"Sepertinya ini sudah saatnya aku mengakhiri semuanya, aku harus segera lepas dari belenggu ini. Aku tidak ingin terus berada di bawah bayang-bayang Mas Fatih, aku harus selesaikan semua masalah ini sekarang juga," ucap Wulan. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga untuk menemui Fatih."Mas …" panggil Wulan pelan. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Wulan."Ada apa Wulan? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Fatih penasaran."Ikut aku, Mas kita bicara di kamar Mbak Sarah." Wanita itu pun berjalan menuju kamar Sarah dan di ikuti oleh Fatih di belakangnya. "Ada apa Wulan? Kenapa kita harus berbicara disini?" Kali ini Fatih terlihat heran. Tak biasanya Wulan mengajak ia berbicara di kamar Sarah."Mas, aku ingin kamu lihat dan dengar semuanya, kau tau apa yang membuat Mbak Sarah lumpuh?" tanya Wulan dan langsung dijawab gelengan kepala oleh Fatih."Racun! Racun yang Mbak Sarah dan Ibu siapkan untuk aku, racun yang mereka pakai untuk membunuhku,
"Baiklah, Wulan … jika itu permintaanmu agar kau mau memaafkan kejahatan keluargaku padamu, aku akan menceraikanmu," ucap Fatih pasrah."Tapi–bagaimana dengan kandunganmu?""Kau tidak usah khawatir, Mas. Sejujurnya aku tidak hamil. Aku hanya pura-pura hamil," jawab Wulan membuat Fatih bingung."Pura-pura hamil? Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti Wulan," "Awalnya aku memang berniat untuk balas dendam dengan pura-pura hamil, aku ingin menjebloskan ibu dan Kakakmu ke penjara. Namun, hatiku tak tega jika ibu dan mbak Sarah yang sakit itu harus mendekam di jeruji besi, aku masih punya hati untuk tidak membalaskan dendamku. Tuhan tidak akan tidur, biar ia yang balas semuanya," ucap Wulan membuat Fatih tak berkutik. Ia tidak mungkin marah dan kesal kepada istri pertamanya itu. Karena Wulan sudah jauh lebih menderita dari pada rasa kecewanya karena ternyata Wulan tidak hamil.***Setelah kejadian itu Fatih pun mau mengabulkan permintaan Wulan. Setelah menandatangani surat gugatan perceraian
"Wulan, apa kabar?" tanya Gio menatap wajah Wulan dengan jantung yang berdegup kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu.Wulan masih berdiri mematung, rasa tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Gio. Netra mereka saling bersitatap penuh makna. Entah, perasaan apa yang timbul. Yang jelas, saat ini Gio ingin sekali memeluk tubuh wanita yang sempat hilang itu, ingin rasanya Gio memeluk Wulan dan mengatakan jika ia sangat merindukannya dan tak ingin lagi jauh darinya. Namun, itu hanya angan-angan. Diantara mereka tidak ada ikatan apapun, tidak mungkin Gio lancang memeluk Wulan.Begitupun dengan Wulan, entah kenapa ia merasa kehilangan saat Gio memutuskan untuk pergi tanpa kabar. "Pak Gio kemana saja? Kenapa baru muncul?" tanya Wulan dengan suara serak. Rasa haru itu membuat netra mereka berdua berembun."Saya sibuk, banyak urusan. Tidak sempat mengunjungimu, pertanyan saya belum kamu jawab? Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Bapak liat," sahut Wulan tersenyum.
