Cia berjalan seorang diri menuju gedung fakultas kedokteran yang dia sudah hafal betul dimana letaknya karena di masa SMA dulu dia seringkali datang kesini sekedar jalan-jalan memupuk semangat supaya bisa keterima kuliah di sini. Fakultas kedokteran adalah satu gedung paling megah di antara gedung-gedung lainnya di kampus ini. Setiap kali melihatnya, maka tiap kali itu juga Cia berdecak kagum dalam hatinya. Tak menyangka, pada akhirnya dia benar bisa masuk ke kampus bergengsi ini dengan jurusan sesuai cita-citanya. Hanya sayang Aka tak bisa bersamanya karena untuk rencana jangka pendek ini cowok itu harus memilih antara cita-citanya atau kepentingan bisnis keluarganya, membantu daddy yang semakin tua dan sudah waktunya mulai bisa menikmati masa istirahat di rumah dengan harapan kedua putranya sudah mulai bisa di andalkan memegang bisnis keluarga.
Mengambil gambar ruang demi ruang di fakultas kedokteran dan menyimpannya dengan baik di galery ponsel, sesekali Cia saling menyapa
Hari ini adalah hari keempat Ospek, dan besok adalah hari kelima sekaligus penutupan. Untuk dua hari terakhir ini acaranya cukup santai yaitu bazar UKM yang salah satu agendanya adalah pendaftaran dan penerimaan anggota baru UKM. Aka dan Jordi pamit untuk mengikuti acara di bazar UKM Taekwondo, sedangkan Cia dan Vio saat ini sedang asyik duduk di sebuah bangku taman tak jauh dari tempat bazar sambil menikmati makanan ringan di tangan mereka. “Kamu yakin nggak mau susul Aka dan Jordi?” tanya Cia untuk yang kesekian kali kepada Vio karena seperti cerita heboh mereka bertiga kemarin hobi gadis itu sama persis dengan dua cowok teman dekat mereka, yang Cia sebut "hobi gelut". “Iya yakinlah, kalau nggak yakin ngapain gue di sini sama elo?” jawab Vio dengan mulut penuh makanan. “Kali aja kamu nahan diri karena kasihan sama aku, asli aku sementara sendirian nggak apa-apa, kok.” “Aduh Cia, yakin gue nggak apa-apa juga kok nemenin elo. Khawatir amat, elo pasti
Jordi sedang berbincang penuh canda tawa dengan Vio di kantin kampus. Sore ini mereka baru saja menyelesaikan latihan taekwondo. Mereka asyik bercakap sambil menunggu Aka yang belum nampak keluar, sedangkan Cia pada hari ini memilih pulang duluan karena kebetulan dia tak ada kegiatan apapun selesai kuliah.Sesekali Vio menggigit bola daging yang nahas tersunduk di ujung garpunya. Memasukkannya penuh nikmat ke dalam mulutnya. Bakso di kantin yang ini menjadi favoritnya, selain harganya murah kelas kantong mahasiswa, tempatnya bersih dan rasanya cukup enak. Vio yang ayahnya bekerja di sebuah perusahaan bahan bakar minyak milik pemerintah ini kenyang menikmati makanan dari berbagai kota persinggahannya sejak jaman kecil dulu. Dan kali ini dia menemukan rasa yang cocok di lidahnya dengan harga ramah kantong.Vio lahir di Jakarta dan bertempat tinggal di Jakarta bersama mama dan kedua kakaknya. Kadang hanya bertiga saja bersama kakaknya ketika mama terpaksa menemani papa ji
Aka dan Vio menjatuhkan tubuhnya di kursi depan Jordi. Cowok yang sedang memainkan ponsel itu segera mendongak kemudian mengembangkan senyumnya.“Hai, Ka, udah selesai urusannya sama Si Master?” tanya Jordi sambil meletakkan ponsel di meja.Aka mengangguk dan tanpa mengeluarkan kata apapun malah mencomot satu batagor dari piring Jordi yang sepertinya tak begitu tersentuh oleh cowok itu.“Eh, minggu besok kalian jadi ajak gue ke Malang, kan?” tanya Vio dengan gaya cerianya seperti biasa. Mengikuti Aka, gadis itu mencomot satu batagor juga dari piring Jordi.“Jadi dong, iya kan, Ka?” tanya Jordi memastikan.“Boleh, aku sama Cia nggak ada acara kok, jadi mantai?” tanya Aka selanjutnya.“Wah … asyik … mau dong ke pantai,” teriak Vio kegirangan.“Berangkat sabtu gimana? Ntar kita cari penginapan di Malang atau di Batu, baru paginya otewe ke pantai,” saran
Jordi dan Aka duduk di kursi santai tak jauh dari kamar hotel tempat mereka menginap sabtu malam ini. Keduanya menunggu dua bidadari yang masih asyik berdandan di kamar para cewek.Keluar dari kamar, Cia yang sudah melihat keberadaan Aka dan Jordi segera berlari kecil menuju mereka berdua. Sedangkan Vio melangkah santai di belakangnya.Aka dan Jordi tersenyum melihat wajah cerah Cia yang penuh senyum dan nampak bersinar begitu cantik. Sejenak Jordi ikut terpaku seperti halnya Aka, namun sejenak kemudian dia tersadar bahwa rasa yang ada di hatinya tak boleh dia kembangkan lagi. Sambil tersenyum tipis cowok itu mengalihkan pandangannya pada satu gadis lain yang nampak tak kalah menarik dari Cia.“Berangkat yuk, laper nih,” ajak Vio dengan sengaja memasang wajah memelasnya.Jordi tertawa, dengan gerakan ringan cowok itu segera menarik tangan Vio dan di gandengnya. Vio sedikit terpaku, tak lama kemudian meski dengan sikap dan langkah kaku sedikit
