Sehari sebelum menikah, Andriyani menemukan fakta bahwa kekasihnya telah berkhianat. Ia yang saat itu ingin bertamu ke rumah Agra, malah menemukannya tengah memadu kasih dengan seorang perempuan yang tak lain adalah adiknya sendiri. Tak hanya itu, saat Andri mengajukan pembatalan atas pernikahannya, suatu fakta kembali mengejutkan dimana dirinya dinyatakan tak subur atau mandul. Namun, Kakek Gala tetap memaksanya untuk menikah dengan salah satu cucunya karena ia merasa hutang budi dengan sang bunda. Karena tak memiliki cucu lainnya, akhirnya ia pun dijodohkan dengan Arkan. Meskipun Arkan bukanlah cucu kandung sang kakek, namun keluarga Arkan sangat berarti baginya. Namun, Arkan bukanlah pria sempurna seperti Arga. Ia memiliki suatu keistimewaan yang membuatnya seperti anak idiot karena hobinya yang sering kali bermain dengan mainan anak-anak. Mampukah Andri menjalani kehidupannya dengan Arkan? Apakah ia akan menderita, atau bahagia yang ia dapatkan?
View More“Ah, Sayang – terus, lebih cepat ....”
Andri terdiam di ambang pintu kamar Agra, tunangannya. Tangannya sedikit gemetar sambil memegang gagang pintu, sementara telinganya masih bisa mendengar jelas suara rintihan dan desahan dari dalam kamar. Dengan perlahan, ia mulai membuka pintu kamarnya sedikit, membuat celah agar ia bisa melihat apa yang terjadi disana. Namun, seketika jantungnya pun seolah berhenti saat melihat pemandangan itu Disana, ia melihat Agra tengah memadu kasih dengan seseorang. Dan yang lebih menyesakkannya lagi, perempuan itu adalah Arsy, adiknya sendiri. “Ah, Sayang, aku hampir ....” Andri sudah tak kuasa mendengar kalimat yang menjijikan itu kembali. Ia pun berusaha menguatkan hatinya, hingga akhirnya .... Brak! Pintu kamar pun terbuka cukup lebar, membuat kedua insan yang sedang memadu kasih itu langsung terkesiap kaget dan menoleh ke arah pintu. “Mbak.” “Sayang.” Ucap kedua orang itu secara serempak. Agra segera melepaskan tubuhnya dari tubuh Arsy, lalu mengambil sebuah selimut untuk menutupi tubuh Arsy, sementara dirinya segera menyambar celana pendek yang berada tak jauh dari sana. “Kalian --,” ucap Andri geram, tangannya nampak mengepal kuat berusaha menahan gejolak amarah di dadanya. “Sayang, aku bisa jelasin, ini nggak seperti yang kamu pikirkan,” ucap Agra berusaha mendekat ke arah Andri setelah memakai celana pendeknya. Andri menggeleng pelan, dan berkata, “gak seperti yang aku pikirkan, Mas? Kamu pikir aku buta, gak bisa lihat kelakuan kalian?” Pandangan Andri pun kini beralih pada sang adik yang begitu ketakutan sambil mencengkram selimut. “Kamu ... dasar wanita murahan!” seru Andri sambil menunjuk wajah Arsy. “Sayang, aku mohon denger penjelasan aku dulu,” ucap Agra melembut. Wajahnya sedikit memelas, ia pun berusaha meraih lengan Andri namun berhasil ditepisnya. Andri tak sudi tangannya dipegang oleh tangan yang telah menjamah wanita lain. “Jangan sentuh aku! Pernikahan kita batal, Mas!” seru Andri dengan tegas sambil terisak. Air matanya perlahan mulai turun membasahi wajahnya. Hatinya sakit dan juga kecewa melihat apa yang barusan terjadi itu. Ia pun lalu menghapus air matanya kasar dan bersiap untuk pergi. Agra menggelengkan kepalanya pelan, wajah putihnya langsung memucat pasi, mungkin agar membuat Andri kembali iba. “Kamu jangan sembarang