공유

#3 Pangeran Gavin

작가: Nita K.
last update 최신 업데이트: 2021-05-11 11:35:41

Di tempat lain, seorang pangeran tunggal dari Kerajaan Wisteria menunggang kuda dan bergerak menuju kembali ke istananya. Tugasnya bernegosiasi dengan Kerajaan Norn sudah selesai. Dia harus segera melapor.

“Kita akan sampai di istana, tengah hari, Gavin,” ucap salah seorang penunggang kuda di samping kuda Pangeran Gavin.

“Hm,” Pangeran Gavin menjawab singkat kemudian melajukan kudanya semakin cepat, membelah jalanan hutan. Suasana hatinya sedang buruk sepulangnya dari Kerajaan Norn.

Astra, orang yang berkuda di samping Pangeran Gavin kembali bersuara setelah melihat raut masam Pangeran Gavin, “apa kau ingin ke suatu tempat dulu?”

“Tidak,” jawaban keluar dengan nada dingin dari mulut Pangeran Gavin.

Melihat hal itu, Astra tidak berani lagi berbicara ataupun bertanya. Dia tidak ingin memperburuk suasana hati pangeran. Astra merupakan salah satu dari tangan kanan Pangeran Gavin yang tugasnya adalah mengikuti kemanapun sang pangeran pergi. Dia sudah bekerja lebih dari 10 tahun di Kerajaan Wisteria. Sekalipun umurnya lebih tua dibandingkan umur Pangeran Gavin, namun dia tetap sopan dan patuh padanya.

Di Kerajaan Mandelein, Pangeran Louis mengumpat kesal sembari memaki-maki prajuritnya yang kembali dengan tangan kosong. Putri Olivia sudah lolos dari kejaran prajurit dan sekarang tidak diketahui di mana keberadaannya.

“Kalian semua tidak becus!! Menangkap satu gadis saja kalian tidak bisa!! Jumlah kalian jauh lebih banyak dibanding dengan satu orang!! Dasar sampah! Tidak berguna!” kata-kata kasar mulai keluar memekakkan telinga para prajurit yang bertekuk lutut di hadapan sang pangeran.

Untuk yang kedua kalinya, mereka membuat pangeran marah besar. Tidak ada yang bisa dikatakan ataupun dilakukan. Satu-satunya yang dapat menenangkan pangeran adalah keberadaan Putri Olivia.

“Maaf mengganggu, Pangeran. Saya mendapatkan laporan dari salah satu prajurit di dekat perbatasan, yang mengatakan ada kereta kuda milik Raja William yang melintas. Jika saya tidak salah mengira, kemungkinan Putri Olivia diselamatkan oleh Raja William dan dibawa ke kerajaannya,” Dean berusaha menjelaskan mengenai informasi yang didapatnya. Sekaligus berusaha menenangkan emosi dari pangeran.

Pangeran Louis seketika berhenti berbicara dengan tatapan tajam ke arah Dean, “kuharap kau tidak memberiku informasi palsu.”

“Tidak, Pangeran. Informasi ini didapat tadi pagi. Kemungkinan Putri Olivia berhasil melewati perbatasan dan sekarang berada di Kerajaan Wisteria,” Dean menjawab dengan nada tenang.

Sebuah seringai lebar terlihat jelas di wajah Pangeran Louis dan dengan tegas dia berucap, “cepat! Kerahkan prajurit elitku untuk menerobos dan menculik Putri Olivia di Kerajaan Wisteria!”

Di siang hari yang sangat panas. Matahari bersinar sangat terik, menahan siapapun untuk keluar dari rumah mereka. Dua penjaga gerbang bergegas membuka gerbang begitu mengetahui sang pangeran telah tiba. Dua kuda masuk ke dalam gerbang dan sudah disambut oleh petugas kuda yang bertugas membawa kuda-kuda kembali ke kandangnya.

Pangeran Gavin turun dari kuda dan menyerahkan kudanya pada penjaga kuda. Sekilas dia melihat ke arah kereta kuda milik ayahnya yang sudah terparkir di depan istana. Dengan langkah lebar, Pangeran Gavin berjalan meninggalkan Astra masuk ke dalam istana.

Kerajaan Wisteria terdiri dari dua bangunan megah. Bangunan pertama yang menjadi bangunan utama kerajaan, ditinggali oleh Raja William dan Almh. Ratu William. Sedangkan bangunan yang kedua, ditinggali oleh Pangeran Gavin beserta anak buahnya.

