Share

Princess Secret
Princess Secret
Author: HanaHima_

1. Gadis Chef dan Bartender

Aku menyukai uang, Karena membuat hidupku tenang.

-Valerie-

Sinar matahari sudah berada di atas kepala, Suasana musim panas hari ini membuat penduduk memilih untuk masuk ke dalam gedung pendingin, termasuk gadis memakai kaus biru laut tanpa lengan dan celana pendek senada. Namun, panggilan mendadak dari tempat bekerja membuat terpaksa untuk keluar dari apartemen. Gadis surai kecoklatan mengusap keringat di wajah, "dasar manager, awas saja hari ini tidak kasih aku gaji lembur."

Gadis itu terus gumam kesal dengan bahasa mandarin yang dipelajarin sejak kecil, membuat penghuni bis menatapnya pandangan aneh. Gadis darah blasteran itu masih gumam terdiam saat tas selempang bergetar, lalu mengambil handphone. Ia hanya melihat nama pesan langsung menyimpan handphone dalam tas.

Gadis bola mata hitam legam menghela napas sambil menatap gedung-gedung yang dilewati sejak pagi dirinya sudah merasa firasat buruk. "Semoga hari ini datang hal baik tanpa perlu mendengar amarah manajer dan bos,” keluhnya hela napas sambil pegang erat di handle grip bus.

Valerie melihat bus sudah hampir sampai di Distrik Restoran mewah, ia menekan tombol untuk keluar di halte. Kemudian turun dan berlari ke restoran yang menyediakan makanan khas Korea Selatan tempatnya bekerja. Valerie tidak masuk lewat depan Restoran, tetapi masuk jalur gang kecil Restoran itu. Setelah masuk, Valerie masuk ke ruang ganti pakaian wanita.

Pakaian one piece tanpa lengan berwarna biru diganti pakaian putih khusus koki, baju panjang dan celana panjang berwarna putih, tidak lupa topi untuk menutupi rambut. Gadis itu menghirup udara sejuk karena AC, duduk sebentar sambil minum air untuk menghilangkan rasa lelah dan roti rasa coklat yang sengaja dibawa.

"Valerie, cepat ke dapur. Kamu tahu pelanggan ingin makan masakan kamu?" Tiba-tiba suara wanita yang dikenalin olehnya terdengar. Gadis berumur dua puluh tahun tersenyum dan membalas wanita itu, "sebentar lagi, aku berlari ke sini. Kamu tahu, aku kemarin lembur sampai jam sepuluh malam, hari ini seharusnya libur, tetapi manager menyuruhku masuk."

Wanita itu ketawa, seperti biasa gadis tubuh mungil itu sering banyak bicara banyak hal, "waktu ku sudah berakhir. Semoga berhasil," ucap wanita itu menepuk bahu Valerie kemudian berjalan keluar ruangan. Valerie menghela napas berat mengikuti keluar ruang loker menuju dapur untuk kembali bekerja.

*****

Di dalam dapur restoran begitu sibuk, Valerie terus mengaduk sup dan saus sambil memberi perintah terhadap bawahannya, koki-koki magang kesulitan mengikuti ritme perempuan mungil itu. "Kamu mata sipit, letakan enam piring di sini!" perintahnya dengan sabar.

Valerie seorang asistent kepala koki, karena kepala koki tidak bisa hadir hari ini membuat Valerie harus menggantinya untuk intruksi kepada koki-koki magang.

Kedua tangan dan terus bergerak dengan intruksi Valerie sekali-kali ke koki-koki magang. "Berikan ini ke meja nomor satu," ucap Valerie memberikan tiga piring terakhir setelah pukul tujuh malam, waktu kerja berakhir.

Valerie tersenyum miring, "Sampai jumpa semua, waktu aku sudah berakhir. Chef Edward akan menggantikan aku, semoga berhasil." Ia sengaja menekan kalimat kedua, senyuman miring menatap bawahan dan magang di dapur.

"Kenapa harus Chef Edward?"

"Sialan, aku tidak mau!"

"Apa aku harus pura-pura sakit? Chef Edward terlalu kejam!"

Valerie hanya tertawa senang melihat anak bawahan mengumpat terang-terangan sebelum ada kepala koki yang terkenal dengan kekejamannya dalam hal masakan, kecuali anak magang hari ini masuk hanya menatap bingung orang-orang.

Setelah ganti pakaian one piece warna biru, tidak lupa Valerie memakai sweater yang sengaja ditinggalkan di loker menutupi kepala mendadak harus kerja tempat kedua, Valerie berjalan sambil membaca buku pelajaran struktur manusia sengaja dibawa dalam tas.

