Share

#2 Yang Mulia William

Author: Nita K.
last update Last Updated: 2021-05-11 11:35:35

Kembali ke dalam hutan, Putri Olivia kembali melangkahkan kakinya ketika mendengar suara samar-samar prajurit yang mencarinya. Dengan sangat pelan, dia berjalan diantara besarnya pepohonan yang mampu menyembunyikan dirinya. Tempat tujuannya memang belum jelas. Namun satu hal yang ada dipikirannya adalah menjauh sejauh mungkin dari istana.

“Cepat cari sebelah sana. Putri Olivia pasti belum jauh. Cepat!” pemimpin prajurit memerintahkan yang lainnya untuk memperluas pencarian.

“Tapi, sepertinya memang sudah sangat jauh,” prajurit yang bertugas membawa obor tidak bisa jauh dari prajurit lainnya karena dia yang bertugas menerangi sekitar.

“Hutan ini sangat menakutkan saat malam hari. Bagaimana jika kita mendirikan tenda dan melanjutkan pencarian besok?” satu prajurit menyisir semak-semak.

“Jangan banyak mengeluh! Cepat cari atau kita semua akan dibunuh!” teriak tegas pemimpin prajurit mengakhiri pembicaraan bawahannya. Tanpa diminta pun, dia ikut menyisir sekitarnya.

Di sisi lain, Putri Olivia menghentikan langkah, menyembunyikan dirinya di balik pohon. Dia meringkuk, menutup mulutnya bahkan menahan napasnya ketika salah seorang prajurit tepat berada di seberangnya. Prajurit tersebut beberapa kali menyibak semak-semak namun tidak juga membuahkan hasil.

“Dia tidak ada di sini!” teriaknya melaporkan pada pemimpinnya.

“Mungkin saja dia ke arah yang sebaliknya, karena sebentar lagi fajar jadi dia akan berjalan mendekati daerah yang lebih dulu pagi,” ucap prajurit lain.

Pemimpin prajurit berpikir sejenak, memikirkan kemungkinan hal itu bisa saja terjadi, “baiklah! Kita ke Timur! Cepat! Timur!”

Pemimpin prajurit berlari diantara gelapnya malam menuju ke arah Timur dan semakin menjauh dari Putri Olivia yang meringkuk ketakutan di balik pohon. Derap langkah semakin lama semakin hilang. Putri Olivia bisa bernapas lega untuk sementara. Dengan sempoyongan, dia bangkit kemudian kembali berjalan menuju ke arah Barat. Dia berniat untuk menuju ke perbatasan kerajaannya sendiri, Kerajaan Mandelein.

Perlahan namun pasti, langit gelap mulai memudar digantikan cahaya hangat dari matahari yang mengintip di balik pegunungan. Putri Olivia berhasil keluar dari hutan dan dia terus berjalan menyusuri jalan setapak yang biasanya digunakan untuk jalur kereta kuda. Putri Olivia memegang perutnya yang terus berbunyi dan kepalanya yang tak henti-hentinya berdenyut.

Di jalan yang sama, dari arah belakang Putri Olivia, sebuah kereta kuda yang membawa seseorang terhormat, berderap melewati jalanan. Kusir yang mengetahui adanya Putri Olivia yang berjalan di tepi jalan, memberitahukannya pada seseorang di dalam kereta yang ditariknya, “maaf, Yang Mulia William. Di depan ada seorang gadis yang terluka.”

Yang Mulia William dari Kerajaan Wisteria, mengangkat wajahnya kemudian melihat ke luar jendela, memeriksa orang yang dimaksud oleh kusirnya. Merasa mengenalnya, Raja William sontak menyuruh kusir menghentikan kereta, “stop!”

Sang kusir pun dengan sigap menghentikan laju kudanya. Dia berniat turun dan membuka pintu untuk raja, namun Yang Mulia William lebih dulu turun dari kereta dan melangkah cepat mendekati Putri Olivia.

“Putri, apa yang kau lakukan di sini?”

Putri Olivia bergidik takut mendengar suara di belakangnya. Dengan keragu-raguan, dia menoleh dan mendapati Yang Mulia William berdiri tidak jauh darinya. Merasa dirinya telah bertemu orang yang dikenal baik olehnya, Putri Olivia menangis tersedu-sedu. Dia bahkan tidak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya.

Melihat reaksi Putri Olivia, Yang Mulia William mengulurkan tangannya, menariknya ke dalam dekapannya, “tenangkan dirimu, Putri.”

Kusir mengambilkan selimut dari dalam kereta, membawanya kepada Yang Mulia William. Dengan sigap, Yang Mulia William menyelimuti Putri Olivia dengan selimut tersebut, “kau sudah tenang? Bisa ceritakan padaku?”

Putri Olivia menyeka air matanya sembari berusaha mengatur napasnya. Dengan suara berat, Putri Olivia berusaha menjelaskan apa yang terjadi pada Raja William, “Kerajaan Thorn mengambil alih istana. Ayah dan ... Ibu ... sudah...” ucapan Putri Olivia terhenti, tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Putri Olivia, Yang Mulia William kembali memeluk Putri Olivia, berusaha menenangkannya, “sudah cukup. Aku mengerti sekarang. Kita pulang ya ke Kerajaan Wisteria.”

Putri Olivia mengangguk pelan.

Yang Mulia William menuntun pelan Putri Olivia ke kereta. Sang kusir pun dengan sigap membuka pintu untuk mereka berdua. Yang Mulia William menyuruh Putri Olivia masuk lebih dulu kemudian dia masuk terakhir.

Kusir kembali menutup pintu kemudian duduk di kereta depan dan mulai menjalankan kudanya. Putri Olivia duduk memeluk selimut yang menutupi tubuhnya. Dia merasa sangat bersyukur bisa bertemu dengan raja dan berhasil selamat.

Yang Mulia William hanya bisa mengusap pelan punggung Putri Olivia, berusaha menenangkannya. Dia masih tidak menyangka dengan kenyataan yang ada. Kerajaan Mandelein sudah tidak ada lagi karena ulah Kerajaan Thorn. Bahkan Raja Mandelein beserta istrinya sudah meninggal dunia, menyisakan putri malang yang sudah tidak memiliki siapapun.

“Aku akan membalaskan kematianmu, kawan. Aku berjanji,” sumpah Yang Mulia William.

Dua prajurit dengan tombak di tangan mereka menghentikan laju kereta kuda Yang Mulia William.

“Kalian dari mana?” tukas salah satu dari prajurit yang menghadang.

“Kerajaan Wisteria,” kusir menjawab dengan santai tanpa rasa takut sama sekali.

“Siapa yang ada di dalam kereta? Boleh kami memeriksanya?”

Mendengar suara prajurit di luar, Putri Olivia yang awalnya tenang, kini kembali memucat. Cepat-cepat dia menutupi tubuhnya dengan selimut yang dikenakannya, berusaha menyembunyikan dirinya sendiri.

Yang Mulia William pun dengan sigap menarik Putri Olivia hingga berbaring di pangkuannya. Dia pun menutupi seluruh tubuh Putri Olivia, menyembunyikannya, “jangan bersuara.”

Putri Olivia hanya bisa mengangguk pasrah, memegang erat selimut yang membungkusnya. Tubuhnya kembali bergetar ketakutan. Dia tidak ingin kembali ke sana, sekalipun tempat itu adalah rumahnya sendiri.

Jendela kereta dibuka dari luar dengan satu prajurit yang menengok ke dalam.

Yang Mulia William menanggapinya dengan santai, “apa mau kalian?”

Prajurit tersebut terfokus pada seseorang yang tertutup oleh selimut, “buka selimut itu. Siapa seseorang di baliknya?”

Mendengar perintah dari prajurit tersebut, Yang Mulia William terkekeh pelan, “kau siapa? Menyuruhku sesukamu. Apa kaum muda sekarang tidak memiliki tata krama?”

Prajurit yang mendengar tanggapan Yang Mulia William, spontan menendang kereta cukup kuat hingga menimbulkan guncangan pada kereta, “kau pikir kau siapa?! Lakukan saja apa yang kukatakan!”

Kemarahan prajurit justru mendatangkan gelak tawa Yang Mulia William, “kau bertanya aku siapa? Wawasanmu kurang luas, anak muda. Sebaiknya kau pulang dan belajar lagi.”

“Sialan!! Jangan banyak omong! Lakukan saja apa yang aku suruh!” prajurit tersebut semakin menaikkan nada bicaranya, tidak mengetahui dengan siapa dia sedang berbicara.

Yang Mulia William mengangkat bahunya acuh, “aku tidak menerima perintah darimu.”

“Sialan kau, pak tua! Kau me–” prajurit yang lain menghentikan kemarahan temannya kemudian mengalihkan pandangan menatap Yang Mulia William.

“Maaf atas kelancangan kami, Raja. Anda bisa pergi,” ucapnya.

Yang Mulia William berdecih pelan, “katakan pada temanmu. Nikmatilah hidupmu yang sesaat ini. Karena dalam beberapa hari ke depan dia tidak akan bisa lagi melihat dunia ini.”

Kereta kuda kembali berjalan, menjauh dari prajurit yang masih mengumpat kesal. Sedangkan Putri Olivia, mulai memberanikan diri kembali duduk di tempatnya sembari sesekali mengintip ke luar jendela, di mana sudah tidak ada prajurit yang menghadang mereka.

Putri Olivia menghela napas panjang. Prajurit yang mencarinya sudah tidak ada lagi.

“Tenang saja. Mereka tidak ada bisa menangkapmu, Putri. Setelah kita sampai di istana, penjagaan akan kuperketat,” ucap Yang Mulia William, menenangkan Putri Olivia.

Putri Olivia menoleh kemudian menganggukkan kepala, “t-terima kasih, Raja, karena sudah menolongku.”

Yang Mulia William tersenyum, “jika yang bertemu denganmu adalah Gavin, pasti dia akan melakukan hal yang sama.”

.

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #50 Love You (END)

    Hari silih berganti. Puteri Olivia dan Pangeran Gavin masih senantiasa menginap di Kerajaan Gambera. Hal yang berbeda hanyalah Norman yang sudah kembali ke Kerajaan Wisteria, membawa laporan terkait ucapan terima kasih dari Yang Mulia Geld yang ditujukan kepada Yang Mulia William. Panglima Murr pun sudah kembali, menyisakan Panglima Sam dengan beberapa pasukannya untuk mengamankan Kerajaan Mandelein. Berita kebenaran kejadian di dalam istana, sudah terdengar sampai ke telinga rakyat Kerajaan Mandelein. Di hari pertama, bahkan mereka berbondong-bondong mengunjungi istana untuk menanyakan kebenaran terkait berita tersebut. Beberapa dari mereka mengasihani keadaan Puteri Olivia, sedangkan yang lainnya menginginkan Pangeran Louis dihukum mati. Berakhirnya peperangan juga menjadikan akhir bagi Kelompok Mawar Hitam. Palte selaku pemimpin kelompok tersebut, diam-diam menemui Panglima Sam di Kerajaan Mandelein. Mencoba mengutarakan maksudnya. “Siapa kau? Dan apa tujuanmu datang padaku?” tany

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #49 Berakhir

    Crash!“Maaf terlambat. Kau baik-baik saja?” Gabriel muncul di samping Palte, memaksanya untuk kembali membuka mata.Siapa? Aku belum pernah bertemu dengannya.Gabriel berjongkok dan membantu Palte untuk berdiri. “Kita harus mengobati lukamu.” Sekalipun dia mendengar apa yang dipikirkan oleh Palte, namun Gabriel memilih untuk lebih dulu mengobati lukanya.Di seberang mereka, Azura pun sudah berhasil menyelamatkan Alex dan rekan-rekannya dengan memenggal kepala prajurit yang berada di sekitar mereka. Beruntung tidak ada luka parah pada mereka, jadi mereka bisa segera meninggalkan arena pertempuran.“Palte! Kau terluka! Astaga!” Noir panik ketika melihat Gabriel yang menyandarkan Palte di samping gudang.Gabriel melangkah mundur, membiarkan Noir mengobati Palte. Pandangannya pun beralih menatap Azura yang baru datang bersama Alex dan rekan-rekannya.“Tetaplah di sini. O

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #48 Sedikit Lagi

    Teriakan memilukan, tanpa bisa melakukan apapun. Tangan kanan Dean terpotong hingga bahu. Masih dalam keadaan terikat, tangan itu terpisah dari tubuh pemiliknya. Dean meraung-raung melampiaskan rasa sakit yang dirasakan di tubuh bagian kanannya. Darah pun keluar tiada henti. Rasa sakit yang membuat siapapun ingin menangis.“Sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Tapi kau malah tidak mau percaya padaku. Bagaimana rasanya? Sakit, bukan? Apa yang kulakukan padamu tidak ada apa-apanya dengan apa yang kalian lakukan pada orang tua Puteri Olivia. Kau sendiri sadar akan hal itu, kan?” Azura menyimpan belatinya seraya menjaga jarak dari Dean. Dia membiarkan Dean berteriak-teriak kesakitan. Sudah cukup baginya untuk saat ini menyiksa laki-laki di depannya, hanya sekedar untuk membuktikan dengan siapa dia berhadapan.Tak lama kemudian, Dean tidak sadarkan diri. Azura pun mengambil kain panjang yang selalu dibawanya untuk berjaga jika terluka. Kali ini dia akan menggunaka

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #47 Jangan Kabur

    “Astaga Gavin!” Yang Mulia William bergegas mendekat, membantu Astra meletakkan Pangeran Gavin di dalam kereta kuda.Astra bergegas mengambil kotak obat di kereta yang lainnya dan segera mengobati luka di punggung Pangeran Gavin. Sedangkan Gabriel meletakkan Puteri Olivia di kereta kuda yang lainnya. Dia masih belum sadar. Hampir saja, telat satu detik saja, Puteri Olivia mungkin akan mati tergantung. Gabriel melepaskan tali yang mengikat leher Puteri Olivia kemudian membuangnya asal.“Apa Puteri baik-baik saja?” Maya berdiri di samping kereta kuda, menatap cemas keadaan Puteri Olivia.Gabriel berdiri berseberangan dengan Maya, menatapnya kemudian beralih menatap Puteri Olivia. “Dia hanya tidak sadarkan diri. Temani di sini. Aku harus mengurus Azura.”Maya mengangguk mantap. “Dimengerti.”Gabriel melangkah cepat mendekat ke Azura yang dibaringkan di atas rumput di bawah pohon. Di sampingnya sudah ada

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #46 Sirius

    Dua ribu pasukan keluar dari hutan, membaur dan menebas pasukan dari Kerajaan Mandelein. Beberapa dari mereka bergerak cepat mengobati prajurit pimpinan Panglima Murr yang terluka, membawa mereka jauh dari peperangan.Ribuan pasukan yang datang membuat emosi Pangeran Louis seketika memuncak. Wajahnya merah padam. Tidak ada yang mengatakan padanya kalau akan ada pasukan bantuan. Sekalipun pasukannya terbilang banyak, namun yang dilihatnya saat ini adalah pasukannya yang semakin berkurang.“CEPAT HABISI MEREKA! KENAPA KALIAN MALAH KALAH? CEPAT MAJU!!!!”Prajurit yang merasa terpanggil bergegas melakukan apa yang diperintahkan. Mereka mulai bergerak mengepung Pangeran Gavin dan yang lainnya. Hampir seperempat pasukan mengepung mereka, dengan senjata di tangan mereka.Astra yang semakin terpancing emosi sontak berdiri di depan teman-temannya. Jika dia memiliki kemampuan kutukan, mungkin dia akan mengutuk mereka yang berada di sekitarnya dengan kut

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #45 Perang!!!

