Sepersekian detik telah terlewatkan dengan hawa panas yang terasa begitu mencekik. Geram dengan respon Bella yang tidak melakukan apa yang ia inginkan, Manu terlihat perlahan menunduk. Amarah meledak-ledak yang ditahan Manu terasa begitu jelas lewat hembusan nafas panas yang menerpa wajah Bella. Sontak, Bella benar-benar dibuat mati kutu saat tangan pria itu baru saja menarik dagunya dengan satu tangan agar pandangan mereka bertemu.
"Jadi kau ingin aku yang melakukannya, hmm?"Lidah Bella terasa kelu dan tak dapat digerakkan untuk menjawab sindiran keras nan menusuk Manu. Syaraf tubuhnya seakan-akan tak berfungsi saat pria itu mengusap bibir Bella kemudian menyunggingkan sebelah sudut bibirnya, memperlihatkan senyum miring layaknya senyum seorang iblis yang begitu menakutkan."Apa mereka juga berhasil mendapatkan ini?" Manu tertawa sinis saat melihat Bella hanya diam saja tak merespon apapun. Perempuan itu hanya menatap matanya dengan sorot yang begitu Manu benci, sorot sayu yang bercampur dengan air mata.CUP!Bella tersentak kaget detik itu juga. Nafasnya tertahan begitu saja tatkala Manu baru saja menyatukan bibir mereka. Tak ada kelembutan sedikitpun, bahkan Bella merasakan perih pada bibirnya di sela-sela permainan Manu. Pria itu seperti menggunakan bibirnya sebagai tempat pelampiasan!"Mmphh!"Bella berusaha mendorong dada Manu kuat untuk melepas pangutan bibir mereka tatkala Manu berusaha untuk membuka akses masuk, tapi satu tangan Manu yang tak memegangi dagunya malah beralih ke pinggang Bella kemudian menariknya dengan kasar hingga Bella bangun dengan tubuh bagian depannya menempel tanpa jarak dengan dadanya. Bibir perempuan itupun tak lupa mengeluarkan suara ringisan akibat kuatnya cengkeraman tangan Manu di pinggangnya.Secara tak langsung, bibir Bella terbuka dibuatnya, membuat Manu tersenyum tipis di sela-sela permainannya kemudian lantas mengabsen rongga mulut Bella dan membelit lidah Bella sesekali.Tangan yang tadinya memegang dagu Bella perlahan beralih ke tengkuk Bella, menekannya dengan kuat di sana untuk memperdalam pagutan mereka meski Bella tak memberikan tanda-tanda membalas permainan pria itu sedikitpun.Bella sendiri berusaha mati-matian untuk menahan diri agar tak terlena oleh permainan Manu meskipun tubuhnya berkata lain. Bohong jika ia tidak terbuai oleh permainan pria itu meskipun tak ada kata lembut sedikitpun. Faktanya, ia benar-benar hampir dibuat kehilangan akal oleh sensasi aneh yang diciptakan Manu, ditambah pemandangan tubuh Manu yah begitu--akh, tapi Bella merasa benar-benar tak siap untuk melakukannya sekarang!"Akhh ... K-kak ...."Bella tak thu ia mendesah karena lepas kontrol oleh dirinya sendiri akibat sensasi nikmat yang ia rasakan atau karena kasarnya permainan Manu. Intinya, yang Bella tahu ialah Manu nampak begitu senang mendapati dirinya tersiksa seperti ini."MPHH!"Bella memukul dada Manu kencang saat ia mulai merasa kehabisan napas. Beruntungnya Manu mau melepaskan pagutan mereka dan membiarkan Bella meraup oksigen dengan tergesa-gesa dengan kedua mata terpejam yang menampilkan bulu mata lentiknya itu.Saat kedua bola mata itu terbuka dan menampilkan iris hazel memikatnya, pandangan mereka terkunci, tapi keduanya terlihat tak berniat untuk membuka suara.Tangan Manu kembali bergerak menekan tengkuk Bella, bukan untuk menyambar bibir perempuan itu, tapi untuk menempelkan dahi mereka.Bella reflek bergerak mundur dengan kedua tangan perlahan naik dan berada di dada bidang Manu, menjadi sekat pembatas antara tubuh keduanya. Manu kembali menyunggingkan Sebelah sudut bibirnya, kemudian mulai berusaha melepas kancing piyama merah yang dikenakan Bella."K-kak ...." Bella menggeleng dengan bibir yang masih bergetar hebat. Satu tangan perempuan itu berusaha menahan gerakan tangan kekar Manu, ia bear-benar tak bisa melakukannya sekarang!Entah kenapa, rasa tak nyaman begitu menyerangnya bertubi-tubi tanpa jeda sedikitpun."Kau menyukainya, untuk apa kau berlagak