LOGINSuara dunia kembali pelan-pelan mengalir… seakan Dimensi Asal baru saja terjaga dari pingsan panjang. Cahaya putih dari titik kecil—Inti Ketiga—memanjang perlahan, melukis garis-garis tipis yang merambat di udara. Dan setiap garis itu seakan memerintahkan dunia untuk diam dan kembali rapi. Tapi ketenangan itu hanya bertahan setengah detik. Karena Ran Zhu mengamuk. “BUANG CAHAYA ITU DARI DUNIA INIIII!!!” Seluruh tubuhnya memanjang, berdenyut seperti sebuah kristal hidup yang retak di setiap sudutnya. Enam lingkaran hitam yang sebelumnya stabil kini berputar tak terkendali, menggerus udara hingga muncul spiral-spiral kecil yang menelan dinding dimensi. Wu Yao hanya sempat mengangkat lengan sebelum gelombang sintetis Ran Zhu menghantamnya. BOOOMMM!! Tubuh Wu Yao terpental ratusan meter, menghantam pilar energi yang pecah berantakan. Napasnya memburu. Dadanya terasa seperti dihantam besi cair. Tapi ia sadar satu hal: Ran Zhu panik. Dia takut. Karena dunia tidak memilihnya. Wu Y
Kabut hitam yang menggulung dari dasar Dimensi Asal terasa seperti lautan jiwa yang meratap—panas, berat, dan penuh bisikan-bisikan aneh yang menusuk telinga Wu Yao ketika ia menerobos masuk. Setiap langkahnya menimbulkan riak cahaya keperakan dari Qi Tanpa Bentuk yang berlapis-lapis mengitari tubuhnya, menjaga agar aura Ran Zhu tidak menyusup ke dalam meridian. Satu langkah… Dua langkah… Sampai akhirnya ia tiba di sebuah jalur panjang yang seolah terbuat dari retakan cahaya. Jalur itu membelah dimensi seperti parit melintang yang memaksa ruang bertekuk. Energinya menggema, mengancam memutus jiwa siapa pun yang tak berhak melintasinya. Di ujung jalur itulah Ran Zhu berdiri. Atau… sesuatu yang dulunya adalah Ran Zhu. Makhluk itu kini memancarkan cahaya biru pekat yang berdenyut seperti jantung kedua dunia. Tubuhnya memanjang, berlapis-lapis segmen energi sintetis yang berganti-ganti antara wujud manusia dan sesuatu yang lebih asing. Di belakangnya, enam lingkaran hitam berputar—i
Angin Qi yang tercemar sisa darah iblis mengalir pelan di antara tebing retak Dimensi Asal, membawa aroma yang pahit dan dingin seperti besi tua yang terendam air malam. Wu Yao berdiri mematung di puncak reruntuhan altar hitam, tubuhnya setengah terbungkus lapisan cahaya tipis dari Qi Tanpa Bentuk yang belum sepenuhnya stabil setelah pertarungan brutal di bab sebelumnya. Di kejauhan, suara dentuman bergulung dari balik kabut—dalam rentang sekejap, kabut itu terbelah oleh tombak energi yang memancar lurus ke langit. “Ran Zhu… kau benar-benar belum selesai menghancurkan dunia ini.” Wu Yao bergumam pelan, napasnya berat. Luka-luka kecil di sepanjang lengannya membentuk alur merah tua, dan meskipun energinya besar, ada getaran halus yang menandakan kekuatan jiwanya masih goyah. Tubuhnya nyaris roboh beberapa kali sejak runtuhnya Gerbang Spiral Qi di bab 142, tetapi kehendaknya menolak menyerah. Di bawah sana, tanah retak seperti jaring laba-laba hitam raksasa, membentang hingga ke hor
Rongga Keheningan berubah wujud menjadi pusaran gelap raksasa, seperti lubang luka di tengah dunia. Cahaya merah dari Inti Distorsi memercik liar, membuat dimensi Spiral Qi tampak seperti kain tipis yang siap robek kapan saja. Suara gemuruh tanpa arah mengguncang landasan energi tempat Wu Yao berdiri, sementara di kejauhan Yue Shan, Kai Luan, dan Arielle masih berusaha menstabilkan pijakan mereka. Wu Yao menatap lurus ke arah Arsitek Awal, yang kini memasuki wujud ketiga—lebih padat, lebih menyerupai manifes rencana, dengan garis-garis berlapis seperti diagram hidup. Di setiap lapisan tubuhnya, simbol bercahaya muncul dan hilang, seolah ia terus menulis ulang eksistensinya sendiri. Tapi untuk pertama kalinya… ia terlihat menghadapi hambatan. Rantai Qi Tanpa Bentuk yang diciptakan Wu Yao tak lagi “menembus” tubuh Arsitek Awal seperti sebelumnya. Kali ini, rantai itu menggenggam—mencengkeram, memberi wujud pada sesuatu yang seharusnya tak tersentuh. Arsitek Awal menatapnya dengan ke
Gerbang Cahaya berdenyut seperti mata raksasa yang baru terbangun dari tidur puluhan ribu tahun. Cahaya keemasan menyembur keluar, namun ada aura asing yang menyelip di sela-sela sinarnya—sebuah getaran dingin yang tidak berasal dari warisan Wu Xuan, bukan juga dari Bayangan Tanpa Nama. Ran Zhu menelan ludah. “Ini… bukan aura Wu Xuan.” Elder Qian Rong mundur beberapa langkah begitu mendeteksi denyut berikutnya. “Tidak. Ini jauh lebih tua.” Wu Yao tidak berhenti. Meski wajahnya tampak serius, langkahnya tetap mantap memasuki aliran cahaya. Pedang Tanpa Bentuk tergenggam ringan di tangan kanannya, seperti sinar paling bersih dalam dunia yang sedang berubah. Ketika telapak kakinya menyentuh permukaan cahaya itu— Dunia membeku. Semua suara hilang. Semua gerakan terhenti. Semua napas berhenti di tengah udara. Hanya Wu Yao yang tetap bisa bergerak. Dan di hadapannya, seakan terlahir dari kedalaman cahaya itu, muncul sebuah siluet tinggi—tegak, penuh wibawa, dan benar-benar asing
Cahaya dari Gerbang Cahaya—yang sejak tadi berputar bagai roda takdir—mulai meluas seakan menyambut kebangkitan seseorang yang seharusnya sudah hilang dari permukaan dunia. Sinar-sinar putih keemasan merambat ke dinding-dinding spiral, melewati retakan dimensi, mengisi celah-celah yang tadinya dipenuhi kehampaan. Wu Yao berdiri tegak, napasnya masih memburu, tapi aura yang memancar dari tubuhnya bukan lagi aura seorang pemuda yang baru sukses menembus alam tinggi. Kini, ia adalah sebuah pusat gravitasi bagi Qi Tanpa Bentuk. Bayangan Tanpa Nama, meski tanpa wajah, tampak “mengerut”—seolah bentuknya tengah merespons ancaman. Ran Zhu, yang berhasil kembali bangkit sambil menahan sakit di dada, mengamati keduanya dengan mata yang mulai kehilangan sinisnya. “Jadi dia benar-benar… mewarisi warisan itu.” Elder Jian Mu menelan ludah. “Warisan Wu Xuan. Yang seharusnya tidak pernah bangkit di generasi ini.” Elder Qian Rong mengangguk gemetar. “Dunia akan berubah… jika dia menang.” Dan dun







