Share

Tak Butuh Penjelasan

Penulis: Intan Resa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-28 10:06:03

Alina kududukkan di sebuah kursi kayu yang kuambil dari dapur. Tak ada rasa malu putriku lagi saat semua pakaiannya kulepas. Hatiku semakin terluka ketika bisa melihat dengan jelas tulang rusuknya yang tercetak dibalut kulit. Aku harus cepat mengakhiri smeua ini. Dadaku semakin sesak melihat kondisi fisik dan psikisnya yang tidak baik-baik saja.

Aku melihat gunting tergantung di dekat sabun cuci cair dan langsung kupotong pendek rambut Alina. Ini cara paling mudah untuk menghilangkan kotoran yang sudah mengering, lalu menuangkan sampo ke rambutnya agar bersih. Dengan hati-hati aku menyabuni seluruh tubuh putriku, takut kalau dia kesakitan karena ada beberapa luka. Mungkin karena terlalu lama tak tukar posisi duduk atau tidur.

Aku keluar mengambil sikat gigi baru dari tas yang selalu dibawa jika bepergian. Aku  tak rela jika Alina memakai sikat gigi bekas suaminya dan perempuan itu. Sekalian juga handuk  kubawa agar dia tak kedinginan.

“Buka mulutnya, Sayang!” titahku.

Alina menurut, tapi pandangannya tetap kosong. Perlahan aku menggosok giginya yang sudah kuning hingga berkali-kali. Putriku yang pembersih tak bisa lagi membersihkan dirinya sendiri. Kuhanduki dia sampai kering dan mebalutkan benda persegi panjang itu pada tubuh ringkihnya. Giliranku mandi dan mengganti baju karena kotoran lengket saat tadi memeluk tubuh Alina.

“Kita keluar, ya, Sayang.”

Aku terus bicara meskipun Alina tak menanggapi. Kupapah dia keluar kamar mandi dan mendudukkannya di atas sofa. Aku berdiri untuk mengambil pakaian putriku, tapi Maya menghadang di depan pintu kamar.

“Saya cuma mau mengambil baju Alina. Minggir kamu!”

“Tidak ada di sini pakaiannya! Di lemari hanya ada bajuku dan Mas Delon. Cari saja di kamar anaknya,” balasnya tanpa merasa bersalah.

Aku lekas ke kamar sebelah. Untung saja cucuku belum bangun. kupandangi sekilas bayi gembul itu. Pipinya tembem, lengan dan pahanya gendut. Sangat bertolak belakang dengan keadaan ibunya yang kurus kering. Tapi setidaknya aku lega kalau cucuku diperlakukan dengan baik.

Maafkan nenek, ya. Belum bisa menggendongmu karena sibuk mengurus ibumu, Ci.

Kubuka lemari dua pintu yang tingginya sebatas bahu. Tak ada baju yang layak. Hanya daster yang sudah  sobek-sobek. Baunya juga tak enak. Masih lebih baik menggunakan baju yang kubawa. Dengan buru-buru aku membuka tas dan mengambil benda-benda yang kuperlukan.

Dulunya badan Alina berisi. Dia sedikit lebih tinggi dariku. Sering kali dia memberikan bajunya yang tak muat lagi padaku, tapi kini pakaian ibunya kedodoran di tubuh putriku itu. Stelan baju tidurku harus diikat pakai karet di celananya agar tidak kedodoran. Tak lupa jilbab instan untuk menutupi rambut pendek dan dadanya yang kurus.

“Bawa sajalah anakmu itu pulang, Nenek tua! Di sini bikin susah aja. Rumah bagus kayak gini jadi bau gara-gara dia.”

Aku berdiri, menatap perempuan muda itu dengan tajam.

“Di rumah ini, putriku adalah nyonya, sedangkan kamu hanya pengasuh cucuku. Jangan coba mengusir kami dari rumah ini!”

“Pengasuh? Hahaha, itu dulu. Sekarang akulah nyonya di rumah ini. Kami sudah menikah siri.”

Aku mengepalkan tangan, mengatur napas yang memburu. Jika secara tenaga, pasti dia akan lebih lincah dan kuat dariku. Aku tak mau berkahir penuh luka di rumah ini. Zaman sekarang, banyak orang yang tidak punya nurani dan mudah gelap mata menghilangkan nyawa seseorang.

“Nikah siri itu tidak tercatat dalam hukum negara. Bod*h sekali jika kamu rela jadi yang kedua. Jika nanti ada anakmu, dia tidak bisa mendapatkan haknya seperti cucuku.”

“Mas Delon akan menceraikan anakmu itu, baru menikahiku secara resmi!” cetusnya. Wajah perempuan penggod* itu merah padam, lalu masuk kamar dan membanting pintu dengan kencang. Aku tahu, Delon tak akan semudah itu menceraikan Alina. Reputasi keluarga jadi nomor satu bagi menantuku itu.

