Keesokan harinya, seluruh tubuhnya terasa sakit hingga dia nyaris tidak bisa bergerak. Terutama di bagian pinggang ke bawah, yang masih sakit akibat kejadian semalam. Dia benar-benar tidak menduga kalau pria yang dia sukai itu ternyata memiliki sisi lain yang berhasil memuaskan hasratnya untuk bercinta dengannya semalaman. Kalau saja bukan karena hari ini mereka harus kembali bekerja, mungkin dia akan meminta Detroit untuk melanjutkan apa yang mereka lakukan semalam.
"Lewis?"
"Hm?"
"Besok lusa kamu libur?"
"Iya. Kenapa?" tanyanya, mengarahkan tangan Detroit ke arah bibirnya dan menjilatinya perlahan.
"Hm, bagus. Kalau begitu besok lusa aku akan menjemputmu di rumahmu. Aku ingin mengajakmu pergi ke suatu tempat."
Dia langsung menghentikan kegiatannya tadi dan menatap pria yang berbaring di sampingnya itu dengan wajah kebingungan. "Memang kamu mau ngajakin aku ke mana?"
Keesokan harinya, dia mengetukkan jemarinya di atas mejanya selama hampir seharian. Dia merasa gelisah dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. Bukan karena dia merasa frustrasi setelah dia gagal merasakan orgasmenya sejak kemarin. Namun karena dia merasa ada yang kurang dengan suasana di kedai kopi milik kakak tirinya itu yang kini mulai ramai oleh para pekerja kantoran yang ingin beristirahat sejenak dari rutinitas harian mereka. "Enaknya putar lagu apa ya?" gumamnya, menatap layar ponsel yang berisi playlist lagu kesukaannya. Baginya, ini saat yang tepat untuk memasukkan latar musik agar pengunjung kedai kopi ini merasa betah untuk tetap berlama-lama di sini, selain tentunya karena layanan Wi-Fi gratis yang dia cantumkan di depan toko (meski sebenarnya diam-diam dia memasukkan biaya tagihan Wi-Fi ke semua menu yang ada di kedai kopi itu agar tidak diketahui para pelanggannya, yang tentu saja tidak akan dia beritahukan pada para pelanggannya). Sayup-sayup dia mendengar suara mus
Di hari liburnya, dia berencana untuk menghabiskan waktunya dengan beristirahat seharian. Namun begitu dia teringat akan perkataan Detroit dua hari yang lalu itu, dia segera bangun dari tempat tidurnya dan bersiap-siap. Dia sudah tidak sabar menantikan panggilan masuk dari Detroit, yang mengajaknya pergi ke suatu tempat hari ini. Beberapa kali dia mengganti pakaiannya, mencari pakaian yang sekiranya cocok untuk kencan pertamanya dengan pria yang menjadi cinta pertamanya itu sampai akhirnya dia menemukan salah satu kaos lengan panjang berwarna hitam pemberian Nora beberapa waktu yang lalu dan celana panjang berwarna putih yang sepertinya serasi dengan atasannya itu. Meski awalnya dia agak ragu untuk mengenakannya, namun ternyata dia sama sekali tidak membenci kaos itu, yang membuatnya terlihat lebih imut dari biasanya."Tapi apa iya kalau dia mengajakku untuk kencan pertama?" gumamnya, sembari
Setelah dia berhasil membujuk Detroit agar memperbolehkannya untuk makan di restoran fast food kesukaannya, dia segera berlari meninggalkan Detroit menuju restoran itu dan masuk ke dalamnya. Dia sempat terkejut begitu melihat antrian yang cukup banyak di depan satu meja kasir, sementara dua kasir lainnya ditutup untuk alasan yang tidak dia ketahui (entah karena jam istirahat atau memang sengaja tidak dibuka). Namun dia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya dan tetap berniat untuk memesan menu makanan dan es krim kesukaannya di tempat itu.Dia mencoba untuk mengabaikan suara perutnya, yang seakan merengek memintanya untuk menerobos antrian dan memesan apa yang ingin dia pesan dari tadi. Untungnya, dia berhasil mempertahankan moralnya untuk tidak mengacaukan antrian di restoran itu dan memilih untuk menunggu di belakang seorang pria paruh baya yang tubuhnya begitu besar hingga sang