bicara, Andri. Aku hanya khilaf, Sayang,” ucap Agra kembali. “Khilaf?” tanya Andri sarkas. “Ayo lah, Sayang. Pernikahan kita gak mungkin bisa dibatalkan. Apa kamu lupa kalau persiapan pernikahan kita sudah hampir rampung semua? Jadi, apapun yang terjadi, pernikahan kita akan tetap berlangsung,” jawab Agra. “Nggak, Mas. Pokoknya aku mau pernikahan kita batal,” ucap Andri kekeuh degan apa keputusannya. “Jangan egois, Andri. Pikirkan perasaan Kakek dan juga Ayahmu kalau pernikahan kita batal,” ucap Agra pelan. Andri memejamkan matanya sebentar. Terbayang sudah bagaimana hancurnya perasaan sang kakek dan ayahnya jika tau bahwa pernikahan mereka batal. Tapi, jujur ia tak ingin melanjutkan pernikahan ini kembali. “Maaf, Mas, aku yakin mereka akan paham tentang perasaanku setelah ini,” ucap Andri tegas. Andri menatap wajah tampan Agra. Wajah yang selalu ia puja dan ia harapkan selama ini, namun kini wajah itu malah terlihat begitu menjijikan. Wajah tampan itu pun kini berubah menjadi merah bak kepiting rebus saat mendengar ucapan Andri barusan. “Andriyani Devandra, apa kamu tak memikirkan perasaan semua orang jika pernikahan ini batal? Ini gak cuma tentang Ayah dan Kakek tapi dengan yang lainnya. Kamu gak lupa kan dengan banyaknya biaya yang udah aku dan keluargaku keluarkan untuk pernikahan ini?” tanya Agra kembali. “Mas, tak sadarkah kamu? Harusnya kamu yang sadar diri, gimana sama perasaan semua orang kalau kamu melakukan hal menjijikan sama jalang itu!” tegas Andri lantang. Dadanya nampak kembang kempis seolah menahan gejolak amarah yang ada. Tubuhnya sedikit gemetar dan tak ada lagi air mata yang turun. Perasaannya pun nampak kacau dan sulit dideskripsikan. “Andriyani! Tutup mulutmu. Aku udah bilang kan, aku ini khilaf, dan jangan pernah ngatain Arsy itu jalang. Dia kekasih baru, Mas!” sentak Agra tak terima. “Ooh kekasih baru tah? Lalu, sebutan apa yang pantas buat perempuan yang rela menyerahkan tubuhnya kepada laki-laki lain sebelum menikah? Apalagi, laki-laki itu, adalah calon kakak iparnya sendiri? Ani-ani kah? Atau cabe-cabean?” tanya Andri seolah meledek. “Sudah cukup! Ini hanya salah paham, Ndri. Mas rasa gak perlu dibesar-besarkan,” ucap Agra kali ini dengan lebih lembut. “Terserah,” ketus Andri. Andri menghela napasnya kasar. Ingin rasanya kembali mendebat namun ia rasa percuma. Lebih baik ia segera pergi saja dari sini dan mengadukan semuanya pada kakek dan ayahnya. **** Plak! “Memalukan!” Sebuah tamparan meluncur di wajah tampan Agra, kali ini Om Nathan yang melakukannya. Ya, setelah pulang dari kediaman Agra, Andri pun memutuskan untuk mengadukan semuanya pada Ayah dan juga Kakeknya. Dan di sini, di rumah keluarga besar Wiguna, mereka pun kembali dikumpulkan untuk membahas hal ini. Suasana di ruang tamu ini pun mendadak tegang dan juga canggung. Andri pun mengerti, mengapa Om Nathan melakukannya. Semua orang tua pun pasti akan melakukan hal yang sama saat mengetahui anaknya melakukan hal tak senonoh sehari menjelang pernikahannya. “Kenapa Papa pukul Agra, hah?!” sentak Arga tak terima. “Kamu pantas mendapatkannya Agra! Kamu bener-bener anak gak tau diri! Bikin malu keluarga aja bisanya!” bentak Om Nathan dingin. “Papa bilang aku gak tau diri? Harusnya Papa bersyukur, kalau aku gak jadi nikah sama dia!” sentak Agra kembali. Wajahnya nampak memerah, dadanya kembang kempis seolah menahan amarah yang ada. “Bersyukur? Apa maksudmu dengan bersyukur? Di sini, kamu yang salah dengan tidur sama adik ipar kamu, tapi kenapa kamu malah bilang bersyukur, hah? Gak ada otak kamu!” sentak Om Nathan sedikit terperangah. Agra nampak menyunggingkan sedikit senyumnya seolah meledek. “Pa, asal Papa tau, Andri itu, nggak cuma udik dan kampungan, tapi dia juga mandul, Pa. Mandul! Bayangkan, Pa, Papa nikahin aku ke perempuan macem dia, terus berharap kita punya anak, itu cuma mimpi, Pa, mimpi!” sentak Agra kembali. Deg! “Ma—mandul?”Keduanya pun lantas tertawa bersama saat mendengar itu."Lah, lagian kamu ada aja, Dek. Mana bisa makan aku idup-idup? Padahal aku imut-imut gini," ucap Arkan pura-pura.Andri memutar bola matanya malas. "Siapa bilang nggak bisa? Bisa kok," ucapnya santai seraya menunjuk arah sensitif milik Arkan.Refleks, Arkan menutupnya dengan bantal, lalu menjawil hidung sang istri pelan."Adek mau?" tanya Arkan lirih namun mendapat gelengan dari Andri."Nggak! Buruan pijetin kaki aku, Mas!" serunya.Arkan mendengus kasar, lalu segera merubah posisinya tepat di kaki Andri. Dengan perlahan, ia pun memijat pelan kaki sang istri di sana."Dek, makasih ya, udah berjuang sejauh ini. Pasti capek banget ya, Dek bawa dua juniornya aku? Aku minta maaf ya, Dek kalau misalnya aku sering bikin kamu marah dan emosi," lirih Arkan pelan. "Tapi aku janji, Dek. Aku akan selalu mijetin kamu dan lakuin apapun yang bisa buat kamu bahagia. Karena aku tau, jadi kamu itu berat banget pasti."Andri menggigit bibir bawahn
Andri yang merajuk memilih untuk segera pulang meskipun saat itu pancongnya masih ada setengah.Arkan mendesah pelan, hanya bisa mengangguk dan mengikuti kemana langkah sang istri pergi.Namun ternyata, drama meraka tak hanya berakhir sampai di sana saja.Semenjak pulang dari jembatan hingga malam tiba, Andri mendadak diam seribu bahasa. Suasana rumah mendadak sunyi senyap, padahal biasanya ramai oleh suara TV dan ocehan sang istri.Arkan memijat pelan pelipisnya. Diamnya Andri, bukan berarti sebuah kedamaian. Kerena setelah ini, pasti akan ada drama yang lebihh besar lagi.Arkan bergegas ke dapur, lalu membuka kulkasnya. Setengah gelas es kopi masih tersedia di sana. Beberapa semangka beku dan juga sebungkus jamur enoki.'Hadehh, mana cemilan bumil abis pulak! Gimana cara naikin moodnya dia ya?' batin Arkan pilu.Arkan mencoba berpikir keras, bagaimana caranya kembali meluluhkan hati sang istri dari segala kesalahpahaman yang terjadi tadi.Akhirnya, Arkan ambil kertas, spidol, dan sa
"Kenapa emangnya, Mas?" tanya Andri pura-pura polos.Arkan mendesah pelan. "Bawa dua aja, ngidamnya udah absurd banget. Apalagi sepuluh, bisa mati mendadak aku," gerutunya.Andri terkekeh pelan mendengar itu. Ia pun segera mengeluarkan selembar uang berwarna merah dan menyerahkannya kepada Abang odong-odong tadi."Mang, kalau ada anak yang mau naik, angkut aja ya," ucapnya. "Kalau kurang, saya masih ada di sana, sambil makan pancong," ujarnya lagi seraya menunjuk tempat Arkan duduk.Abang odong-odong itu pun mengangguk paham. Setelah itu, Andri pun kembali melangkah ke tukang gerobak lainnya. Hari ini, ia ingin puas-puaskan nyemil apapun, mumpung kedua bayinya tak ada drama dan Arkan mau untuk di ajak jalan-jalan.Setelah membeli seporsi lumpia basah dan juga telur gulung, Andri pun kembali ke tempat Arkan berada.Arkan mengernyit heran melihat apa yang dibawa sang istri saat itu."Beli apaan lagi, Sayang?" tanya Arkan penasaran."Lumpia basah sama telur gulung. Mas mau?" tanya Andri
Sore mulai menyapa. Seperti janji di pagi hari tadi, rencananya hari ini mereka akan berburu pancong di jembatan.Andri sudah bersiap semenjak kumandang adzan ashar tadi. Sementara Arkan, masih sibuk memindahkan beberapa mainannya ke ruang tamu."Mainan teross yang diurusin!" seru Andri sedikit kesal.Arkan mengernyit heran. "Bumil sensitif banget. Biasanya juga santuy markutuy kalau aku lagi ngurusin maenan. Kenapa sekarang jadi serba salah sih?"Andri mendengus sambil menyilangkan lengannya di dada. Arkan mendesah pelan. Ini tidak baik, pasti setelah ini akan ada drama yang panjang kali lebar lagi.Tak butuh waktu lama, selang beberapa menit kemudian, Arkan pun untuk bergegas mandi, dan memakai kaos santai serta celana pendeknya, setelah itu bergegas mengambil kunci motornya."Sudah siap, Ndoro Putri? Ayo kita jajan," ucap Arkan dengan penuh hormat.Andri mengulum senyumnya sebentar lalu mengangguk mantap.Ia pun segera meraih lengan sang suami dah berjalan ke luar rumah.Perjalanan
Sekitar lima belas menit kemudian, Arkan bersiap. Ia mengambil kunci motornya lalu segera keluar rumah. Setelah itu, motor pun mulai melaju entah kemana.Dari jendela kamar, Andri melihat semuanya. Melihat bagaimana Arkan pergi dengan langkah yang terburu-buru dah wajahnya yang sedikit lelah.Namun, egonya masih tinggi. Masih menghantui perasaan ingin di mengerti.Arkan melajukan motornya hingga ujung komplek. Menuju warung seblak MaBin yang terpaksa harus buka lebih cepat."Assalamualaikum, MaBin," panggil Arkan dari luar pagar.Seseibu yang tengah berbelanja di warung sayur depan warung seblak nampak memperhatikan Arkan yang sudah pagi-pagi ke sana."Tumben Mas Arkan, pagi-pagi udah manggil Mama Bintang," ucap salah satu ibu-ibu disana."Iya, Bu. Andri pingin banget seblak pagi-pagi gini, makanya aku terpaksa ke sini deh," ucap Arkan lirih dan mendapat anggukan dari para ibu-ibu di sana."Bener-bener suami siaga ya Mas Arkan ini," puji ibu-ibu lain.Arkan hanya tersenyum tanpa berni
Pagi mulai menyapa. Cahaya keemasan masuk ke celah gorden kamar yang tak tertutup sempurna. Hawa kamar masih terasa begitu sejuk karena AC yang menyala.Arkan bangun lebih dahulu. Menggeliat perlahan sambil melirik ke arah samping. Andri masih terlelap di sana, sambil memeluk bantalnya seolah tubuhnya sama sekali tak bergerak semalaman.Arkan bangkit perlahan, menarik selimutnya hingga naik ke bahu sang istri. Lalu, ia melirik ke arah kakinya. Bengkak di kakinya perlahan mulai kempes, semoga ini menjadi pertanda baik bagi sang istri.Ia mulai menjejakkan kakinya di lantai gang terasa dingin. Dengan perlahan, ia keluar dari kamar dan menuju dapur, berniat untuk membuat sarapan untuknya dan juga sang istri.Namun, baru saja ia selesai menyiapkan sarapannya dan baru duduk di kursi ruang keluarga. Suara Andri terdengar menggema dari arah kamar. Setengah berteriak, dan setengah merengek.“Mas…! Adek lapar. Pengen seblak yang super pedes. Sama semangka beku, ya? Yang kemarin kurang dingin.”
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments