LOGINDeana Kamanta pikir pernikahannya hanya diuji dengan waktu, sampai kenyataan pahit terungkap—suaminya, Ivan, ternyata mandul. Namun, bukannya menerima, Ivan justru menuduh Deana tidak subur. Tekanan mertua semakin mencekik, hingga akhirnya Ivan melontarkan ide kejam yang tidak masuk akal, Deana harus hamil dengan benih kakaknya sendiri. Demi status dan harga diri, Ivan memaksa istrinya tunduk pada rencana gila itu. Deana tidak bisa menolak, tetapi juga tidak mau mendekati kakak iparnya yang menggoda itu. Akan tetapi, apakah bisa?
View More“Suami anda tidak bisa menghasilkan keturunan.” Kata-kata itu bergema di telinga Deana Kamanta.
Ia duduk kaku di kursi rumah sakit, jemarinya gemetar menggenggam kertas hasil pemeriksaan yang masih hangat. Sedangkan matanya berulang kali membaca baris yang sama, berharap ada kesalahan cetak, berharap dokter keliru. Akan tetapi, tidak. Kata-kata itu tertulis sangat jelas. Infertilitas pria. Suaminya mandul, seperti yang dokter sampaikan. “Memalukan!” Ivan Mahawira, suaminya, bergumam seraya berjalan mondar-mandir di depannya. Sama seperti dirinya, ia juga sangat kecewa. Mendengar itu, lantas Deana mendongak, kemudian berdiri. Ia meraih lengan suaminya, berusaha menenangkannya. Ivan berhenti bergerak ketika Deana berbicara, “Aku tahu ini berat buat kita, tapi kamu harus tahu kalau ini bukan salah siapa-siapa. Ini medis, bukan Aib. Kita bisa coba program bayi tabung, donor sperma atau—” “Diam!” Ivan menoleh, matanya merah menyala dan suaranya menggema di sepanjang koridor. “Jangan seolah-olah kamu lebih pintar. Kamu pikir aku mau anakku lahir dari sperma asing? Dari lelaki tidak jelas yang bahkan tidak memiliki darah Mahawira?” Deana tercekat, tanpa sadar tangannya semakin erat mencengkeram lengan pria itu. “Lalu … kita harus bagaimana?” Ivan terdiam beberapa saat, lalu menampilkan senyum miring yang membuat Deana merinding. “Ada satu cara.” Cara? Deana benar-benar tidak bisa berpikir ada cara lain, selain yang ia sebutkan tadi. Senyum lebar perlahan terbit di bibirnya, tetapi seketika runtuh saat suaminya menyebutkan nama pria lain. “Agra.” Nama itu membuat darah Deana seolah berhenti mengalir. Ia menatap suaminya dengan tidak percaya. “Apa? Maksud kamu apa?” “Agra,” ulang Ivan, kali ini lebih tegas. “Kakakku. Kakak iparmu. Dia sehat, kuat, semua orang tahu dia sangat sempurna. Kalau kamu bisa hamil anaknya, maka masalah akan selesai. Anak itu akan tetap dianggap anakku, darahnya tetap darah keluarga ini." Deana menggeleng cepat. “Ivan, kamu gila! Itu kakakmu! Aku … aku tidak bisa—” Ivan bergerak mendekat, jemarinya mencengkeram dagu Deana dengan paksa hingga wanita itu meringis kesakitan. Ia tidak peduli orang lain akan melihat, sekarang ia benar-benar kesal. “Dengar baik-baik, Deana.” Suaranya rendah dan tajam. “Aku tidak peduli apa kamu jijik, apa kamu menangis, atau apa kamu merasa bersalah. Kamu istriku. Tugasku memberi status padamu dan tugasmu hanya satu, beri aku anak.” Ibunya terus mendesak kehadiran anak yang tidak juga ia dapatkan setelah tiga tahun menikah. Ivan benar-benar frustasi dan tidak tahan dengan ocehannya yang menyakitkan. Mengetahui kondisinya sekarang, tidak ada cara lain selain meminjam benih kakaknya. Toh, darah mereka masih mengalir darah yang sama, darah keluarga Mahawira. Air mata jatuh di pipi Deana. Dadanya sesak. Ia benar-benar tidak mau melakukan hal memalukan itu. Bagaimana bisa suaminya sendiri menyuruhnya untuk menghasilkan keturunan dari pria lain? Ivan past sudah gila! “Tapi Ivan … ini salah. Ini dosa. Ini—” Ivan mendekatkan wajah, hanya sejengkal darinya. “Salah? Dosa? Dunia tidak akan pernah tahu apa yang kita lakukan, Sayang. Orang hanya akan melihat kamu hamil, melahirkan, memberi cucu untuk orang tuaku. Itu saja yang penting, sedangkan yang lain tidak berarti apa-apa.” Jemarinya melepas dagu Deana dengan kasar hingga wanita itu terhuyung dan meraih tembok di belakangnya sebagai tumpuan. “Kalau kamu benar-benar istri yang baik, kamu akan melakukan ini. Kalau tidak ….” Ivan menyeringai sinis. “Silakan pergi, tapi jangan harap aku akan melepaskanmu dengan baik-baik. Akan kupastikan kamu keluar dari rumah ini tanpa nama, tanpa harga diri, tanpa apa pun. Harga itu setimpal untuk penolakanmu." Deana terdiam, tubuhnya membeku. Ancaman yang keluar dari bibir pria yang sangat ia cintai itu lebih menyakitkan dari tertusuk pisau. Ia tahu, Ivan tidak asal bicara, dia bisa melakukan segalanya hanya dengan satu jentikan jari. Uang bisa melakukan apa saja, sekalipun sesuatu yang mustahil. Di tengah kepedihan itu, nama Agra terus berdengung di kepalanya. Agra Dylan Mahawira. Kakak iparnya. Pria yang selalu bersikap dingin, tenang, dan ramah pada beberapa kesempatan. Pria yang selalu terlihat sempurna di mata keluarga. Sekarang, suaminya memaksanya untuk mendekati pria itu, menyerahkan tubuh padanya. Perut Deana mual memikirkan semua ini benar-benar tidak masuk akal. Ia tidak bisa menjangkau apa yang Ivan pikirkan. “Kamu benar-benar keterlaluan, Ivan, keterlaluan!” desisnya. *** Malam itu, Deana berbaring di ranjang megah rumah mereka. Ivan tertidur pulas di sampingnya, dengkuran ringan terdengar. Deana memeluk bantal, matanya bengkak karena menangis sepanjang jalan pulang. Kata-kata Ivan terus terngiang hingga ia harus menutup telinga dengan telapak tangannya, berharap bisa menghentikan suara itu. Namun, bayangan wajah Ivan yang dingin dan penuh tekanan membuatnya tidak bisa mengusir kenyataan. Ia terjebak. Pilihannya hanya dua, mengikuti rencana gila suaminya, atau kehilangan segalanya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Deana merasa lebih takut pada suaminya sendiri daripada dunia luar yang sangat kejam. Mengingat ia berada di tengah keluarga kaya yang mengharuskan segalanya berjalan sempurna. Ivan tiba-tiba menggeliat dalam tidurnya, lalu sedikit membuka mata. Tanpa aba-aba memutar tubuh dan menarik Deana masuk ke dalam pelukannya. Tubuh pria itu hangat, lengan kekarnya melingkari pinggang Deana dengan paksa. Deana tersentak, tubuhnya menegang dan napasnya tercekat ketika wajah Ivan menempel di lehernya. “Tidurlah, Sayang, air matamu tidak akan mengubah apa pun karena mulai besok kita harus mengungsi ke rumah Mama.”“Kakak ipar …. Jangan lakukan ini, jangan ….” Deana meronta dengan tidak terkendali saat tangan Agra perlahan menyusup ke dalam pakaiannya. Ia membeku begitu tangan hangat itu menyentuh permukaan kulit punggungnya tanpa penghalang.Sebuah lenguhan lolos tanpa sadar. Tangannya justru melingkar di leher Agra, membiarkan bibir pria itu menginvasi dada bagian atasnya. “Apa Ivan bisa memberimu ini, hem? Responmu seperti wanita yang sudah lama tidak disentuh.” Suara Agra rendah dan serak, menggerogoti kewarasannya.Tidak, Ivan tidak bisa memberikan kesenangan yang sama. Sudah lama sekali sejak Ivan mempermainkannya seperti ini. Sejak dituntut untuk memiliki keturunan, Ivan hanya fokus menumpahkan benih tanpa melakukan hal lain, seolah dia hanya menginginkan anak dan tidak peduli akan kepuasan Deana atau dirinya sendiri.“Kenapa tidak menjawab?” Agra mendongak, mengarahkan mata gelap berkabutnya ke wajah Deana yang duduk mengangkang di pangkuan. Tangannya perlahan merambat ke depan tubuh
“Apa yang mengganggu pikiranmu?”Di tengah kegiatan menyantap sashimi, Agra dibuat sangat terganggu dengan gerakan gelisah Deana. Wanita itu tidak berhenti menggoyangkan kaki, dan menjatuhkan sumpit ke mangkok hingga menimbulkan dentingan nyaring.Dengan tatapan polos ia mendongak, bola matanya bergerak cepat seolah sedang mencari alasan. “Tidak ada. Hanya saja ….” Ia melihat ke arah pintu. “Kenapa Ivan lama sekali. Apa aku harus keluar untuk mencarinya?” tanyanya pelan, nyaris berbisik. Di sisi lain, ia tidak mau disangka melarikan diri dari kecanggungan, walaupun memang itu yang sebenarnya ingin ia lakukan.“Kenapa harus repot-repot, kamu bisa menggunakan ponselmu.” Agra menunjuk ponsel yang tergeletak di atas meja.Mengikuti arah pandang Agra, ragu-ragu Deana mengambil ponsel itu dan mengetikkan sesuatu. Di dalam hati ia menggerutu kesal karena seolah pria itu tidak membiarkannya keluar.Pesan terkirim, Deana meletakkan ponselnya kembali, bersamaan dengan pintu yang dibuka dari l
