Share

Bab 2. Harusnya Kau Mati di Tanganku

Saat ini Eric sudah berada di dalam mobilnya, dia dalam perjalanan kembali ke kantornya setelah membakar rumah milik Arya Subagja.

Eric menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi mobil, pandangan dinginnya itu menatap ke luar kaca jendela mobilnya, melihat jalanan yang dia lewati. Tiba-tiba terlintas di benaknya wanita yang tadi mencoba melarikan diri darinya. Dia melihat dengan jelas, bahwa perut dari wanita itu buncit. Itu artinya dia sedang hamil, apa mungkin putri dari Arya Subagja sudah menikah?

“Jeff, apa putri dari ular tua itu memang sudah menikah?” tanyanya.

“Maksud Anda Alana Tuan, menurut informasi yang saya terima. Dia belum menikah Tuan.”

“Lalu, kenapa perutnya tadi buncit. Apa mungkin dia punya penyakit tumor di perut?” tanyanya lagi.

“Buncit? Hmm, setahu saya dia juga tidak menderita penyakit apa pun Tuan. Tapi, tidak mungkin juga dia hamil tanpa punya suami. Atau mungkin, dia hamil di luar nikah?”

Mendengar jawaban Jeff, tampak sudut kanan bibir Eric terangkat. Terlihat jelas bahwa dia memberikan senyuman ejekan pada Alana. “Jika benar dia hamil di luar nikah, apakah sifat ayah dan anak itu sama sampahnya? Ha, memang benar. Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Putrinya itu pasti sama sampahnya seperti ayahnya,” ucapnya.

Drrtt, drttt!

Jeff merasa bahwa ponselnya yang berada di dalam saku jasnya itu bergetar. Dia pun meminta izin kepada Eric untuk menerima panggilan itu. “Maaf, Tuan. Sepertinya ada telepon masuk ke ponsel saya, saya izin untuk menerimanya.”

“Terimalah!” jawabnya singkat.

Jeff mengangguk, dia lalu menekan bluetooth handsfree yang ada di telinganya, dan menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya itu. “Iya, katakan,” ucapnya.

Seseorang yang menelepon Jeff pun menjelaskan maksud dirinya menghubungi Jeff. “Tuan Jeff, saya baru saja menerima laporan bahwa ternyata Arya sudah meninggal dunia, dan dia baru saja dimakamkan,” ucap seseorang itu dari seberang telepon.

“Apa?!”

Ckiitttttt!

Jeff terkejut, dia mengerem mobilnya itu dengan mendadak, bahkan sampai membuat Eric ikut tersentak, tubuhnya itu maju ke depan dan keningnya membentur kursi di depannya. Tampak tangannya itu terangkat, dan memegangi keningnya yang terasa sakit karena benturan itu. Matanya langsung menajam, menatap Jeff di depannya yang masih sibuk dengan orang yang menghubunginya itu.

“Apa kau serius?” tanya Jeff.

“Saya serius Tuan, maafkan saya. Karena saya terlambat memberitahukan hal ini kepada Anda.”

“Baiklah, tidak papa. Kali ini aku memaafkanmu, tapi jika kau terlambat memberitahukan informasi penting seperti ini lagi, aku pasti akan memecatmu!” ucapnya penuh tekanan.

“Iya Tuan, saya mengerti.”

Jeff pun menutup panggilan di ponselnya, saat dia hendak memberitahukan informasi yang di dapatnya pada Eric. Dia tidak sengaja melihat ke kaca spion tengah mobilnya, tubuhnya langsung merinding, saat melihat tatapan tajam Eric dari kaca spion itu.

“Tu-tuan,” ucap Jeff yang langsung menciut.

“Kau sepertinya benar-benar ingin mati Jeff,” ujar Eric dengan suara dan ekspresi wajahnya yang benar-benar dingin.

“Ma-maafkan saya Tuan. Saya tidak sengaja mengerem mendadak, karena saya terkejut dengan informasi yang saya terima dari anak buah saya,” jawabnya.

“Apa itu? Awas saja kalau informasi itu ternyata tidak terlalu penting. Aku benar-benar akan memotong lidah dan tanganmu.”

Bbrrrhhhh!

Mendengar ucapan Eric, tubuh Jeff semakin merinding. Padahal dia sudah sangat lama bekerja dengan Eric, mereka bahkan sudah saling mengenal sejak kecil. Tapi sifat dingin dan kejam Eric ini selalu tidak biasa dia terima.

Ya, Eric memang sudah seperti ini sejak kecil. Karena lahir di keluarga yang tidak harmonis, dan egois. Eric yang kekurangan perhatian dan kasih sayang sejak kecil dari kedua orang tuanya, tumbuh menjadi anak yang begitu dingin dan kejam seperti tidak memiliki perasaan sedikit pun di dalam hatinya. Ekspresi yang ada di wajahnya itu tidak pernah berubah. Hanya ada datar dan dingin. Tidak pernah ada senyuman di wajah itu. Andaikan dia tidak terlahir dari keluarga Carlson, mungkin dia tidak akan tumbuh seperti ini. Dia bahkan harus selalu berhati-hati dengan kakaknya sendiri, yang terus berusaha untuk selalu menjatuhkannya di depan keluarga besarnya.

Di dunia ini, tidak sedikit pebisnis muda yang terkenal dingin dan kejam. Tetapi, jika dibandingkan dengan Eric Filbert Carlson, kekejaman mereka tidak ada apa-apanya. Bahkan para pebisnis di dunia mengakui, bahwa sifat dingin Eric itu paling di takuti. Karena memang keluarga Carlson terkenal dengan kekejaman dan sikap egois mereka. Jika orang lain memiliki rasa kasih sayang kepada kedua orang tua dan juga keluarganya. Hal itu tidak demikian pada Eric. Di hatinya tidak ada yang namanya kasih sayang. Karena sejak kecil, tidak ada yang mengajarinya hal seperti itu. Pelajaran yang dia dapatkan hanya bagaimana cara menjatuhkan lawan dan juga menyingkirkan orang-orang yang berkhianat. Cinta dan rasa kasih sayang tidak diajarkan di keluarga Carlsson. Karena menurut mereka, kedua hal itu hanya membuat mereka lemah.

Glek!

Jeff menelan salivanya, saat ini dia takut membuka mulutnya. Tapi, informasi yang di terimanya ini memanglah sangat penting. Hanya saja anak buahnya itu terlambat memberi tahu, dan kemungkinan besar tuannya ini akan marah.

“Tuan, ternyata ... Arya sudah meninggal dunia. Dia meninggal hari ini dan baru saja dimakamkan,” jawabnya kemudian.

Tampak pupil mata Eric melebar, kedua tangannya juga langsung mengepal. “Kau bilang apa?” tanyanya dengan dingin yang di barengi dengan tatapan matanya yang menajam.

Deg!

Tubuh Jeff sudah bergetar, seperti dugaannya tuannya ini akan marah, karena keterlambatan informasi ini.

“A-arya Subagja, sudah meninggal dunia Tuan,” jawabnya lagi.

Teg!

“Tu-tuan.” Jeff terkejut, saat satu tangan Eric mencekik lehernya.

“Terlalu banyak kesalahan yang kau lakukan Jeff, sepertinya kau memang sudah bosan hidup,” ucapnya.

“Ma, uhuk maaf ...kan sa ...ya Tu ... an,” jawab Jeff dengan susah payah.

Eric mempererat cekikannya pada leher Jeff, tanpa peduli ucapan Jeff yang meminta maaf. “Kau membuatku seperti orang bodoh dengan terus mencari orang yang sudah meninggal. Aku bahkan datang ke rumahnya untuk mencari orang yang sudah terkubur di dalam tanah. Pecat anak buah tidak bergunamu itu, atau kau yang akan menggantikannya!”

“Ba ...ik Tu ... an,” jawab Jeff.

Eric melepaskan tangannya dari leher Jeff dengan kasar. Biasanya dia tidak pernah memaafkan siapa pun yang membuat kesalahan. Tapi Jeff, dia adalah teman kecilnya. Dia tahu semua sifatnya. Jika dia merekrut orang baru, akan membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dengannya. Terlebih, orang baru itu belum tentu bisa dipercaya.

“Jeff, aku memberimu kesempatan lagi. Aku harap kau tidak menyia-nyiakannya lagi. Bekerjalah dengan baik!” tekannya.

“Saya mengerti Tuan,” jawabnya. Tampak Jeff terbatuk-batuk setelah menerima cekikan dari Eric, di lehernya juga terdapat bekas merah dari tangan Eric.

“Dan ....” Eric menghentikan ucapannya, dia kembali mengingat putri dari Arya yang baru saja kabur darinya. Tampak tatapannya itu semakin menajam. “Dan cari putri dari ular tua itu. Karena jika ayahnya sudah tidak ada, maka putrinya pun tidak jadi masalah. Kau harus bisa mendapatkannya Jeff!”

“Baik Tuan, saya akan terus mencarinya dan saya pasti akan mendapatkannya,” jawab Jeff dengan yakinnya.

Eric kembali menyandarkan punggungnya itu pada sandaran kursi mobil. Dia melipat kedua tangannya di dadanya, dan pandangannya pun kembali melihat ke luar kaca jendela mobilnya. Dimana mobilnya itu sudah melaju kembali dan memperlihatkan pemandangan lain yang dia lewati.

‘Kurang ajar, beraninya kau mati begitu saja Arya. Kau harusnya mati di tanganku, karena kau harus membayar semuanya!’ batinnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status