menolak?" Desis Manu dengan satu alis terangkat membuat Bella memilih menunduk, tapi dengan tangan yang masih setia menahan pergerakan Manu di kancing piyamanya."Jawab aku Bella!" lanjut Manu dingin.Bella hanya menggelengkan kepalanya, tahu jika dirinya sudah terikat kontrak dan tidak seharusnya ia menahan dan menolak apa yang ingin Manu lakukan. Terlebih, Manu telah memberikan apa yang ia janjikan kepadanya, pria itu telah melunasi hutangnya."Maafkan aku, Kak, tapi tolong mengertilah keadaanku saat ini. Beri aku waktu," gumam Bella lirih."Apa aku berada di lantai?" Sindiran saat mata Bella terus saja menatap lantai."Aku telah membayarmu dengan harga yang begitu tinggi, tapi inikah balasanmu?"Lagi dan Lagi Bella tidak menjawab. Ia tahu jika Manu berhak untuk berlaku kasar terhadapnya karena berani melanggar perjanjian bahkan di saat perjanjian itu baru ditandatangani beberapa jam yang lalu, tapi ia hanya bisa berharap manu akan memberinya hukuman di suatu saat nanti, bukan sekarang."Kak, jangan!" Bella tertegun dengan mata membulat sempurna saat pria itu terus menghimpitnya yang membuat Bella mau tak mau harus bergerak mundur. Yang lebih membuat Bella panik, dia itu baru saja menyentakan tangan yang menahan tangan kekarnya."KA-AKH!"Bella menjerit kesakitan saat merasakan punggungnya terasa remuk karena Manu baru saja membanting tubuhnya ke atas ranjang. Bahkan seakan-akan tak memberi ampun sedikitpun kepada Bella, pria itu lantas dengan segera bibir Bella kasar.Bresh!Bella membulatkan matanya sempurna saat ia merasakan sesuatu yang aneh baru saja dialami oleh tubuhnya. Ia berusaha untuk mendorong Manu, tapi tenaganya tak sebanding dengan tenaga Manu. Bahkan kini tak ada yang bisa saya lakukan karena bibir ranumnya itu telah sepenuhnya dikuasai oleh Manu, bahkan ia sendiri tak sadar jika kedua tangannya kini telah dicengkeram dengan satu tangan di atas kepalanya sendiri.Pipi yang sempat kering tadi kini mulai kembali dibuat basah oleh air mata Bella. Ia tak mengerti kenapa menu bisa berubah menjadi sebringas ini, ia benar-benar dibuat syok. Bahkan lagi dan lagi kepalanya mulai terasa berdenyut pening akibat permainan Manu yang bahkan lebih kasar dari sebelumnya.Manu seperti berniat untuk membuat bibirnya robek tak bersisa karena Bella merasakan sensasi amis dari darah segar yang dicecap oleh lidahnya.Manu yang sepertinya menyadari hal serupa seperti Bella perlahan mulai melepas tangisannya tetapi tidak benar benar memberi jarak di antara wajah mereka.Sedetik kemudian, Bella lantas menarik kedua tangannya yang dicekal oleh Manu di atas kepalanya."Kak, cukup! Kumohon jangan se-sekarang!" ujar Bella lirih dengan tatapan nanar yang begitu memilukan.Bella kira Manu akan berhenti karena tak terlihat sedikitpun jika pria itu berniat untuk membuka kancing piyamanya. Namun, siapa sangka jika pria itu malah telah berhasil merobek celana piyama tipis itu kemudian membuangnya asal.Bella terkejut, ia berusaha merapatkan pahanya yang terasa begitu dingin diterpa suhu pendingin ruangan yang ada di sana. Suara isak tangis Bella terdengar begitu kencang memenuhi ruangan bernuansa putih tersebut, bahkan suaranya terasa hampir sukses membuat gendang telinga Manu dibuat pecah olehnya."Sial!"Manu megumpat kesal, kemudian lantas dengan segera turun dari ranjang. Langkah pria itu terdengar begitu besar dan berat, sebelum akhirnya ditelan habis oleh suara bantingan pintu yang sepertinya hampir mampu membuat bangunan itu roboh.Bella lantas segera bangun dengan posisi terduduk, ia menatap ke bawah--ke sprei putih itu lebih tepatnya. reflek, Bella lantas dibuat menggigit bibir bawahnya yang telah sedikit berdarah tersebut setelah mulai mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya.Warna kemerahan mulai merambat menghiasi pipi Bella dengan perasaan bercampur aduk yang tak bisa ia deskripsikan.Dia ... dia kedatangan tamu bulanannya!"Sayang, apa yang terjadi?"Laura tentu dibuat bingung saat mendapati suaminya tiba-tiba