Pangeran Gavin terus melangkah melewati koridor kerajaan menuju ke ruangan miliknya yang berada di seberang koridor. Beberapa pelayan berlalu-lalang melewati Pangeran Gavin. Sapaan yang dilontarkan hanya dibalas dengan deheman dingin. Perhatian Pangeran Gavin teralihkan pada ruangan yang terlihat sangat sibuk. Ruangan tersebut tepat berada di samping ruang kerjanya.

“Kenapa ramai sekali?” Pangeran Gavin bertanya dengan nada tajam nan menusuk membuat mereka yang berdiri di depan pintu segera membungkuk kemudian berlalu begitu saja.

Karena tidak ada yang menjawab pertanyaannya, Pangeran Gavin memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan. Orang yang dilihatnya pertama adalah Raja William yang tengah duduk menghadap seseorang yang berbaring di tempat tidur.

“Apa yang Ayah lakukan di sini dan siapa ya–” ucapan Pangeran Gavin terhenti begitu melihat siapa yang tidur di atas kasur di sebelahnya.

Sebelum Pangeran Gavin bersuara, Raja William lebih dulu membungkam mulut anaknya kemudian menariknya keluar dari kamar, “kita bicara di luar.”

Pintu kamar ditutup. Raja William berdiri berseberangan dengan Pangeran Gavin yang mulai menunjukkan raut cemas dan bingung. Astra yang baru datang ikut bergabung. Dia berdiri tidak jauh dari Pangeran Gavin.

“Katakan padaku, Ayah. Kenapa Olivia ada di sini?” Pangeran Gavin bersuara, mengeluarkan pertanyaan yang mencuat dipikirannya.

Raja William menarik napas kemudian menghembuskannya pelan. Matanya menatap lurus ke arah putra semata wayangnya, “Ayah akan ceritakan semuanya. Tapi, berjanjilah untuk tidak mengamuk. Janji?”

Pangeran Gavin mengangguk, “aku mengerti.”

“Kerajaan Mandelein sudah tidak ada lagi, termasuk orang tua Putri Olivia,” Raja William mengucapkan satu kalimat untuk mempermudah penyampaian informasi pada Pangeran Gavin.

Hanya dengan satu kalimat, sudah berhasil menyulut api kemarahan di dalam hati Pangeran Gavin. Suasana hatinya sudah buruk ditambah dengan informasi yang baru saja diterimanya, membuatnya merasa ingin menghancurkan apapun yang ada di sekitarnya.

“Kau sudah berjanji untuk tidak mengamuk. Tenangkan pikiranmu,” Raja William menepuk-nepuk pundak anaknya berusaha membantunya untuk mengendalikan emosinya.

Pangeran Gavin sudah mengepalkan tangannya dengan sorot mata penuh kebencian dan amarah. Merasakan tepukan di bahunya, Pangeran Gavin berusaha mengatur emosinya. Berulang kali, dia menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan. Dia harus tenang. Setidaknya Putri Olivia masih selamat.

Melihat anaknya berhasil mengendalikan emosinya, Raja William tersenyum senang, “untuk saat ini, semua tugasmu yang berada di luar kerajaan akan Ayah selesaikan. Tugasmu untuk sekarang adalah menemani Putri Olivia hingga dia tidak lagi trauma dan juga menyelesaikan tugas yang ada di dalam kerajaan. Kau mengerti?”

Pangeran Gavin mengangguk, “aku mengerti, Ayah.”

“Bagus. Astra, tunjukkan padaku tugas yang belum diselesaikan,” Raja William berjalan meninggalkan Pangeran Gavin menuju ke ruangan milik anaknya.

“Baik, Yang Mulia,” Astra menunduk patuh kemudian mengikuti Raja William.

Pangeran Gavin berbalik dan masuk ke dalam kamar. Dengan langkah pelan, dia mendekat ke tempat tidur kemudian duduk di kursi tepat di samping tempat tidur. Dia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Kerajaan Mandelein merupakan rumah kedua baginya. Namun sekarang sudah tidak ada lagi. Hal yang terlupakan adalah pangeran tidak sempat bertanya siapa yang melakukan hal keji itu pada anggota keluarga Kerajaan Mandelein.

Pangeran Gavin menatap lekat wajah Putri Olivia di mana terlihat luka lebam di rahang, pipi, bahkan pelipisnya terdapat bercak darah. Dalam hatinya, dia mengutuk siapapun yang melukai Putri Olivia.

Perlahan namun pasti Putri Olivia membuka matanya. Kelelahannya perlahan mulai menghilang namun traumanya masih selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Dan itu sangat menakutkan baginya.

“Kau sudah bangun?” Pangeran Gavin bertanya pelan.

Bahkan dengan suara sepelan itu masih mengagetkan Putri Olivia. Dengan raut ketakutan, Putri Olivia menoleh ke samping kanannya dan mendapati Pangeran Gavin duduk di samping tempat tidurnya.

“Gavin...” Putri Olivia mulai berkaca-kaca dan perlahan mulai menangis.

Melihat hal itu, Pangeran Gavin beralih duduk di tepi tempat tidur kemudian menarik Putri Olivia ke dalam pelukannya. Tidak ada kalimat yang diucapkan olehnya. Pangeran Gavin hanya diam, membiarkan Putri Olivia menangis dipelukannya. Hatinya kembali tersayat-sayat melihat Putri Olivia menangis.

“Aku akan menghabisi siapapun yang membuatmu seperti ini. Aku bersumpah,” batin Pangeran Gavin.

Putri Olivia menarik dirinya, berusaha untuk menghentikan tangisannya.

Pangeran Gavin mengulurkan tangannya, menyeka air mata Putri Olivia, “maafkan aku karena tidak ada di sana semalam. Kau pasti mengalami hal buruk sendirian. Maafkan aku.”

Putri Olivia menggeleng pelan, “semua ini bukan salahmu.”

“Tapi... aku tidak ada ketika kau membutuhkanku adalah hal yang menyakitkan untukku,” Pangeran Gavin mengusap pelan punggung tangan Putri Olivia. Kepalanya menunduk, merasa bersalah atas ketidakmampuannya ada di sana waktu itu.

“Jangan salahkan dirimu, Gavin. Aku berhasil selamat dan ada di sini adalah sebuah keajaiban. Jadi, berhenti menyalahkan dirimu sendiri,” Putri Olivia berujar pelan. Seluruh tubuhnya masih terasa sakit. Ditambah lagi, perut sebelah kirinya yang terasa sangat nyeri. Kedua kakinya pun masih perih karena luka sayatan semak-semak.

Pangeran Gavin kembali menarik Putri Olivia ke dalam pelukannya, “aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu lagi. Aku akan selalu ada di sini menemanimu.”

Putri Olivia tersenyum, “terima kasih. Kau memelukku terlalu erat, Gavin. Tubuhku masih sakit.”

Spontan Pangeran Gavin melepas pelukannya, “maaf. Aku tidak sengaja.” Dia membantu Putri Olivia kembali berbaring lantas merapikan selimut yang membungkus tubuhnya.

“Bagian mana yang sakit? Sudah diobati?” Pangeran Gavin menatap dengan sorot mata sedih.

“Bagian kiri perutku sakit dan kakiku sepertinya terluka. Tadi juga sudah diobati,” Putri Olivia menjawab lirih.

Sekali lagi, Pangeran Gavin merasa hatinya tersayat-sayat mengetahui bahkan Putri Olivia terluka, “istirahatlah. Aku akan menjagamu di sini.”

.

.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #50 Love You (END)

    Hari silih berganti. Puteri Olivia dan Pangeran Gavin masih senantiasa menginap di Kerajaan Gambera. Hal yang berbeda hanyalah Norman yang sudah kembali ke Kerajaan Wisteria, membawa laporan terkait ucapan terima kasih dari Yang Mulia Geld yang ditujukan kepada Yang Mulia William. Panglima Murr pun sudah kembali, menyisakan Panglima Sam dengan beberapa pasukannya untuk mengamankan Kerajaan Mandelein. Berita kebenaran kejadian di dalam istana, sudah terdengar sampai ke telinga rakyat Kerajaan Mandelein. Di hari pertama, bahkan mereka berbondong-bondong mengunjungi istana untuk menanyakan kebenaran terkait berita tersebut. Beberapa dari mereka mengasihani keadaan Puteri Olivia, sedangkan yang lainnya menginginkan Pangeran Louis dihukum mati. Berakhirnya peperangan juga menjadikan akhir bagi Kelompok Mawar Hitam. Palte selaku pemimpin kelompok tersebut, diam-diam menemui Panglima Sam di Kerajaan Mandelein. Mencoba mengutarakan maksudnya. “Siapa kau? Dan apa tujuanmu datang padaku?” tany