    Pangeran Gavin yang berada di tengah-tengah peperangan, menyadari keberadaan Putri Olivia di atas benteng. Perhatiannya pun teralihkan. Pedang yang semula bergerak menebas sana-sini, kini berhenti bahkan perlahan turun. Sebentar lagi, seharusnya dia bisa menyusup dan menyelamatkan Putri Olivia, namun apa yang terjadi saat ini membuatnya terdiam.Oliv...“Gavin! Jangan melamun!” Astra yang semula berjarak darinya segera mendekat seraya menghunuskan pedangnya pada prajurit yang menghalangi jalannya. Pangeran Gavin yang sama sekali tidak bergeming di sampingnya dengan pandangan ke arah benteng, membuat Astra melihat ke arah yang sama.Terkejut, tergambar jelas di wajah Astra, apalagi Pangeran Gavin. Jarak mereka dengan benteng masih sangatlah jauh. Ditambah lagi dengan ribuan pasukan yang mengepung mereka, membuatnya sulit untuk menjangkau dalam waktu cepat ke tempat Putri Olivia.“KAU DI SANA, GAVIN? KAU INGIN MENYELAMATKAN OLIVIA

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #44 Pagi yang Berdarah

    “Omong-omong, Gavin. Aku membawa pesan dari Yang Mulia William.” Astra berbalik menatap Pangeran Gavin yang tengah memijat pelipisnya.“Ap---”Bugh!Sebuah bogeman mentah mendarat di perut Pangeran Gavin dari Astra membuatnya meringis kesakitan. Siapa sangka Astra akan memukul perutnya dan itu terbilang cukup kuat.“Itu pesan dari ayahmu, Gavin. Dia menitipkan pukulannya padaku,” ucap Astra tanpa rasa bersalah sama sekali.“Uhuk! Uhuk! Sakit sekali. Kenapa ayah menitipkan hal yang tidak berguna padamu?” Pangeran Gavin mengambil duduk di atas jerami seraya menyandarkan punggungnya di tiang gudang.Astra pun ikut duduk bersila di samping Pangeran Gavin. “Karena kau dengan bodohnya sendirian di tempat tidak dikenal ini. Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu sebelum aku sampai, hm?”“Aku tahu hal itu tidak akan terjadi, karena itu aku tidak masalah sendiria

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #43 Road to War

    Noir menoleh. “Oh, mereka akan menginap di sini untuk malam ini,” tuturnya. Alex yang ikut menoleh, terkejut dengan keberadaan Pangeran Gavin dan Leo di desanya. Spontan dia berdiri di depan Palte dan Noir dengan dua pedang kecil di tangannya. “Kenapa anggota kerajaan ada di sini?” Mata itu memicing, menatap tidak suka ke arah Pangeran Gavin. “Anggota kerajaan?!” Noir memekik tidak percaya. Lambang Kerajaan Wisteria tersemat di sarung pedang milik Pangeran Gavin. Kerajaan di mana tugas mereka dijalankan. Palte yang baru menyadarinya ikut menarik pedangnya berdiri bersampingan dengan Alex. “Kami ke sini hanya untuk me---” Brak! Leo yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba tersungkur lemas. Dia tidak bisa jauh-jauh dari Kerajaan Wisteria dalam waktu yang lama. Jantungnya melemah. Pangeran Gavin berjongkok dan memeriksa kondisi Leo. Suhu badannya meninggi, keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. “Oi! Leo, bertahanlah!” Tanpa banyak berpikir, dia bergegas membawa Leo ke dalam gud

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #42 Desa Mawar Hitam

    Di ruangan perawatan. Norman keluar dari ruangan dan dihampiri oleh beberapa pelayan. Sarung tangan yang dipakainya segera dilepas kemudian meletakkannya di nampan yang disodorkan oleh pelayan padanya.“Apa Yang Mulia baik-baik saja?” tanya pelayan tersebut.Dandi berdehem. “Beliau sudah melewati masa kritis. Sisanya tinggal menunggu beliau sadar. Omong-omong, kalian melihat rekanku?”“Ada bersama Tuan Dandi di kamar Yang Mulia Geld.”“Terima kasih.” Dandi pun melangkah menuju ke tempat Gabriel. Hingga kasus ini diketahui siapa pelakunya dan memastikan Yang Mulia Geld sudah sadar, mereka berdua tidak bisa pulang begitu saja.Gabriel berjongkok tepat di depan bercak darah Yang Mulia Geld yang berceceran di lantai kamar pribadinya. Masih belum ada bukti lain kecuali darah di lantai. Gabriel bahkan dibuat pusing karena bukti yang sangat sedikit.“Bagaimana?” Norman melangkah masuk, ber

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status