Aku keluar untuk mencari angkutan yang bisa membawaku dan Alina ke rumah sakit. Baru saja aku sampai teras rumah, sebuah mobil memasuki halaman. Delon keluar dari mobil bersama dengan mamanya. Rupanya anak itu menjemput pembelanya.

“Eh, Jeng. Kapan datang? Maaf tak bisa menyambut karena Jeng gak kasih tahu sih.”

Aku tersenyum samar. Besanku masih bisa-bisanya bersandiwara seolah semuanya baik-baik saja. Dia bersikap seolah aku belum tahu kondisi anakku yang kelaparan dan tidak perlakukan layak di rumah mewah ini.

“Mari masuk, Jeng. Kita bicarakan dengan baik-baik saja.”

“Apa maksudmu dibicarakan baik-baik saja. Lihat kondisi putriku!” Aku menepis tangannya dan menunjuk Alina yang tidak terganggu sama sekali dengan keributan ini. Dia tetap fokus menatap meja. “Putriku seperti ini karena ulah anakmu dan selingkuhannya. Bagaimana bisa kamu membiarkan anakmu itu melakukan hal keji pada Alina-ku? Lihat sja nanti, anak kebangganmu itu akan mendekam di penjara!”

“Duh duh duh, pasti Jeng sudah salah paham ini. Saya tak pernah dukung Delon untuk berbuat jahat pada Alina. Saya mohon jangan sampai penjarakan Delon!” pintanya dengan wajah memelas.

“Saya tak butuh pembelaan apa-apa. Sekarang saya mau Alina dibawa ke rumah sakit paling bagus di kota ini!”

“Baiklah, Jeng. Pokoknya dinginkan dulu hatimu, kita akan bicarakan yang terbaik buat masa depan anak-anak kita.” Dia mengusap bahuku. “Ayo sana, Delon! Angkat istrimu!” titahnya.

Untuk saat ini, aku harus membiarkan Delon menggendong putriku. Terpaksa, karena saat ini aku butuh tumpangan menuju rumah sakit. Alina harus segera mendapatkan perawatan selain makanan bergizi.

Bersabarlah, Alina-ku. Kamu akan kembali seperti dulu, Nak. Alina yang cantik dan ceria akan kembali ke dalam pelukanku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
nurdianis
suami brengsek ...
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Brengsek banget Delon
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Ending

    Setelah mengantar Delima pulang, aku menyusul Mama ke hotel langganan setiap datang ke sini. Benar saja dugaanku, Mama sudah di hotel dan tidak pergi kemana-mana.“Mama mau pulang sekarang? Katanya mau nginap barang sehari dua hari,” tuturku. Kulihat Mama sudah mengemasi barang-barangnya.“Buat apa Mama di sini, kamu hanya bikin kesal saja. Punya satu anak laki-laki tapi tak berguna. Mama sudah tua, tapi kamu masih belum kepikiran untuk kasih menantu.”Aku tersenyum tipis dan menyentuh lengan Mama. Kutahu, itulah kegundahan Mama selama ini. Takut jika ajalnya duluan menjemput, sementara aku masih sendiri. Mama terkesan memaksa untuk kebahagiaan pribadi, tapi sebenarnya cemas dengan nasibku kelak di masa depan.“Aku bukan tak mau menikah, Ma. Namun, memang dasarnya belum ada yang mau.” Aku beralasan.“Mulai sekarang, jangan sok jual mahal lagi, Delon. Umurmu juga makin tua. Kamu itu dapat istri saja sudah syukur. Tak usah berharap dapat gadis yang cantik dan tanpa ada cela,” cetus Mama

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Gadis yang Dikenalkan Mama

    Dua minggu kemudian, Mama memintaku untuk datang ke sebuah restoran yang berada di kota ini. Seperti ucapan Mama sebelumnya, dia ingin menjodohkanku dengan wanita pilihannya sendiri. Namun, aku heran kenapa Mama malah mengajak ketemuan di sini dan hanya datang sendirian tanpa ditemani Papa seperti biasanya? Padahal, kami beda kota. Apa Mama bawa calon menantunya sendiri ke sini? Atau memang orang sini? Entahlah. Mama kadang tak bisa ditebak. Papa sendiri yang jadi teman tidurnya selama ini tak bisa memahami pola pikir Mama.Ah, banyaknya pertanyaan bersarang dalam benakku tentang wanita yang memikat hati Mama. Daripada penasaran, lebih baik nanti saja kulihat siapa wanita itu. Aku memarkirkan kenderaan roda empatku di depan restoran dan langsung masuk. Dari kejauhan, kulihat Mama sedang mengobrol dengan seorang perempuan berjilbab panjang. Posisi wanita itu membelakangiku dan Mama menghadap ke arah pintu masuk. Begitu mata kami bertemu, Mama melambaikan tangan agar aku datang ke sana.