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #49 Berakhir

    Crash!“Maaf terlambat. Kau baik-baik saja?” Gabriel muncul di samping Palte, memaksanya untuk kembali membuka mata.Siapa? Aku belum pernah bertemu dengannya.Gabriel berjongkok dan membantu Palte untuk berdiri. “Kita harus mengobati lukamu.” Sekalipun dia mendengar apa yang dipikirkan oleh Palte, namun Gabriel memilih untuk lebih dulu mengobati lukanya.Di seberang mereka, Azura pun sudah berhasil menyelamatkan Alex dan rekan-rekannya dengan memenggal kepala prajurit yang berada di sekitar mereka. Beruntung tidak ada luka parah pada mereka, jadi mereka bisa segera meninggalkan arena pertempuran.“Palte! Kau terluka! Astaga!” Noir panik ketika melihat Gabriel yang menyandarkan Palte di samping gudang.Gabriel melangkah mundur, membiarkan Noir mengobati Palte. Pandangannya pun beralih menatap Azura yang baru datang bersama Alex dan rekan-rekannya.“Tetaplah di sini. O

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #48 Sedikit Lagi

    Teriakan memilukan, tanpa bisa melakukan apapun. Tangan kanan Dean terpotong hingga bahu. Masih dalam keadaan terikat, tangan itu terpisah dari tubuh pemiliknya. Dean meraung-raung melampiaskan rasa sakit yang dirasakan di tubuh bagian kanannya. Darah pun keluar tiada henti. Rasa sakit yang membuat siapapun ingin menangis.“Sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Tapi kau malah tidak mau percaya padaku. Bagaimana rasanya? Sakit, bukan? Apa yang kulakukan padamu tidak ada apa-apanya dengan apa yang kalian lakukan pada orang tua Puteri Olivia. Kau sendiri sadar akan hal itu, kan?” Azura menyimpan belatinya seraya menjaga jarak dari Dean. Dia membiarkan Dean berteriak-teriak kesakitan. Sudah cukup baginya untuk saat ini menyiksa laki-laki di depannya, hanya sekedar untuk membuktikan dengan siapa dia berhadapan.Tak lama kemudian, Dean tidak sadarkan diri. Azura pun mengambil kain panjang yang selalu dibawanya untuk berjaga jika terluka. Kali ini dia akan menggunaka

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #47 Jangan Kabur

    “Astaga Gavin!” Yang Mulia William bergegas mendekat, membantu Astra meletakkan Pangeran Gavin di dalam kereta kuda.Astra bergegas mengambil kotak obat di kereta yang lainnya dan segera mengobati luka di punggung Pangeran Gavin. Sedangkan Gabriel meletakkan Puteri Olivia di kereta kuda yang lainnya. Dia masih belum sadar. Hampir saja, telat satu detik saja, Puteri Olivia mungkin akan mati tergantung. Gabriel melepaskan tali yang mengikat leher Puteri Olivia kemudian membuangnya asal.“Apa Puteri baik-baik saja?” Maya berdiri di samping kereta kuda, menatap cemas keadaan Puteri Olivia.Gabriel berdiri berseberangan dengan Maya, menatapnya kemudian beralih menatap Puteri Olivia. “Dia hanya tidak sadarkan diri. Temani di sini. Aku harus mengurus Azura.”Maya mengangguk mantap. “Dimengerti.”Gabriel melangkah cepat mendekat ke Azura yang dibaringkan di atas rumput di bawah pohon. Di sampingnya sudah ada

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #46 Sirius

    Dua ribu pasukan keluar dari hutan, membaur dan menebas pasukan dari Kerajaan Mandelein. Beberapa dari mereka bergerak cepat mengobati prajurit pimpinan Panglima Murr yang terluka, membawa mereka jauh dari peperangan.Ribuan pasukan yang datang membuat emosi Pangeran Louis seketika memuncak. Wajahnya merah padam. Tidak ada yang mengatakan padanya kalau akan ada pasukan bantuan. Sekalipun pasukannya terbilang banyak, namun yang dilihatnya saat ini adalah pasukannya yang semakin berkurang.“CEPAT HABISI MEREKA! KENAPA KALIAN MALAH KALAH? CEPAT MAJU!!!!”Prajurit yang merasa terpanggil bergegas melakukan apa yang diperintahkan. Mereka mulai bergerak mengepung Pangeran Gavin dan yang lainnya. Hampir seperempat pasukan mengepung mereka, dengan senjata di tangan mereka.Astra yang semakin terpancing emosi sontak berdiri di depan teman-temannya. Jika dia memiliki kemampuan kutukan, mungkin dia akan mengutuk mereka yang berada di sekitarnya dengan kut

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #45 Perang!!!

