Mag-log inAndini langsung mengerti maksudnya dan segera naik ke kereta kuda. Namun, sebelum benar-benar masuk, tubuhnya terhenti sejenak."Bagaimana dengan Nyonya Kirana ...?"Kirana masih berada di dalam istana. Jika dia melarikan diri, Permaisuri pasti akan menggunakan Kirana sebagai ancaman!Namun, Kresna tak membiarkannya melanjutkan perkataan itu. "Kakakmu sudah berusaha mencari cara untuk masuk ke istana dan menyelamatkan ibumu. Jangan khawatir. Cepat naik ke kereta."Mendengar itu, Andini mengangguk, lalu segera masuk. Di dalam kereta sudah tersedia satu set pakaian pria.Kresna menggerakkan cambuknya, membuat kuda berlari menuju arah gerbang kota. Dari luar, terdengar suara beratnya yang menenangkan."Ganti pakaianmu. Begitu kita keluar dari gerbang kota, kita akan ganti kuda. Jangan takut, dengan Ayah di sini, Ayah pasti akan memastikan kamu bertemu dengan Pangeran Surya dalam keadaan selamat."Gerakan tangan Andini yang sedang mengganti pakaian seketika terhenti. Kalimat "dengan Ayah d
Saat Andini tiba di Istana Sentosa, dia tepat berpapasan dengan Guntur. Keduanya saling bertukar pandang penuh pengertian tanpa melontarkan sepatah kata pun. Andini segera melangkah maju, mengikuti Guntur dari belakang.Namun, baru berjalan beberapa langkah, sekelompok pasukan penjaga istana tiba-tiba mengadang mereka. Untungnya, pangkat Guntur cukup tinggi. Para penjaga itu mengenalinya, bahkan memberi hormat."Salam hormat, Kasim Guntur," ujar salah satu penjaga.Guntur mengangguk kecil dan menatap mereka dengan tenang. "Apa ada yang terjadi sampai harus seketat ini?"Seorang penjaga menjawab, "Wanita biadab yang telah meracuni Kaisar dan Putra Mahkota melarikan diri. Kami sedang melakukan pencarian. Apa Kasim melihatnya?"Wajah Guntur tampak terkejut. "Yang kalian maksud itu ... kepala tabib istana, Nona Andini?""Benar.""Hari ini aku belum melihatnya. Wanita itu berhati jahat. Mungkin dia akan menggunakan cara keji lain untuk mencelakai para bangsawan. Cepat lanjutkan pencarian ka
Begitu kata-kata itu terucap, Zarli dan Zaryan serentak melepaskan pegangan mereka.Namun, Andini buru-buru menoleh menatap keduanya. "Kalau kalian berdua bagaimana?"Tadi Permaisuri melihat mereka yang membawa Andini keluar. Jika Andini tidak kembali, Permaisuri pasti tidak akan melepaskan mereka begitu saja.Tak disangka, keduanya justru saling memandang dan tertawa. "Kami sudah bertahun-tahun bertugas di Pasukan Pengawal Istana, punya banyak teman baik di sana. Sekalipun nanti ada masalah, saudara-saudara di pasukan pasti akan melindungi kami.""Jangan khawatir," kata Zaryan sambil menepuk dadanya. "Tadi waktu kami membawamu pergi, Permaisuri sama sekali nggak memperhatikan kami. Kami akan baik-baik saja."Andini menatap mereka berdua, matanya dipenuhi kekhawatiran. Mereka berbicara seolah-olah semua ini mudah, tetapi Andini tahu mereka hanya berusaha menenangkannya.Melihat ekspresi Andini yang begitu cemas, Zaryan pun berhenti tersenyum. Dia menatap Andini dengan serius. "Bagaiman
Pintu kayu tua itu mengeluarkan suara nyaring yang menusuk telinga. Sesaat kemudian, terdengar suara benda berat jatuh ke tanah.Suara yang berat dan teredam itu akhirnya membuat tubuh kaku Andini sedikit bereaksi. Kepalanya yang semula tertunduk di antara kedua lutut perlahan terangkat. Di bawah cahaya pagi yang mulai masuk dari luar pintu, dia melihat seseorang tergeletak di depannya.Tampak agak familier ...."Perempuan hina!"Makian yang sudah tak asing lagi terdengar. Permaisuri melangkah cepat masuk dari luar. Sebelum Andini sempat bereaksi, dia sudah menarik kerah baju Andini dan menyeretnya dari lantai."Di mana barang itu? Serahkan!"Barang? Barang apa?Andini belum langsung memahami maksudnya. Tatapannya kembali jatuh pada sosok di kakinya. Orang itu bergerak, lalu berlutut dengan rapi. Wajah yang penuh lebam dan luka seketika muncul di pandangan Andini.Itu adalah pengawas taman kekaisaran, Fattah.Barulah Andini mengerti, barang yang dimaksud Permaisuri adalah apa. Namun, d
Andini tetap tenang dan hanya berkata dengan dingin, "Hanya hamba yang bisa mengobati racun di tubuh Putra Mahkota."Mendengar hal itu, senyum di bibir Permaisuri semakin melebar. "Oh ya ... rupanya kamu benar-benar mengambil kendali atas diriku, ya! Meski Putra Mahkota enggan menukar darah demi menyelamatkan Safira, aku tetap nggak tega melihatnya tewas ...."Pada akhirnya, malah darah dagingnya sendiri yang menjadi beban baginya. Saat berkata demikian, sejenak mata Permaisuri memancarkan kebencian. Dia memandang Andini dingin dan melanjutkan, "Aku telah memerintahkan orang untuk membawa Kaisar keluar dari Istana Kehangatan, tujuanmu sudah tercapai.""Tapi, Andini, Safira tewas karena racun, Putra Mahkota dan Kaisar pun berturut-turut diracuni. Perkara ini, tentu harus ada yang menanggung, bukan?""Ada hal yang harus rela dilepaskan, meski berat! Nggak mungkin aku membiarkan dirimu dipermainkan kamu selamanya, bukan? Kalau kamu berani mengacaukan masalah ini lagi, aku akan membuatmu m
Wajah Marwa seketika berubah pucat. Dia menatap Andini dengan cemas dan menahan suaranya serendah mungkin. "Nona Andini, Anda tidak boleh pergi!"Namun, Andini hanya mengerutkan kening, lalu berdiri sambil menampilkan senyum tenang di sudut bibirnya. "Aku nggak bisa lari."Dialah yang menghancurkan seluruh rencana Permaisuri dengan tangannya sendiri. Putra Mahkota kini diracun dan Putri Safira telah meninggal. Namun, Permaisuri masih menggenggam kekuasaan besar. Pasukan penjaga istana ada di tangannya dan lebih dari separuh pejabat di istana juga berdiri di pihaknya.Andini memang terlambat menyadari rencana besar Permaisuri. Dia sudah kalah langkah dari awal. Maka, satu-satunya hal terbaik yang bisa dia lakukan sekarang adalah memastikan Kaisar muncul kembali di hadapan publik. Selama Kaisar bisa terlihat oleh rakyat dan para pejabat, kekuasaan mutlak Permaisuri akan mulai retak.Marwa tentu paham. Pada titik ini, Andini memang sudah tidak punya jalan untuk mundur. Dia hanya bisa mena






