Kilas balik
"Jelaskan padaku Dis, apa maksud ucapanmu itu? Jangan memfitnah mamiku begitu rendah hanya karena kamu tidak suka padanya."
Aku tahu Yudhis tidak menyukai Mami, tampak dari gesturnya yang selalu menghindari Mami dan kurang begitu menanggapi omongan Mami kalau lagi bicara padanya.
Kukejar Yudhis sampai ke kamarnya dan menggedor-gedor kamarnya sampai ia akhirnya mau membukakan pintu. Tanganku segera menarik kerah bajunya dengan begitu kasar.
Yudhis menghentakkan tanganku hingga terlepas.
"Santai, Bro. Aku juga bisa marah. Pukulanmu itu belum sempat kubalas. Jangan sampai aku balas sekarang." Matanya mendelik sinis ke arahku.
"Pukul! Pukul dimanapun kamu mau, ini!" Kudekatkan pipi dan badanku ke arahnya.
Yudhis hanya tersenyum.
POV AlanKakek menampar Mami. Aku terkejut, begitupun yang lain.Kedua netra Mami memerah. Ia memegang pipi bekas tamparan Kakek. Pasti sakit karena Mami meringis seraya mengusapnya."Kakek!" Shanum maju ke depan Mami, menggelengkan kepala ke arah Kakek seperti menolak tegas perlakuan kasar Kakek barusan. Sedang aku masih terpaku membeku karena syok dengan yang barusan terjadi."Mami ti--""Aww …." Shanum terdorong hingga terjatuh. Niat Shanum ingin menolong Mami malah dibalas dengan dorongan keras."Mami!" Teriakku tidak terima. Yudhis sigap membantu Shanum berdiri karena posisinya yang lebih dekat. Sedangkan aku Bergegas menghampiri Mami dengan raut wajah kecewa."Sekarang kamu paham kan, Num, siapa yang harus kita bela dan yan
POV ShanumAku dan Alan saling diam tidak ada yang memulai ingin bicara. Alan fokus menyetir. Sedangkan aku mencoba menikmati pemandangan jalan yang sesak dengan berbagai kendaraan yang sedang melintas.Pikiranku masih melayang ke peristiwa yang baru saja terjadi, yang mengungkapkan sebuah kebenaran menyakitkan.Hatiku sakit mengetahui kalau Tante Anya ternyata tidak bisa menerima kehadiranku di dalam hidupnya. Ditambah kebenciannya pada Bunda. Aku tidak tahu apa tanggapan Bunda kalau tahu semua ini. Namun rasaku tidak seberapa dengan apa yang dirasakan Alan. Dia pasti sangat hancur mengetahui ibunya hanya bersandiwara merestui hubungan kami dan berupaya melakukan segala hal untuk menghancurkan hubungan ini. Bahkan hampir membuat Alan terpuruk. Fitnah dan jebakan itu tidak masuk di akal kalau ternyata idenya itu berasal dari ibunya sendiri. Terlalu jahat. 
"Biasa saja lihatnya jangan kaget gitu. Aku serius," balasnya. "Se-ka-rang? Tapi mamimu?" "Tahun depan, ya sekarang Sayang. Kan kita lagi di jalan menuju rumahmu. Soal Mami biar Papi yang urus. Oh, ya. Hari ini weekend, apa Ayah-Bundamu ada di rumah?" Aku mengangguk mengiyakan. "Ada Nenek juga," imbuhku. "Benarkah? Kamu beruntung ya. Papiku kalau Minggu baru libur. Hari Sabtu begini dia tetap kerja." Aku jadi merasa kasihan dengan Alan. Pantas Alan sering merasa kesepian. *** Semua keluarga lengkapku berkumpul di ruang keluarga. Belum ada yang memulai bicara setelah selesai berbasa-basi menyapa Alan yang mendadak datang ke rumah. Aku belum memberitahukan kalau Alan sudah balik d
POV AlanPulang dengan tangan hampa, itulah yang kubawa dari rumah Shanum. Restu mereka masih terhalang keikhlasan hati Mami. Bahkan Bunda Delia sudah memberi peringatan akan membatalkan pertunangan kami kalau Mami masih belum berubah. Aku tak tahu keadaan di rumah seperti apa setelah kutinggal pergi. Apakah Papi sudah pulang dan bisa mengatasi keegoisan Mami? Kulajukan kendaraan roda empat dengan kecepatan sedang, membelah jalan raya ibukota menuju rumah.***"Lan, kamu masih di rumah Shanum?" Papi menelepon. Kulirik jam, baru dua jam meninggalkan rumah, mengantarkan Shanum pulang."Tidak, ini lagi di jalan mau pulang. Kenapa, Pi?""Bagus, Papi tunggu di rumah. Kita harus bicara," jawabnya. Artinya Papi sudah ada di rumah. Entah seperti apa situasi di sana. Dari nada suaranya terdengar serius. Apa Papi sudah bicara dengan M
Aku berjalan gontai menuju kamar Mami. Kuketuk pintu kamarnya yang tertutup rapat.Tidak ada sahutan dari dalam. Tidak mungkin Mami tidur, dia baru saja masuk.Kucoba mengetuk lagi dengan memanggil namanya. Masih tidak ada suara dari dalam. Terpaksa kubuka pintunya tanpa izin darinya."Mami.""Mam, Alan masuk ya?" Izinku berseru memanggil namanya. Aku membuka pelan dan masuk ke dalam. Kulihat Mami duduk di tepi ranjang masih dengan tisu di tangan. Air mata meleleh di kedua pipinya.Kudekati dan duduk di bawahnya. Berjongkok dengan meraih tangannya tapi malah ditepis. Mami pasti marah padaku.Aku bangun dan duduk di sampingnya. Ia menggeser badannya menjauhiku."Mami marah?"Ia diam. Tidak menyahut.
POV Shanum"Num, kamu bisa temanin Bunda?" Dahiku mengernyit."Kemana Bun? Shopping?" Aku bertanya antusias dengan senyum terkembang sempurna. Bayanganku Bunda ingin membelikanku baju, khusus buat pertemuan dua keluarga biar tampil cemerlang di sana."Shopping aja pikirannya, ya bukanlah Sayang. Bunda mau ngajak kamu ketemuan sama seseorang. Lebih tepatnya temani Bunda menemui orang spesial," jelas Bunda seraya merangkulku. Ia menekankan kata 'spesial'."Siapa?" Alisku saling bertaut saat bertanya. Mimik wajah Bunda saat mengatakan kata spesial membuatku curiga. Tumben Bunda minta ditemani buat ketemu seseorang. Biasanya juga kan perginya sama Ayah, bukan anaknya. Apa jangan-jangan Bunda mau jodohin aku sama anak temannya dan membatalkan pertunanganku dengan Alan? Oh, tidak. Aku tidak mau. Biasanya kan kalau orang tua mengajak anaknya perg
POV AlanSeharian ini aku persis seperti bodyguard. Mengikuti kemana langkah Mami pergi. Dari mengantarkannya bertemu Bunda, hingga pergi ke supermarket bagian perlengkapan kue. Ini untuk pertama kalinya kulihat Mami mengunjungi tempat yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya. Aneh"Untuk apa Mami masuk ke sini?" Aku bertanya saat Mami memilih benda asing di mataku."Inih," jawabnya seraya menunjukkan salah satu benda berbahan aluminium berbentuk persegi dengan ukuran besar."Untuk?" tanyaku heran."Buat kue." Mami berjalan pelan memperhatikan benda tersusun rapi yang berada di sampingnya."Maksudnya, Mami yang akan membuat kue?" tanyaku tidak percaya.Mami menganggukkan kepala, tapi matanya terfokus pada deretan rak-rak seperti sedang
POV Shanum"Maaf, saya tidak setuju."Kaget.Ayah?Ada apa dengan Ayah? Kenapa ia tidak setuju?Kutatap wajahnya dengan khawatir. Tidak mungkin Ayah akan membatalkan pertunangan kami. Ayah bersikap biasa saja. Bahkan tidak ada pembicaraan serius di rumah mengenai hal tersebut. Malah Bunda lah yang paling nampak kesulitan menerima Alan sebelum adanya pertemuan dengan Mami Anya."Apa Alan melakukan kesalahan? Atau Delia masih marah dengan Anya?" Tebak Kakek Atma dengan Kening mengernyit. Mencoba mencari tahu.Semua mata menatap bergantian ke arah Bunda dan Mami Anya.Bunda cuma tersenyum tipis dan menggeleng cepat. Begitupun Mami Anya. Mereka saling melempar senyum meski tampak kebingungan di wajah merek