Wajah Lewis saat dia menekan penisnya dengan sebelah lututnya itu terlihat begitu imut di matanya. Apalagi saat dia merasakan penis Lewis yang tegang di balik celana panjang yang dikenakan oleh laki-laki itu, yang membuatnya semakin ingin mengisengi Lewis dan melihat seberapa jauh laki-laki itu menahan gerakan lututnya saat ini."Hngg… Detroit. Kakimu…"Dia tidak menanggapi perkataannya tadi dan semakin kuat menekannya, hingga Lewis tidak bisa lagi menahan keinginannya untuk mengeluarkan suara desahannya, yang terdengar begitu manis di telinganya."Ah… Detroit.. tolong hentikan gerakan kakimu sekarang. Ah…""Apa kamu mau kita lanjutkan di mobil
Clara mengamati selembar tisu yang diberikan oleh salah satu pria yang dia temui di kedai kopi miliknya yang baru buka kemarin lusa. Dari alamatnya saja, dia sudah menduga kalau lokasi yang diberikan oleh pria yang bernama Detroit Thompson itu adalah hotel atau semacam penginapan. Tidak mungkin rasanya pria itu akan memberikan alamat tempat tinggalnya pada orang asing sepertinya. Terlalu beresiko. Tapi yang membuatnya bingung adalah alasan mengapa Detroit langsung memberikannya alamat tempat dia dan pria yang tengah dia incar itu sering 'bermain' pada orang asing sepertinya. Pasti ada maksudnya mengapa dia melakukannya, yang masalahnya dia sama sekali tidak bisa menerka alasannya. Lalu dia meletakkannya di atas meja kerjanya dan mulai membayangkan seperti apa pertemuannya dengan kedua pria itu Sabtu depan nanti.Dia lalu mengingat pertemuan pertamanya dengan mereka berdua. Waktu itu dia hanya
Syukurnya rencana yang diusulkan oleh sekretarisnya kemarin berjalan dengan sangat lancar. Kini dia tidak perlu pusing lagi memikirkan soal rencananya untuk memperluas cabang perusahaannya yang pasti akan ditolak oleh mereka kalau dia tidak mengikuti saran sekretarisnya. Sekarang yang perlu dia lakukan adalah memastikan semuanya berjalan lancar sesuai dengan rencananya dan meminta bantuan sekretarisnya untuk mencari daftar orang-orang yang bisa menggantikan posisi para dewan komisaris itu. Dia ingin secepatnya mengganti mereka dengan orang-orang baru yang lebih muda dan berpikiran terbuka, karena akan sangat membantunya dalam mengembangkan bisnisnya yang masih terpusat di kota ini.Soal para dewan komisaris yang mungkin akan memarahinya karena melakukan hal-hal yang di luar sepengetahuan mereka itu urusan nanti. Kalau sampai mereka berani macam-macam dengannya, akan dia pastikan untuk m
Sesampainya di kamar sebuah hotel yang terletak cukup jauh dari tempat kerja mereka, Clara segera menarik Scott dan mendorong tubuhnya hingga membentur dinding kamar hotel tempat mereka menginap saat ini. Dia yang sudah tidak sabar lagi ingin merasakan tubuh Scott, segera menutup pintu kamar mereka dengan salah satu kakinya sebelum mendaratkan ciumannya di bibir tipis pria itu. Sementara tangannya mulai bergerak menelusuri tubuh atas pria itu yang masih memakai pakaiannya tanpa berniat untuk menghentikan sesi ciuman mereka saat ini."Scott... Apa kamu keberatan jika aku membantumu melepaskan pakaianmu?" tanyanya setelah dia melepaskan ciumannya dari bibir pria itu."Tentu saja aku nggak keberatan. Hmm..." jawab Scott yang kembali mengeluarkan suara desahannya begitu dia mengelus bibir pria itu yang seakan mengundangnya untuk ke
Malamnya, Scott terbangun dari tidurnya setelah mereka bercinta selama beberapa kali sejak istirahat siang tadi. Tangannya lalu mengarah ke wajah wanita yang masih tertidur di sampingnya, mengelus kulit wajah wanita itu yang terasa begitu lembut di tangannya. Rasanya seperti mimpi dia bisa melakukannya bersama Clara Young, wanita yang dia temui di Raymond Café, kedai kopi yang baru buka beberapa hari yang lalu itu. Apalagi wanita itu memiliki ketertarikan yang sama dengannya dan Detroit, membuat Clara terlihat berkali-kali lipat lebih sempurna dari wanita mana pun yang hanya bisa dia lihat dari kejauhan selama ini.Scott lalu memejamkan kedua matanya, mencoba mengingat kembali kapan dia pernah benar-benar mendapatkan kesempatan secara langsung untuk tidur bersama wanita seperti Clara Young ini. Sebelum bertemu dengan Clara, dia tidak pernah benar-benar mendekati wanita lain dan meminta