tuan muda, saya Gading. Jika tidak keberatan, bagaimana jika kita berbicara di dalam rumah terlebih dahulu? Saya memiliki barang penitipan dari ayah anda untuk anda.”Albert menerima tawaran Gading dengan canggung. Ia tidak yakin dapat mempercayai pria tua ini namun ia tak merasakan kepalsuan dari antusiasme dan rasa hormat Gading kepada orang tuanya sehingga membuatnya menurunkan kewaspadaannya.Gading memintanya menunggu di ruang tamu dan buru-buru ke lantai 2 untuk mengambil barang peninggalan ayahnya. Selagi menunggu, pandangannya secara alami memperhatikan ruangan tamu tersebut dan tak dapat menyembunyikan keterkejutannya ketika pikirannya tidak dapat menemukan perbedaan dalam desain dan tata letak ruang tamu ini dengan 8 tahun yang lalu.“Maaf membuat anda menunggu tuan Albert. Ayah anda, tuan David, menitipkan ini kepada saya sebelum dia meninggal,” Gading kembali sebuah kotak kecil di genggamannya, “Ia berpesan untuk menyerahkannya kepada anda saat anda berusia 18 tahun.”Albert merasa terharu ketika melihat kotak itu. Barang ini merupakan satu-satunya peninggalan ayahnya. Dengan hati-hati, ia membuka kotaknya untuk menemukan sebuah cincin.
Selagi Gading sibuk mengurus untuk akses masuk mereka, Albert memilih untuk menjelajahi fitur dari sistem pemenang yang ternyata bereaksi dengan pikirannya. Jika ini seperti game, maka seharusnya ia bisa mendapatkan fitur help untuk penjelasan.Sejurus kemudian layar transparan itu menghilang dan suara mekanik segera terdengar dari dalam kepalanya.[Sistem pemenang merupakan sistem yang dirancang untuk membantu seseorang mencapai potensi terbaik dalam dirinya sehingga anda dapat menjadi pemenang dalam kehidupan ini. Sistem akan menilai level anda berdasarkan dari analisa DNA, semakin tinggi level anda, maka semakin banyak manfaat yang dapat anda peroleh]Albert segera memilih untuk memeriksa levelnya. Kali ini, layar transparan yang menunjukkan datanya.[Level: 16/100 (Pemula)][Kecerdasan: 20/100 (Pemula)][Kekuatan: 12/100 (Pemula)][Kebijaksanaan: 8/100 (Pemula)][Keterampilan: Bela diri 10/100 (Pemula), Strategi 2/100 (Pemula)][Selamat! Anda memperoleh manfaat atas pencapaian an
Albert terkejut dengan suara dalam kepalanya. Namun, multitasking segera aktif ketika layar transparan muncul.[Sistem telah mencatat tujuan anda!][Tujuan: menjadi yang terkaya dan paling berpengaruh di dunia][Tingkat keberhasilan: sangat sulit][Progress: 1%][Program untuk mencapai tujuan: aktif. Progress: 0%]Penjelasan sistem memang mengatakan bahwa sistem ini membantu pengguna mencapai potensi terbaik mereka. Tentu untuk mencapai potensi itu dibutuhkan sebuah tujuan. Walaupun Albert tanpa sadar menentukan tujuan tersebut, namun ini tidaklah buruk. Terlebih sistem ini bahkan menyiapkan program untuknya mencapai tujuan tersebut. Jika ia bisa membalas semua perbuatan keluarga Rich, maka apapun akan ia lakukan!Albert mengnonaktifkan multitasking untuk kembali fokus pada obrolan mereka. Satu hal yang lagi ia sadari bahwa selagi multitasking aktif, otaknya menyimpan semua informasi yang diterima dan bertindak sebagaimana apa yang biasa ia lakukan. Ketika keterampilan itu dinonaktif
Gading mengangguk dengan mantap.“Tepat sekali tuan. Saya perlu memberitahu anda bahwa tanpa status anda sekarang pun, kemampuan anda sudah cukup untuk menunjukkan anda layak menerima beasiswa ini,” jawab Gading dengan wajah nostalgia. “Di tahun pertama Harapan Group berdiri mereka mendulang kesuksesan besar setelah memenangkan persaingan dengan salah satu bisnis keluarga Rich. Untuk menyatakan rasa syukurnya, tuan David mengatakan untuk menganggarkan 50% dari dividennya untuk program beasiswa.”“Kala itu saya dan nyonya menyambut baik usulan tuan David. Namun kami menyarankan agar kita membangun yayasan independen yang terpisah dari Harapan Group sehingga jika keluarga Rich atau keluarga lain yang masih mengincar Harapan Group bertindak berlebihan, para penerima beasiswa ini tidak menerima dampaknya,” jelas Kevin dari sisinya.Elang ikut menambahkan sudut pandangnya, “Saya merupakan generasi pertama dari program beasiswa ini. Saat itu hanya pak Gading dan nyonya Cynthia yang menjadi
Albert tersenyum puas dengan keterampilan yang ia pilih. Ia mengingat kembali kejadian sebelum ia mencapai kamar asramanya yang menjadi alasan kuat untuk memilih keterampilan ini.Setelah Gading pergi, ia menuju minimarket terlebih dahulu untuk membeli peralatan mandi dan beberapa perlengkapan untuk membantunya pindah. Yah, ia telah memutuskan menerima tawaran Gading untuk kembali ke rumah masa kecilnya. Ia tidak butuh banyak pertimbangan, mengingat begitu ia memulai kerja praktek dan tugas akhir, akan sangat kecil kewajibannya untuk kembali ke kampus.Minimarket yang terletak dalam fasilitas kampus normalnya tetap sebelum larut malam. Namun dengan berakhirnya ujian pada hari ini, ada kemungkinan minimarket akan lebih cepat tutup karena banyak mahasiswa di asrama yang kembali ke rumah masing-masing. Oleh karena itu, Albert mempercepat langkahnya karena kampus sudah sangat sepi. Ketakutannya segera memudar begitu melihat minimarketnya masih buka dengan kasir yang tengah beres-beres untu
Riska mengutuk dirinya karena telah menolak tawaran Albert, pria yang ramah dan menyenangkan, untuk mengantarnya ke parkiran ketika 2 berandalan mulai mengganggunya. Ia semakin memperburuk keadaan setelah dengan refleks menampar salah satu berandal yang berusaha menangkap lengannya.“Anda jangan tidak sopan ya! Saya peringatkan anda akan ada konsekuensi yang berat jika anda berani menyentuh saya sembarangan!” Riska berteriak berusaha untuk menunjukkan keberanian untuk mengintimidasi kedua berandal ini. Tentu saja dengan paras wajahnya, hal itu sia-sia.Pemuda yang ditampar menatapnya dengan dingin dan kata-kata berikutnya membuatnya merinding, “Ah gadis cantik ini ternyata sangat garang ya … sebagai warga negara yang baik, kita dapat menyelesaikan masalah ini dengan damai kan ..... Hei bukankah kak Joni suka wanita yang begini?!” Pemuda yang lain terkekeh dan menatap Riska dengan pandangan kotor. “Aku belum pernah melihat gadis secantik ini di fakultas bisnis selain kak Gebby. Mengin
[Perintah tidak bisa dilaksanakan selagi sistem dalam proses.]Albert mengeluh ketika ia gagal untuk mencoba fitur help. Ia ingin mempelajari lebih lanjut tentang sistem namun sepertinya selain keterampilan, fitur sistem yang lain tidak dapat digunakan secara bersamaan. Ia bahkan telah mencoba untuk menggunakan keterampilan multitasking hanya untuk menemukan notifikasi yang sama.Tidak dapat berbuat apa-apa tentang sistem, Albert segera meraih surat wasiat sang ibu. Barang-barang yang ia miliki sangat sedikit jadi ia berpikir untuk menyusun besok pagi saja.Dengan tangan yang bergetar, ia membuka surat tersebut.[ Selamat ulang tahun yang ke-10, Albert. Jika kamu menerima surat ini, maka itu berarti aku tidak dapat berada menyaksikan kelulusanmu. Aku sangat sedih membayangkan jika itu terjadi. Namun, aku lebih sedih lagi jika berpikir kamu akan tumbuh dewasa tanpaku disisimu.Sebagai seorang ibu, aku dengan bangga mengatakan bahwa aku sangat yakin kamu akan baik-baik saja untuk tumbuh
Tak lama, Albert menerima undangan tersebut. Keluarga Tanoewidjaja memiliki aset yang jauh di bawahnya, namun pengaruhnya di benua ini jauh di atasnya. Tak mengherankan dengan julukan mereka sebagai keluarga medis terbaik di negara ini. Mereka mengantongi banyak hutang budi dari keluarga-keluarga besar. Albert memiliki prinsip sederhana dalam menentukan teman dan musuh. Tak peduli sebaik atau seburuk apapun seseorang, mereka akan menjadi musuh ketika mereka menghalangi jalan tujuannya, mengganggu orang yang Albert pedulikan, atau secara konstan berusaha merundungnya.Riska sempat menawarkan untuk menjemputnya yang ia tolak secara sopan. Setelah memastikan alamat dan waktunya, Riska memutuskan panggilan tersebut.Setelah telpon dari Riska, ia teringat akan potensi ancaman Joni dan keluarganya, keluarga Anggara. Ia memutuskan untuk menghubungi Elang.“Selamat pagi Albert. Ah, saya senang ponselnya berfungsi dengan baik,” sapa Elang segera setelah panggilan mereka terhubung.Albert meny