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Mama Mau Menjodohkanku

    Malam harinya, kami merayakan ulang tahun Cici di restoran yang sudah kupesan sebelumnya. Hanya dihadiri kami saja tanpa ada tambahan siapa-siapa. Cici terlihat bahagia dan tak pernah lepas senyumannya ketika beberapa hadiah dia dapatkan.Seperti janjiku pada Rian, aku akan mengantar Cici pulang sebelum jam yang ditentukan. Walaupun aku adalah ayah kandungnya, tapi tetap harus menghormati peraturan yang dibuat oleh Alina dan suaminya. Biar bagaimana pun, aku tak banyak berkontribusi terhadap anak ini. Mereka lah yang merawat Cici dari kecil hingga sebesar ini.Aku membantu membawakan hadiah-hadiah untuk Cici dan meletakkannya di dekat pintu. Putriku terdengar berteriak memanggil bunda dan neneknya untuk menceritakan tentang hadiah-hadiah yang dia dapatkan.“Wah, kamu antar lebih cepat rupanya,” ujar Rian, menyambutku di teras rumahnya.“Iya, aku takutlah nanti gak diizinin ketemu sama putriku sendiri.” Aku terkekeh dan disambut tawa oleh Rian. “Aku langsung balik kalau begitu, ya, Ri

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Ide Gila Mama

    *Hari ini, Cici berulang tahun. Aku berniat merayakan hari kelahiran putriku bersama Papa dan Mama. Hari kelahiran yang pertama kali kurayakan karena selama ini kami tidak tinggal bersama. Aku ingin mengukir momen indah di memori anak gadisku tentang ayahnya ini. Jika kelak dia dewasa, dia tetap mengingatku sebagai sosok ayah yang baik. Ayah kandung yang pantas dibanggakan dan diceritakan pada teman-temannya.“Aku jemput Cici dulu, ya, Pa, Ma. Semoga saja mereka mengizinkanku membawa Cici.”“Kami ikut.” Papa dan Mama kompak menjawab.Aku menautkan alis dan melihat keseriusan di wajah keduanya. “Beneran mau ikut? Apa Papa dan Mama tak sungkan nantinya ketemu sama Bu Rahimah?” cecarku.“Jadi Bu Rahimah tinggal di sana juga?” tanya Papa.Aku mengangguk. “Semenjak Alina hamil besar dan kini sudah melahirkan anak keduanya, mantan mertuaku tinggal di sana, Pa. Mungkin mau memberikan perhatian lebih agar Alina tak merasa diabaikan oleh ibunya. Belajar dari pengalaman saat mau melahirkan Cic

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Belum Siap Kecewa Lagi

    Aku pulang ke kafe cukup terkejut dengan kedatangan Papa dan Mama, menunggu di bagian depan. Mungkin karena aku belum mengabari mereka sepulang dari rumah Elsa kemarin, makanya sampai menyusul ke sini. Aku menyalami keduanya dan langsung mengajak mereka masuk ke kafe yang hampir akan tutup jam segini.“Papa dan Mama kok bisa di sini? Gak ngasih kabar pula? Naik apa ke sini, Pa, Ma?” cecarku.Kami kini memang hanya punya satu kenderaan roda empat, yaitu yang sering kugunakan. Semenjak pernah merasakan lumpuh, meski sudah sembuh, Papa tidak kepengen lagi mengemudikan mobil. Jika sesekali ada urusan keluar, Papa lebih memilih naik ojek motor atau mobil. Sedangkan Mama, karena sudah lama tak pernah bawa mobil, kepercayaan diri dan keberaniannya telah hilang untuk berkendara di jalan umum. Pun aku tak mengizinkan Mama belajar lagi, takut kalau terjadi apa-apa.“Bagaimana kami mau ngasih kabar? Kamu saja tak pernah angkat telpon,” cetus Mama.Aku menggaruk-garuk kepala yang mendadak terasa

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Pergilah dari Hidupku

    “Mas, kenapa melamun terus? Mau dibuatkan minum?” Delima mengagetkanku, membuyarkan lamunan.“Aku baik-baik saja. Gimana kerjanya? Bisa?”“Bisa, Mas. Di sini enak kok kerjanya. Teman-teman ramah dan pengunjungnya santun. Kadang kan di kafe-kafe banyak pelanggan genit yang suka godain cewek-cewek, kalau di sini tidak ada.”Aku tersenyum dan mengangguk. Keselamatan dan kenyamanan kerja para pegawai adalah tanggung jawabku. Kalau ada yang bersikap kurang ajar, mending aku kehilangan pelanggan daripada mengorbankan pelayan.“Hai cantik, cappucino-nya dua!”Dua orang laki-laki datang dan tersenyum genit ke arah Delima. Meskipun kami sedang mengobrol, sepertinya mereka langsung mengenali Delima adalah pelayan kafe ini karena memakai seragam khusus seperti pegawai yang lainnya.Baru saja Delima memuji kalau pelanggan kafeku sopan-sopan, sekarang sudah ada dua laki-laki yang kayaknya setengah mabuk dari cara duduknya dan berjalan tadi.“Sana siapkan biar aku yang antar sama mereka,” titahku p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status