pulang dengan tampang tak bersahabat. Lagi pula bukankah pria itu mengatakan akan pulang sedikit terlambat karena harus menyelesaikan permasalahan tentang calon anak mereka nantinya? Kenapa pria itu pulang bahkan sebelum matahari digantikan oleh bulan?"Sayang ...."Laura kini terlihat membuntuti Manu yang lantas pergi ke dapur setelah berhasil masuk ke dalam Mansion mereka. Manu terlihat masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab, hanya suara langkah yang terdengar begitu berat saja yang ada."Sayang, apa aku melakukan kesalahan?" Laura mendekat dan menghapus jarak di antara mereka saat melihat Manu baru saja selesai menegak habis gelas berisikan air putih itu. "Kenapa kau tiba-tiba mengabaikanku seperti ini?" lanjut Laura.Laura menangkup kedua pipi Manu, dengan satu tangan di antaranya beralih mengelus lembut rahang tegas yang nampak mengetat itu. Manu hanya menatap datar Laura meskipun s
"Jadi, hal itulah yang membuatmu kesal tadi?"Laura mendongak, menatap Manu yang kini menunduk untuk menatap wajahnya. Usapan hangat tangan kekar Manu di surai lembut milik Laura perlahan terhenti secara perlahan. "Aku benar kan?" ulang Laura sekali lagi saat Manu terlihat tak kunjung menjawab pertanyaan sederhana darinya."Iya." Jawaban Manu begitu singkat, langsung pada intinya. Namun, hal itu malah membuat Laura merasa semakin tak tenang. Laura yang memulai semua ini, tapi kenapa ia merasa begitu menyesal setelah mendesak Manu tadi hingga pria itu akhirnya buka mulut?Laura sedikit meringis. Kenyataan bahwa tubuh mereka yang polos tanpa sehelai benang itu hanya ditutupi oleh selimut ternyata tak mampu membuat Laura merasa lebih baik. Keduanya baru saja bermain panas di atas ranjang, dan tepat setelah mendapatkan kepuasannya masing-masing, Laura sendirilah yang mulai memancing Manu dengan membicarakan masalah sebelumnya. Laura kira Manu 'butuh waktu sendiri' karena masalah perusah
Laura men-dial nomor suaminya dengan jari gemetar, dalam hati ia terus memohon agar Manu mengangkat teleponnya. Saat Manu akhirnya mengangkat telepon, suaranya terdengar tenang namun Laura bisa merasakan kekhawatiran yang terpancar dari suaranya. "Laura, ada apa?" tanya Manu di seberang sana. Pria yang kini tengah berjalan di lobby gedung perusahaannya terlihat menerka-nerka kemungkinan apa yang membuat Laura tiba-tiba menelponnya padahal mereka baru berpisah sekitar 20 menit lalu."Sayang ...." Suara lirih Laura bergetar hebat. Perempuan itu kini tengah menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Wajahny nampak terlihat begitu pucat pasi dengan mata memanas dan berkaca-kaca."Laura, apa yang terjadi?" Langkah Manu terhenti, membuat Bram, sekretaris yang berjalan di belakangnya itu ikut menghentikan langkahnya."Perempuan itu tidak ada di Rumah. Dia ... dia sepertinya kabur ...." Manu terhenyak selama beberapa saat. Pria itu kemudian lantas memutar tumitnya saat otaknya baru bisa mena
"Kak! Lepaskan! Kau menyakiti--akkh!"Bella membulatkan matanya sempurna tatkala Manu baru saja melepaskan cekalan di pergelagan tangannya. Perempuan itu terhenyak, karena Manu sedikit mendorong tubuhnya ke depan yang membuat Bella hampir saja tersungkur ke lantai.Bella membalikkan tubuhnya, menatap Manu yang menatapnya dengan tatapan dingin khasnya itu. Kenapa dari waktu ke waktu pria itu berubah semakin kasar bagaikan iblis?!"Apa yang kau pikirkan, Bella?" Manu memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya, memancarkan aura sinis bercampur arogan yang tak pernah Bella lihat. "Apa yang kau inginkan dengan kabur begitu saja, huh?! Aku pikir kau tidak sepikun itu untuk mengingat perjanjian yang telah ka tanda tangani!"Manu kembali menyudutkan Bella, tak membiarkan perempuan itu membela diri barang sedikit pun. Tatapan dinginnya kian menyala, memancarkan emosi yang berusaha ia tahan."Apa kau kira aku pengangguran yang tak punya pekerjaan sehingga bisa terus menyelesaikan masalah
Bella mencengkeram erat gelas berisikan air putih yang ada di tangannya sembari memejamkan mata. Sedetik kemudian, perempuan itu berusaha meneguk habis cairan bening yang begitu ia benci hingga habis tanpa sisa. Bella kemudian membalikkan badannya, berniat mencuci gelas tersebut, tapi saatmendapati sosok jangkung yang kini menatapnya dingin beberapa langkah di depannya membuat Bella terkejut hingga gelas yang dipegangnya jatuh.Manu berdecih melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya. "Tanganmu patah, hmm?"Bella tahu Manu tengah menyindirnya. Bella menatap beling-beling yang berserakan di lantai, sedikit bersyukur karena ia tak tergores sedikitpun. "Kenapa kau tak mengunci pintu depan?" Bella menggigit bibir bawahnya. Sial!! Dia benar-benar lupa untuk menguncinya tadi. "Meminta maaf lagi?" sela Manu saat melihat Bella bersiap membuka bibirnya. "Apa permintaan maaf bisa menolongmu nanti jika kau dalam bahaya? Beruntung yang ada di depanmu saat ini adalah aku, bagaimana ji
"Sayang!"Manu yang tengah berjalan santai menuruni anak tangga lantas menoleh ke sumber suara. Ia hampir saja terhuyung ke belakang akibat Laura lantas memeluk tubuhnya dengan erat. Beruntung Manu memiliki kesigapan yang baik, jika tidak mereka berdua mungkin saja telah jatuh berguling-guling ke bawah.Manu mengurungkan niatnya menegur Laura tatkala aroma strawberry yang selalu mampu menenangkan pikirannya di kala stress tercium khas di hidung Manu. "Kau sudah mengajaknya untuk tinggal di sini, kan?" tanya Laura saat pelukan mereka terlepas. Mata perempuan yang tengah mengenakan mini dress selutut berwarna merah yang dipadukan dengan long cardigan senada itu terlihat berbinar-binar menunggu jawaban Manu. Manu menarik kedua sudut bibirya membentuk lengkungan bulan sabit yang mampu membuat wajah Manu terlihat berkali-kali lipat lebih hangat dan tampan. Bella yang terlihat baru saja keluar dari kamarnya tertegun dan menghentikan langkahnya. "Sudah?" tanya Laura ulang saat Manu mengel
"Bella, aku mengatakan semuanya karena aku percaya padamu. Kau bisa menyembunyikan rahasia ini dari orang-orang bukan?"Bella terkesiap, mulai berusaha untuk menghalau pikirannya yang telah melayang begitu jauh. Ouh ayolah, ia hampir saja lupa jika sepertinya tak ada siapapun yang tahu mengenai kemandulan Laura. Mungkin hal inilah yang membuat Manu segera mencari rahim pengganti ketimbang keluarganya menuntut Manu untuk menikah lagi. Terlebih Manu adalah anak tunggal."Tentu," ujar Bella sedikit ragu. Ia harap dirinya tak akan berubah menjadi wanita ketiga yang merusak rumah tangga perempuan seperti Laura. Perempuan itu terlalu baik untuk dihancurkan oleh kekurangannya saat ini."Adakah yang bisa kubantu lagi?" tanya Bella sembari berjalan mendekat ke arah Laura. "Tidak, kau bisa beristirahat. Aku bisa mengurus bagian ini sendiri," sahut Laura tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Bella. "Ngomong-ngomong, apa pekerjaanmu sebelumnya?" tanya Laura, seperti ingin mengenal Bella jauh
"Sayang ...."Jari-jari lentik itu bermain-main di atas perut datar nan keras milik Manu yang masih terhalang oleh baju tidur berbahan satin, membuat sang empu meringis pelan. "Laura."Laura mendongak kemudian tertawa kecil saat Manu menahan tangannya sembari menggelengkan kepala pelan. Ironisnya, dengan peringatan gestur tubuh seperti itu, iris mata hitam pekat milik Manu malah menatap Laura dalam penuh kelembutan. "Aku tahu kau lelah, aku tidak ingin membuatmu bertambah lelah karena harus mengimbangi kemauanku, meskipun kau sendiri yang memulainya," ujar Manu lembut, kemudian menarik tubuh Laura semakin dekat ke pelukannya. "Aku atau kau yang kau maksud sedang lelah?" goda Laura yang dibalas kekehan kecil oleh Manu."Jadi kau benar-benar ingin aku menuruti hasrat priaku? Kau tidak akan menyesal?" Bohong jika Manu mengatakan jika dirinya tak dibuat hampir kehilangan kontrol akan dirinya sendiri walaupun Laura hanya bermain-main kecil dengannya."Kapan aku bisa menolak keinginan su