Valerie tidak ke halte bis atau tempat berhenti taksi, pekerjaan keduanya kurang lebih tiga puluh menit sampai melewati jalan terpendek. Karena terbiasa membaca sambil jalan, Valerie sama sekali tidak menabrak orang-orang dijalanan.

Handphone bergetar kembali, Valerie bisa melihat pesan gaji sudah masuk ke rekening. Gadis bertubuh asia itu tidak berhenti tersenyum lebar melihat saldo rekening ditambah gaji lembur dan bonus, tinggal gaji di Bar belum cair.

Setelah sampai di pintu belakang Bar, ia langsung menuju loker untuk mengganti pakaian dengan seragam khas bartender. Kemeja putih dengan rok pendek selutut berwarna merah gelap, Valerie membawa peralatan make up untuk terlihat lebih dewasa dan sepatu higheel.

Wajah Valerie cenderung baby face dan tubuh standar asia, setiap mau masuk ke Bar atau tempat dewasa harus menunjukan kartu pendudukan agar bisa masuk. Valerie pun belajar make up punk agar bisa masuk, termasuk bekerja di Bar.

Valerie melihat ke depan cermin, menjadi bartender harus terlihat rapi dan segar ke pengunjung, tidak berlebihan ataupun pucat. Rambut kecoklatan yang tadi berantakan sudah di sisir sampai pinggang, dan ikat menyerupai ekor kuda.

Melihat dirinya sudah rapi dan segar, Valerie pun menuju meja penuh dengan botol-botol dan suara bising. "Hei, Bos berada di mana sekarang?" tanya Valeria menepuk rekan kerjanya yang sedang menggosok gelas kecil.

"Dia sedang pergi, sana layanin Tuan Brian, dia menunggu Kamu," jawab pria lebih sangat tinggi, Valerie tersenyum miris. Rekannya ini tinggi 183 cm, sedangkan Valerie 158 cm, normal di asia tetapi kecil di Benua Eropa, tempat Valerie lahir dan dibesarkan Negara Inggris.

"Apa kabar Tuan Brian, segelas Mojito seperti biasa?" Wajah pria berumur hampir kepala tiga ini tersenyum kecil dan mengangguk saat gadis kecil langganan datang. Gadis mungil dengan tangan yang terampil mulai membuat mojito.

Bagi seorang bartender lebih sulit membuat minuman mojito dari pada minuman yang lain, termasuk Valerie saat itu. Namun itu dulu,sekarang Valerie sudah terbiasa dengan minuman mojito karena bagi orang-orang minuman buatannya sangat lezat sampai mempunyai langganan tetap, Tuan Brian tanpa terkecuali.

"Kamu tahu, Kecil? saya dibilang selingkuh oleh wanitaku, padahal saya sedang bekerja untuk mengawasi saja, kebetulan salah satunya seorang gadis," ucap Brian mulai sesi keluh kesahnya, Valerie tersenyum mendengarkan sambil memasukan air jeruk nipis ke gelas shaker untuk dikocok.

"Kamu tahu sendiri aku ditugaskan di sini untuk mengawasi mereka, tetapi dituduh selingkuh sama wanitaku...," Brian menghela napas panjang, "... andaikan aku sama wanitaku dekat, sudah menjelaskan panjang lebar sambil mesra."

Valerie mengambil gelas collins yang sudah didinginkan terlebih dahulu. "kenapa tidak menjelaskan di handphone, teknologi semakin canggih, Tuan. Tidak perlu mengirim surat seperti biasanya."

"Di sana tidak ada handphone, Kecil. kalau pun ada, akan merusak alam dan mereka akan marah," keluh Brian menangis sambil memukul meja, beruntung meja pengunjung terpisah beberapa senti dari meja bartender.

Kadang Valerie bingung dengan penjelasan pelanggan tetapnya itu, tetapi demi kesopanan ia tetap menjawab. "Gimana kalau anda meminta libur dengan atasan? walaupun hanya dua tiga hari, bisa mengobati rasa rindu."

"Anda ingin saya dibunuh?"

"Tuan, liburan itu butuh oleh semua makhluk hidup, atasan anda pasti mengerti," sarannya sambil menuangkan es ke dalam gelas secara hati-hati.

"Atasan saya saja tidak pernah berlibur, gimana saya sebagai bawahan minta libur?" Valerie sedikit terkejut, tetapi melihat dirinya juga sangat jarang liburan tidak berkomentar liburan lagi.

"Kalau gitu belilah oleh-oleh sebanyaknya khusus wanita di sini, pasti wanitamu tidak akan menolak, Tuan. Apalagi di London banyak fashion yang selalu ada dimana-mana, wanita pasti tidak akan menolak," jelas Valerie sambil meletakan minuman Mojito yang sudah jadi, Brian mengambil gelas terisi Mojito dan menyegarkan tenggorokannya.

Valerie sudah terlalu sering mendengar keluh kesah pengunjung Bar. Walaupun bukan Bar besar yang terisi orang-orang untuk one night, tetapi Bar ini terdengar minuman berbagai rasa yang unik.

Contoh minuman mojito buatan Valerie yang berasa asam, manis, dan segar ada rasa lain didalamnya sesuai suasana hati. Tuan Brian meminta minuman mojito karena akan lama berada di sini dan pasti membutuhkan rasa pahit untuk keluh kesah. Maka dari itu, Valeria membuat sedikit rasa pahit tercampur jadi satu yang bisa merasakan kelezatan ingin keluh kesah sebanyak-banyakannya.

Valerie mulai sibuk, banyak pesanan minuman. Bartender hanya empat orang hari ini mulai kelawahan, sampai Tuan Brian memesan mojito lagi, perempuan itu menatapnya dingin. Melihat gadis kecil itu menatapnya kesal, seperti bilang kalau mesan mojito lagi, kau akan ku usir dari sini.

Semakin malam, semakin ramai. Padahal besok bukan hari libur, tetapi banyak yang berkunjung ke Bar. Barulah pukul lima pagi sudah sepi, hanya tiga orang, termasuk Tuan Brian masih duduk tepat depan Valerie bekerja.

Valerie membuka kerah dua kancing dan dasi pita yang selama ini melekat, "pengunjung hari ini benar-benar ramai, aku pulang lebih cepat. Siang harus kumpulkan tugas dan baru satu perempat selesai...," Valerie menghela napas lalu mulai mengelap meja, "... maafkan kakak-kakak, aku tinggal dulu. Kalau aku gaji nanti traktir kakak roti. Sampai jumpa."

Ketiga bartender dan pengunjung tertawa, terdengar oleh Valerie sampai wajah sedikit memerah. Ia pun buru-buru berpakaian, lalu kembari ke apartemen sederhananya.

****

"Roti, daging, bumbu, selai coklat, sayuran, minuman dingin, mie instan, dan keripik. Besok mengerjakan tugas dan kuliah, lalu bermalas-malasan, senangnya punya uang," ucap Valerie senyum sambil melihat belanja, senyuman terus dihiasin oleh wajah manisnya. Namun, saat tangga terakhir dinaikin, ia melihat seseorang yang harusnya tidak ditemui.

"Anda! gadis nakal! Sudah mengabaikan pesan dan telepon saya! tidak tahu diri anda, gara-gara anda, Kakak saya meninggal!" teriak seorang wanita gemuk dengan perhiasan mencolok.

Teriakan wanita yang sangat dikenalinya membuat amanah naik, padahal Valerie sudah mendapatkan uang dan bersenang-senang, tetapi wanita mau separuh bay aitu menganggunya, lagi.

Valerie tidak terima dihina membalas, "itu sudah puluhan tahun berlalu! saya hidup juga dari warisan orang tua saya! anda dan saudara-saudara anda yang sangat serakah mengambil waris yang seharusnya menjadi milik saya!"

"Kau-"

Tiba-tiba rambutnya ditarik ke depan, tidak hanya itu wanita gemuk mencakar wajahnya dengan kuku-kuku tajam. Valerie mendorong wanita itu sampai jauh, kemudian gadis mungil itu menginjak wajah sang bibi dengan tenaga.

Namun, Valerie tidak memperhatian penjaga bibi melihat dirinya menyiksa, mereka mulai berjalan ke arahnya. Langkah gesit mulai menurunin tangga, "bajingan, awas kau!" teriak wanita gemuk itu diabaikan oleh Valerie.

Valerie bisa saja berantem melawan empat penjaga itu, tetapi ia melihat pistol yang siap ditembak kapan saja. Valerie tidak terima mati mengenaskan, apalagi kematiannya membawa berkah untuk wanita gemuk itu dan mereka, Valerie hanya ingin hidup tenang saja.

Valerie yang cepat dan gesit menghindar peluru penjaga bibinya, tanpa disadari orang pakai jubah hitam sudah siap menembak dirinya.

Dor!

Valerie berhenti menurunin tangga, darah mulai mengalir tepat sebelah jantungnya. Bukan para penjaga yang menembaknya, mereka masih jauh di atas. Namun, sosok berpakaian serba hitam dan topeng menutupin setengah wajah atasnya. Varelie langsung jatuh dengan mata menatap tajam pelaku yang membunuhnya. 'Brengsek! Aku akan getayangin mu sampai kau tidak bisa hidup!' ucap batinnya sambil menekan darah di dada sebelah kiri.

Wajah tanpa eksresi itu meninggalkan dirinya yang sudah sekarat. Penglihatan Valerie mulai menurun, hal terakhir yang dia ingat adalah gajian bersamaan dalam dua tempat belum dirasain sama sekali.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status