Aka mencium kening Cia penuh sayang tepat di depan pintu kamar hotel. “Segera tidur, mimpi yang indah,” pesan Aka sambil menyentuh lembut pipi Cia membuat gadis itu tersenyum sambil mengangguk pelan. “Iya, kamu juga sayang,” balas Cia dengan kalimat pendeknya. “Ya udah, masuk gih, jangan lupa bersihin diri dulu sebelum naik ke ranjang biar bisa tidur nyenyak.” “Siap sayangku, aku masuk dulu, ya.” “Iya, paling bentar lagi Jordi dan Vio akan segera balik juga. Entah apa yang terjadi dengan mereka sampai sepertinya jadi lengket kayak perangko gitu,” kelakar Aka yang di sambut tawa Cia sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar. Setelah memastikan gadis kesayangannya berada di kamar dengan aman, Aka segera masuk ke kamarnya bersama Jordi yang tepat berada di samping kamar Cia dan Vio. Setelah membersihkan diri dan sambil menunggu Vio yang belum datang juga, Cia melihat acara televisi kabel yang ada di dalam kamar. Dingin dan sepi membua
Cia yang peka memperhatikan setiap sikap dan interaksi yang Vio dan Jordi tunjukkan. Dirinya tak bisa di bohongi bahwa ada sesuatu yang terjadi di antara keduanya. Di pasir pantai saat Cia dan Vio duduk bersama sambil melihat tingkah Jordi dan Aka yang sedang menikmati kecipak air laut di pantai secara sengaja dia memancing pembicaraan dengan Vio.“Kamu tadi pagi tak kelihatan menelepon Kak Rega, Vi?” tanya Cia menatap sekilas ke arah Vio dan ketika Vio balik menatapnya maka dia segera memalingkan wajah, menghindar dari tatapan Vio yang jangan-jangan tahu bahwa dirinya sedang curiga dengan perubahan sikap dan tingkah lakunya sejak semalam ketika sahabatnya itu masuk ke dalam kamar yang ternyata berlanjut sampai pagi ini bahkan di pantai tempat yang paling semangat ingin Vio kunjungi.“Iya emang enggak, lagian di sana juga masih malam, kasihan nanti ngeganggu,” jawab Vio cukup logis.Cia mengangguk paham meski merasakan satu kejanggalan. S
Jordi tersenyum seorang diri di kamarnya, membuka album lama masa SMA di galery ponsel yang tepatnya memori kelas X dan XI ketika masih satu sekolah dengan Cia. Di situ banyak foto candid Cia yang seringkali di curinya dengan beragam ekspresi. Wajah Cia ketika masih begitu unyu, wajah cantik polos yang menarik perhatiannya bahkan sejak awal dia melihatnya di acara MOS sekolah waktu itu. Bahkan ketika di acara MOS pun waktu gadis itu masih memakai seragam biru putih fotonya pun juga ada.Jordi menatap lurus atap kamarnya. Dia tak menyangka pernah menyimpan rasa yang begitu mendalam pada seorang Cia sekian tahun lamanya. Sampai-sampai dia tak tahu akankah nantinya mampu menghapus nama itu dari hatinya. Seringkali dia merutuki jiwa labilnya di jaman putih abu-abu itu, ketika gaya parlente sok borjuis yang dia andalkan nyatanya tak mampu menarik hati Cia ke dalam hidupnya. Bahkan justru membuat gadis itu semakin menjauh darinya.Di masa menuju kedewasaanya sekarang ini Jor
Vio menggandeng cepat tangan Cia begitu kuliah mereka selesai siang ini.“Gue laper, Cia, buruan dong keburu kantin ramai,” ujar Vio sambil menarik paksa tangan Cia yang terseok mengikutinya. Jordi masih di kelas, membahas beberapa hal bersama teman-teman mereka lain terkait tugas yang dosen berikan tadi. Harusnya Vio dan Cia pun ikut dalam pembahasan itu, namun perut melilit Vio sepertinya tak bisa di ajak kompromi.Di kantin yang belum terlalu ramai, dengan sabar Cia menunggui sahabatnya yang asyik menikmati semangkuk mie ayam dengan penuh kenikmatan. Dia sendiri hanya menikmati segelas jus alpukat kesukaannya.“Kamu laper apa doyan sih, Vi?” tanya Cia merasa geli melihat Vio yang begitu fokus dan cepat memindahkan isi mangkok beralih menjadi isi perutnya.“Laper dan doyan,” jawab singkat Vio yang semakin membuat Cia terkikik geli.“Hei … “ sapa seseorang yang tiba-tiba menyeret kursi dan iku