    Pangeran Gavin yang berada di tengah-tengah peperangan, menyadari keberadaan Putri Olivia di atas benteng. Perhatiannya pun teralihkan. Pedang yang semula bergerak menebas sana-sini, kini berhenti bahkan perlahan turun. Sebentar lagi, seharusnya dia bisa menyusup dan menyelamatkan Putri Olivia, namun apa yang terjadi saat ini membuatnya terdiam.Oliv...“Gavin! Jangan melamun!” Astra yang semula berjarak darinya segera mendekat seraya menghunuskan pedangnya pada prajurit yang menghalangi jalannya. Pangeran Gavin yang sama sekali tidak bergeming di sampingnya dengan pandangan ke arah benteng, membuat Astra melihat ke arah yang sama.Terkejut, tergambar jelas di wajah Astra, apalagi Pangeran Gavin. Jarak mereka dengan benteng masih sangatlah jauh. Ditambah lagi dengan ribuan pasukan yang mengepung mereka, membuatnya sulit untuk menjangkau dalam waktu cepat ke tempat Putri Olivia.“KAU DI SANA, GAVIN? KAU INGIN MENYELAMATKAN OLIVIA

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #44 Pagi yang Berdarah

    “Omong-omong, Gavin. Aku membawa pesan dari Yang Mulia William.” Astra berbalik menatap Pangeran Gavin yang tengah memijat pelipisnya.“Ap---”Bugh!Sebuah bogeman mentah mendarat di perut Pangeran Gavin dari Astra membuatnya meringis kesakitan. Siapa sangka Astra akan memukul perutnya dan itu terbilang cukup kuat.“Itu pesan dari ayahmu, Gavin. Dia menitipkan pukulannya padaku,” ucap Astra tanpa rasa bersalah sama sekali.“Uhuk! Uhuk! Sakit sekali. Kenapa ayah menitipkan hal yang tidak berguna padamu?” Pangeran Gavin mengambil duduk di atas jerami seraya menyandarkan punggungnya di tiang gudang.Astra pun ikut duduk bersila di samping Pangeran Gavin. “Karena kau dengan bodohnya sendirian di tempat tidak dikenal ini. Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu sebelum aku sampai, hm?”“Aku tahu hal itu tidak akan terjadi, karena itu aku tidak masalah sendiria

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #43 Road to War

    Noir menoleh. “Oh, mereka akan menginap di sini untuk malam ini,” tuturnya. Alex yang ikut menoleh, terkejut dengan keberadaan Pangeran Gavin dan Leo di desanya. Spontan dia berdiri di depan Palte dan Noir dengan dua pedang kecil di tangannya. “Kenapa anggota kerajaan ada di sini?” Mata itu memicing, menatap tidak suka ke arah Pangeran Gavin. “Anggota kerajaan?!” Noir memekik tidak percaya. Lambang Kerajaan Wisteria tersemat di sarung pedang milik Pangeran Gavin. Kerajaan di mana tugas mereka dijalankan. Palte yang baru menyadarinya ikut menarik pedangnya berdiri bersampingan dengan Alex. “Kami ke sini hanya untuk me---” Brak! Leo yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba tersungkur lemas. Dia tidak bisa jauh-jauh dari Kerajaan Wisteria dalam waktu yang lama. Jantungnya melemah. Pangeran Gavin berjongkok dan memeriksa kondisi Leo. Suhu badannya meninggi, keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. “Oi! Leo, bertahanlah!” Tanpa banyak berpikir, dia bergegas membawa Leo ke dalam gud

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #42 Desa Mawar Hitam

    Di ruangan perawatan. Norman keluar dari ruangan dan dihampiri oleh beberapa pelayan. Sarung tangan yang dipakainya segera dilepas kemudian meletakkannya di nampan yang disodorkan oleh pelayan padanya.“Apa Yang Mulia baik-baik saja?” tanya pelayan tersebut.Dandi berdehem. “Beliau sudah melewati masa kritis. Sisanya tinggal menunggu beliau sadar. Omong-omong, kalian melihat rekanku?”“Ada bersama Tuan Dandi di kamar Yang Mulia Geld.”“Terima kasih.” Dandi pun melangkah menuju ke tempat Gabriel. Hingga kasus ini diketahui siapa pelakunya dan memastikan Yang Mulia Geld sudah sadar, mereka berdua tidak bisa pulang begitu saja.Gabriel berjongkok tepat di depan bercak darah Yang Mulia Geld yang berceceran di lantai kamar pribadinya. Masih belum ada bukti lain kecuali darah di lantai. Gabriel bahkan dibuat pusing karena bukti yang sangat sedikit.“Bagaimana?” Norman melangkah masuk, ber

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status