"Sudah berapa kali ibu katakan, Wulandari itu bukan istri yang baik, dia itu wanita ceroboh! Kamu lihat sendiri' kan, menjaga janin di dalam perutnya saja dia tidak becus! Kalau seperti ini terus, kapan ibu bisa punya cucu?! Lebih baik kau segera ceraikan dia dan menikahlah dengan Eva! Ibu tidak ingin memiliki menantu pembawa sial seperti dia" Suara Bu Ratna membuat Wulandari menghentikan langkahnya.Wanita itu terkejut bukan main, Ia tidak menyangka akan mendengar pernyataan menyakitkan itu dari mulut ibu mertua yang selama ini ia hormati dan ia sayangi seperti ibu kandungnya sendiri. Jika bukan karena ponsel suaminya yang terus berdering, Wulan tidak mungkin memaksakan dirinya turun dari ranjang untuk memberikan ponsel itu pada sang suami. Nama atasan sang suami yang terpampang di layar membuat Wulan terpaksa harus berjalan tertatih untuk menghampiri suaminya. Namun, baru sampai di ambang p
Fatih berjalan menghampiri ibunya dengan tatapan tajam penuh tanya. "Tolong jelaskan pada Fatih, Bu. Apa maksud ibu berbicara seperti itu?" ucap Fatih meminta penjelasan, pria itu berdiri tepat di hadapan sang ibu."Kenapa Ibu diam saja? Ayo jawab, Bu. Kenapa ibu menuduh Wulan sengaja membunuh anaknya sendiri?" Melihat Bu Ratna mengacuhkan pertanyaannya, Fatih pun mulai geram, kali ini ia bertanya dengan nada satu tingkat lebih tinggi dari sebelumnya dan itu sontak membuat Bu Ratna murka."Jangan kurang ajar kamu Fatih! Berteriak pada ibumu sendiri, apa tidak bisa kamu bicara dengan nada yang halus dan sopan?""Fatih hanya ingin penjelasan, Bu. Kenapa ibu diam saja?""Kamu itu terlalu bodoh jadi suami! Coba kamu pikir, Wulan tidak pernah melakukan pekerjaan berat, semua kebutuhannya pun terpenuhi, tapi kenapa dia bisa dua kali keguguran? Kamu tau kan Fatih, wanita hamil bisa keguguran jika dia terlalu capek beraktivitas, jika dia kelelah
Dengan wajah panik, Sarah pun segera menghampiri adik iparnya itu. Ia tidak ingin Wulan curiga dan mengetahui semua percakapan mereka. Bagaimanapun juga kondisi Wulan saat ini sedang tidak baik, Sarah khawatir jika adik iparnya itu akan semakin terpuruk jika ia mendengar tuduhan keji yang dilontarkan ibunya."Maaf, ya' Wulan, gara-gara kita ngobrolnya terlalu asik, kamu sampai terbangun. Oh iya, bagaimana kondisi kamu? Sudah baikkan?" tanya Sarah mengalihkan pembicaraan. Ia mengelus pundak Wulan dengan lembut."Alhamdulilah, Mbak. Aku udah baikkan, tinggal lemesnya saja. Oh iya, tadi kalian lagi ngebahas apa? Ko kelihatannya serius banget, ada masalah?" tanya Wulan penuh selidik. Meskipun Ia yakin mereka tidak akan menjawabnya, tapi apa salahnya jika Wulan pura-pura bertanya. Wulan hanya ingin tahu sejauh mana ibu mertuanya menyembun
"Astagfirullah ibu, tega sekali ibu berkata seperti itu?" ucap Wulan lirih. Wajahnya memerah dengan mata berembun. Kali ini hatinya benar-benar terluka dengan perkataan ibu mertuanya itu. "Wulan juga ingin seperti wanita lainnya, Bu. Wulan ingin melahirkan dan punya anak. Wulan juga ingin sekali memberikan ibu cucu. Keguguran itu bukan atas kehendak Wulan. Jika Wulan boleh memilih, Wulan juga tidak ingin kehilangan janin Wulan,""Alah, omong kosong! Jika kamu memang tidak ingin kehilangan janinmu, harusnya kau jaga kandunganmu dengan baik, kau itu memang tidak becus menjadi calon ibu!" "Sudah, Bu, cukup!" ucap Sarah menghentikan ucapan ibunya yang sudah kelewat batas."Kamu tidak usah ikut campur, Sarah! Ini urusan ibu dengan Wulan,""Jika yang ibu permasalahkan adalah anak, itu berarti urusan Sarah juga, Bu. Ibu terus menerus menuntut Wulan untuk punya anak, tapi ibu lupa jika anak perempuan ibu juga belum bisa ngasih ibu cucu! Umur Sarah sudah hampir 35
"Halo, Bude? Bude masih disitu' kan?" tanya Wulan memastikan setelah beberapa saat tidak ada suara dari Bude Ruti. "I-iya' Wulan, halo. Bude masih disini," jawab Bude Ruti seolah terbangun dari lamunannya."Wulan kira Bude pergi, soalnya tidak ada suara," "Oh, nggak Wulan. Bude cuma …," ucapnya terjeda."Cuma apa bude?""Bude cuma bingung aja,""Bingung? Bingung kenapa?""Emm, anu Wulan. Tadi' kan kamu bilang kamu sakit perut setelah makan malam itu, bude cuma heran aja Wulan. Kamu yakin tidak melakukan aktivitas lagi setelah itu? Kamu tidak beres-beres atau mengangkat yang berat-berat' kan? Atau … kamu ada minum dan makan sesuatu?" tanya Bude Ruti memastikan."Yakin, Bude. Orang setelah makan malam itu Wulan dan Mas Fatih langsung istirahat. Wulan tidak beres-beres, malah langsung tidur setelah sholat isya," jawab Wulan yakin."Aneh," sahut Bude Ruti membu