“Kamu benar-benar menghancurkan segalanya!” Ivan menatap tajam sang istri yang duduk di tepi ranjang, sedang menunduk meremas tangannya yang dingin dan gemetar. “Kamu harus bertanggung jawab!”Dengan takut-takut Deana mengangkat kepalanya, sorot mata tajamnya berembun, bibirnya yang bergetar sedikit terbuka.“Aku sudah bertanggung jawab, mengobatinya dan membantunya bekerja semalaman kalau kamu tahu! Tentu saja kamu tidak tahu, kamu tidak pernah mau tahu apa yang kulakukan!” teriaknya, tertelan bersama saliva yang meluncur kasar di tenggorokan. Ia tidak bisa mengatakannya, ia tidak bisa berteriak seperti itu kepada Ivan.Tiga tahun ini ia selalu bersikap lembut dan baik, sekalipun pria itu telah menyakitinya. Karena ia mencintainya lebih dari apa pun di dunia ini. “Ap-apa yang harus kulakukan?” tanyanya kemudian, dengan terbata. Tenggorokannya mendadak sakit, suaranya keluar dengan kasar seperti memuntahkan kerikil. “Ivan, aku belum siap untuk melakukannya sekarang. Ak-aku butuh w
"Apa yang kamu lakukan di sana?" Ivan yang sedang menyelesaikan beberapa pekerjaan tiba-tiba bertanya ketika melihat Deana masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuh di atas ranjang."Aku ingin beristirahat. Memangnya kenapa? Ada yang harus kubantu?" Ia baru saja mencuci piring dan membereskan meja setelah makan malam. Tubuhnya sangat lelah disamping merasa tertekan karena Carla tidak berhenti menyinggungnya soal kehamilan."Kakak ada di mana?" tanya Ivan."Aku melihatnya sedang menerima telpon di ruang tengah, sepertinya dia sedang sibuk," jawab Deana acuh tak acuh. Sejujurnya ia sedang menghindari rencana Ivan dengan mengatakan Agra sedang sibuk, lantaran ia belum siap melakukan sesuatu. Entah kenapa, tatapan kakak iparnya itu membuat jantungnya berdebar-debar."Tck! Mungkin dia sedang bekerja." Ivan menarik napas panjang. "Begini saja. Kamu buatkan dia kopi dan sedikit basa-basi agar nantinya tidak terlalu kaku.”"Tapi, Ivan, aku benar-benar lelah. Besok saja ya, sekarang biark
Rumah besar keluarga Mahawira selalu tampak megah, tetapi bagi Deana, rumah itu terasa seperti penjara yang pintunya sudah dikunci rapat. Ia menelan ludah susah payah ketika kini sudah menghadap pintu besar itu."Apa lagi yang kamu pikirkan? Tidak perlu takut. Kita cukup mengatakan kalau rumah kita dalam renovasi dan terpaksa menginap untuk beberapa hari. Bukankah itu bukan sesuatu yang sulit?" Ivan berbisik tajam di telinganya.Mau tidak mau Deana mengangguk, walau kepalanya terasa berat.Saat tangan Ivan terulur akan mengetuk pintu, pintu itu sudah terbuka terlebih dahulu. Ivan langsung memasang wajah sumringah, kontras dengan aura gelap yang tadi ia pancarkan."Kakak?" sapanya, tersenyum lebar, terlihat polos seperti anak kecil. Kebetulan sekali kakaknya itu ada di rumah. Jadi, tidak perlu repot-repot mencari alasan agar dia datang.Kening Agra mengerut, terkejut lantaran tidak biasanya Ivan datang. Namun, bukan hal itu yang membuatnya heran. Pandangannya mengarah pada Deana yang m
“Suami anda tidak bisa menghasilkan keturunan.” Kata-kata itu bergema di telinga Deana Kamanta.Ia duduk kaku di kursi rumah sakit, jemarinya gemetar menggenggam kertas hasil pemeriksaan yang masih hangat. Sedangkan matanya berulang kali membaca baris yang sama, berharap ada kesalahan cetak, berharap dokter keliru. Akan tetapi, tidak. Kata-kata itu tertulis sangat jelas.Infertilitas pria.Suaminya mandul, seperti yang dokter sampaikan.“Memalukan!” Ivan Mahawira, suaminya, bergumam seraya berjalan mondar-mandir di depannya. Sama seperti dirinya, ia juga sangat kecewa.Mendengar itu, lantas Deana mendongak, kemudian berdiri. Ia meraih lengan suaminya, berusaha menenangkannya. Ivan berhenti bergerak ketika Deana berbicara, “Aku tahu ini berat buat kita, tapi kamu harus tahu kalau ini bukan salah siapa-siapa. Ini medis, bukan Aib. Kita bisa coba program bayi tabung, donor sperma atau—” “Diam!” Ivan menoleh, matanya merah menyala dan suaranya menggema di sepanjang koridor. “Jangan seo






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments