Share

Bab 2

Berita ini membuat Albert terdiam. Kenangan bersama ibu mulai memenuhi otaknya dan memaksanya untuk menahan tangis. “Apakah saya dapat melihat jasadnya?”

“Maaf setelah kami gagal menghubungi anda. Ada pihak yang membawa bukti bahwa mereka merupakan perwakilan dari kakek anda. Mereka telah membawa jasad ibu anda pergi. Kami menyimpan kartu nama dari seseorang yang bernama Frederick,” jelas perawat sambil menyerahkan sebuah kartu nama.

Ketika mendengar nama Frederick, Albert langsung mengetahui siapa yang telah membawa ibunya. Tak mengherankan mereka dapat dengan mudah membawa jasad ibunya dengan melewatkan persetujuan dari Albert yang tercatat sebagai satu-satunya keluarga dalam dokumen di rumah sakit, karena mereka adalah keluarga terkaya dan paling berpengaruh di dunia, keluarga Rich.

Frederick adalah butler keluarga Rich yang datang datang menjemputnya yang saat itu masih berusia 10 tahun hanya untuk mendengar vonis dari dokter tentang ibunya yang mengalami koma setelah kecelakaan lalu lintas. 

Frederick hanya mengatakan bahwa ibunya merupakan anak kepala keluarga Rich sehingga semua biaya perawatan ibunya akan ditanggung oleh keluarga Rich. Namun keluarga Rich tidak mengakui Albert sebagai bagian dari mereka sehingga Frederick hanya diperintahkan untuk menitipkan Albert ke panti asuhan yang telah mereka sponsori sejak lama. Setiap harinya ia akan menyempatkan waktu untuk menjenguk ibunya. 

Dokter yang bertanggung jawab atas perawatan ibunya diutus oleh keluarga Rich sehingga ia enggan memberikan laporan kepadanya tentang kondisi ibunya. Namun, Albert mempelajari medis secara terbatas menyadari bahwa kondisi ibunya terus mengalami penurunan sehingga harapannya memang sangat kecil untuk kembali sadar. Namun tidak ada persiapan yang cukup untuk mendengar berita kematian keluarganya.

Albert mencoba memanggil nomor di nomor kartu Frederick dan tentu saja yang ia dapat hanyalah pemberitahuan bahwa panggilan tidak tersambung. Ia harusnya sudah menyadarinya bahwa orang-orang keluarga Rich tidak akan semudah itu meninggalkan kontak mereka. 

Namun panggilan dari nomor yang tak dikenal segera masuk dan tanpa keraguan, ia menjawabnya dengan dingin, “Di mana ibuku? Tidak ada seorang pun dari keluarga Rich datang menjenguk Ibu selama 8 tahun. Mereka tidak berhak menentukan apapun tentang ibuku!”

“Saya memahami amarah anda, namun kata-kata anda tidak memiliki kekuatan sama sekali. Anggap ini adalah kebaikan hati keluarga Rich untuk memberitahu bahwa jasad nyonya Chyntia akan diurus sebagaimana anggota keluarga Rich lainnya, anda yang bukan anggota tidak berhak mengetahui hal ini.”

“Seperti yang kukatakan kalian tak memiliki hak untuk menentukan hal tersebut”

“Terakhir yang kuingat anda sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk perawatan nyonya Chyntia. Tujuan saya menghubungi anda hanya untuk menyampaikan pesan dari kepala keluarga Rich, ayah dari nyonya Chyntia.”

Albert menggertakkan giginya dengan perasaan geram, ia mencoba menghentikan sambungan panggilan tersebut hanya untuk menemukan ponselnya telah diretas yang mengarahkannya pada rekaman suara yang sangat ia kenali, suara yang setiap tahunnya terus mengejek ibunya sebagai orang bodoh yang tidak bisa memanfaatkan potensi diri sendiri. Suara itu milik Brian Rich.

“Kepergian Cynthia sangat disayangkan. Putriku memiliki potensi, namun semua potensinya dibuang hanya untuk melahirkanmu, sampah tak berguna. Bahkan jika putriku dapat sadar dari komanya, saya tidak akan pernah mengakui bahwa kamu adalah keturunan keluarga Rich oleh karena itu jangan berharap keluarga Rich akan mengakuimu sekarang setelah kepergiannya. Ini peringatan terakhir bagimu sampah, jangan pernah mengakui putriku sebagai ibumu. Kau hanyalah sampah yang telah merusak harta berharga keluarga Rich!”

Albert tak bergeming dengan kata-kata Brian. Ia sendiri merasa jijik jika harus menjadi bagian dari keluarga tersebut. Selama 8 tahun mereka sama sekali tidak mengunjungi ibunya. Dengan kemampuan keluarga Rich, mereka seharusnya mampu untuk memindahkan ibunya ke rumah sakit terbaik di dunia, namun keluarga ini lebih memilih menempatkan ibunya di rumah sakit kecil yang berada di pinggiran kota negara berkembang. 

“Kau bisa katakan kepada tua bangka itu bahwa aku, Albert Gunawan, tak sudi mengakuinya sebagai kakek atau keluarga Rich sebagai keluargaku,” seru Albert dengan emosi yang tak terbendung. 

Tanpa menunggu balasan dari Frederick, Albert mencengkram erat ponsel tersebut hingga hancur berantakan dan membuang sisanya.

Emosinya sangat tidak stabil karena kata-kata terakhir Brian terus berputar di kepalanya. Ibunya adalah putri dari konglomerat keluarga Rich. Bagaimana jika ibunya tidak melahirkannya dan tetap berada di keluarga Rich, ibunya pasti akan mendapatkan kehidupan yang penuh dengan kemewahan dan kesuksesan. Ia sangat marah kepada Brian dan keluarga Rich yang tidak berusaha semaksimal mungkin merawat anggota keluarga mereka, marah kepada mereka yang tidak memberikannya kesempatan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada ibunya, tetapi ia sangat marah dan sedih kepada dirinya sendiri yang tidak mampu untuk membantah kata-kata terakhir Brian atau berbuat banyak untuk ibunya. Dalam lubuk hatinya, ia setuju pada Brian bahwa kehidupan ibunya akan lebih baik jika ia tidak terlahir.

Albert tak begitu mempedulikan kemana kakinya melangkah. Saat ia sadar, matahari mulai terbenam dan di hadapannya adalah rumah tipe 45 setinggi 2 lantai yang hangat dan nyaman untuk keluarga kecil. Rumah ini tak salah lagi merupakan rumah masa kecilnya.

Sejak ibunya kecelakaan yang membuatnya berakhir di panti asuhan, ia tak pernah memikirkan tentang rumah ini. Sepertinya keluarga Rich telah menjual rumahnya jika melihat bagaimana terawatnya rumah itu. Satu miliknya yang direnggut lagi oleh keluarga Rich. Ia cukup terkejut ketika pintu rumah tersebut dibuka secara terburu-buru oleh seorang pria tua dengan tubuh kekar. Dengan tatapan tajam, pria itu menghampirinya.

“Maaf saya telah lancang, saya pernah tinggal di rumah anda saat kecil dan saat melihat bagaimana terawatnya rumah anda itu membuat saya nostalgia,” jelas Albert dengan senyuman sopan.

“Jangan cemas anak muda, saya menghampiri kamu bukan karena merasa terganggu atau merasa curiga padamu,” balas pria itu mengibaskan tangannya, “Saya terus merawat rumah ini sebagaimana ketika pemilik sebelumnya masih tinggal di sini karena saya mengagumi dan menghormati mereka.”

Albert sama sekali tak berpikir bahwa orang yang dimaksud pria tua itu sebagai orang tuanya karena sudah 8 tahun berlalu, bisa jadi rumah ini telah diperjualbelikan beberapa kali. 

Namun pertanyaan yang datang dari pria tua ini membuatnya terkejut.

“Apakah kamu ini, Albert Gunawan, putra dari tuan David dan nyonya Chyntia?” 

Ketika Albert mengangguk, pak tua itu berseru dengan gembira, “Penantian saya selama ini tidak sia-sia. Perkenalkan tuan muda, saya Gading. Jika tidak keberatan, bagaimana jika kita berbicara di dalam rumah terlebih dahulu? Saya memiliki barang penitipan dari ayah anda untuk anda.” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status