"BRENGSEK! LEPASKAN!"
Bella menjerit kuat hingga urat-urat lehernya menyembul jelas seperti siap untuk menembus kulitnya. Kedua tangannya kini tengah dicekal erat ke belakang tubuhnya oleh salah satu bodyguard anak buah pria paruh baya itu. Sementara satunya lagi berusaha keras melepaskan satu persatu kancing kamejanya karena Bella terus berusaha menunduk untuk mempersulit bodyguard di depannya."AKH! BRENGSEK!"Tubuh Bella merinding hebat saat ia merasa kulit lehernya disapu oleh benda kenyal berlendir. Tepat kala itu juga kamejanya berhasil ditanggalkan. Bella semakin menjerit sekuat tenaga dengan air mata yang jatuh berlomba-lomba membasahi pipinya.Meskipun sepertinya sia-sia, Bella tetap berusaha memberontak. Naasnya, tak berbeda jauh dengan kejadian di jalan kemarin malam, rambut Bella dijambak kencang hingga kepalanya menengadah. Sialnya lagi, sapuan benda kenyal di lehernya itu kian membabi buta, bahkan Bella dibuat serasa ingin menjatuhkan dirinya dari atap gedung tersebut saat merasakan sensasi geli turut ikut menyertai di sekitar perutnya akibat sentuhan tangan bodyguard yang terlihat berlutut di depan Bella.Untuk kesekian kalinya, harga diri Bella dihancurkan berkeping-keping. ISementara itu, pria paruh baya itu nampak menatap datar pemandangan di depannya. Ia tahu apa yang ia lakukan begitu bejat, tapi kasih sayang kepada putranya membuat hati pria itu sekeras batu."Hentikan!"Bisa pria paruh baya itu lihat tampang kesal terukir di kedua wajah bodyguardnya setelah ia memberi interupsi. Pria paruh baya itu kemudian meletakkan ponselnya di atas meja kemudian bersidekap. Dengan satu isyarat gerakan mata, tubuh Bella lantas terhuyung dan jatuh tepat di depan kakinya. Lantas, kedua bodyguard itu pun segera keluar dari sana, menyisakan Bella dan pria paruh baya itu.Suara ringisan terdengar keluar di sela-sela tangisnya. Kedua tangan yang menopang tubuhnya itu nampak bergetar hebat dengan sisa tenaga yang begitu sedikit."Menolak putraku adalah keputusan yang salah, Bella," desisnya yang masih bisa di dengar Bella samar-samar, membuat Bella yang tak ada hentinya menangisi nasibnya kini dibuat tersadar untuk sejenak.Bella mulai sadar bahwa ia bisa lepas dari kehancurannya jika ia merubah keputusannya. Mulut itu hampir meneriakkan sesuatu permohonan pada pria paruh baya itu, tapi ia urungkan saat kejadian dimana ia baru saja menandatangani perjanjian dengan Manu terlintas di benaknya."Kau masih ingin menolak putraku?" Pria paruh baya itu berjongkok kemudian mencengkeram erat dagu Bella agar perempuan itu menatapnya. "Jika keputusanmu masih belum berubah, aku akan meninggalkanmu di sini dan membiarkan mereka menyantapmu sepuas yang mereka mau."Bella berusaha melepaskan cengkraman rentenir itu, tentu saja kegagalan menyambutnya. Kini, kepala Bella malah terasa semakin berdenyut hebat membuat matanya beberapa kali terpejam erat disertai ringisan yang tiada henti."To-tolong ...." racau Bella lirih dengan napas tercekat. Ia sebenarnya merasa begitu malu mengingat tubuh bagian atasnya hanya ditutupi oleh Bra, tapi tak ada yang bisa Bella lakukan sekarang. Bahkan, untuk bernapas saja rasanya seakan-akan ia akan bertemu ajalnya.BRAK!!BUGH!BUGH!"H-huh! Huh!" Dagu Bella lantas merosot tatkala tangan pria paruh baya itu tak lagi mencengkeram dagunya. Bahkan, pria itu baru saja terlempar ke belakang karena seseorang baru saja meraih kerah bajunya kemudian memukulinya dengan brutal yang membuat kondisi tubuh pria paruh baya itu berakhir bertabrakan dengan meja yang ada di belakangnyaBUGH!"BANGSAT!"Suara pukulan diiringi umpatan kasar itu masih bisa di dengar samar-samar oleh Bella. Bahkan dengan pandangannya yang perlahan mengabur ia masih bisa melihat seorang pria jangkung tengah menghajar rentenir itu habis-habisan tanpa henti."SIALAN! JANGAN IKUT CAMPUR DENGAN URUSANKU!!"Melihat pria paruh baya itu masih memiliki tenaga untuk berbicara dan bersiap menyerangnya balik, pria paruh jangkung itu segera menghindar kemudian lantas menendang pinggang rentenir itu dengan gerakan kilat membuat tubuh itu terlempar sekali lagi dan tepat mengenai tembok kotor ruangan tersebut.Bella ingin bangkit dan melarikan diri dari sana saat suara ringisan dan kegaduhan tersebutmemenuhi telinganya yang berdengung. Persetan dengan pria jangkung yang tengah kesetanan itu, Bella hanya ingin bisa segera pergi dari sana. Naasnya, pandangan Bella kian menggelap dengan tubuh yang perlahan seperti mengalami kelumpuhan.***"Huh! Huh! Huh!"Dengan dada yang bergerak naik turun tak beraturan, Bella lantas mengedarkan pandangannya ke sekitar. Kepalanya terasa seperti baru saja ditimpa beton, tapi pemandangan ruangan bernuansa putih luas dengan perabotan-perabotan asing di matanya ternyata sukses membuat Bella mengabaikan rasa sakitnya.Ini tentu bukan kamar kostnya!Bella mengusap wajahnya yang dibanjiri keringat dengan kasar, sedetik kemudian ia membulatkan matanya sempurna setelah mendapati tubuhnya kini dibalut piyama tidur tipis berwarna merah yang tentu bukan miliknya juga! Tubuhnya juga sepertinya tak sebersih ini tadi saat masih di ruangan gedung tua tersebut!Siapa yang menggantikan pakaiannya atau mungkin juga ... membersihkan tubuhnya?!Ia tidak mungkin berakhir di rumah Rentenir itu dan menjadi tahanannya kan?!Bella berusaha mengingat insiden yang baru saja menimpanya. Tak banyak yang bisa ia ingat, hanya kelicikan rentenir itu yang kemudian di akhiri oleh kemunculan pria jangkung yang menghajar habis pria licik itu.'Merepotkan!'Bella membeku di tempat tatkala otaknya membiarkan Bella mengingat suara tak asing yang menyapa telinganya di saat kesadarannya sudah benar-benar menghilang. Sepertinya pemilik suara itulah yang telah menggendongnya ala bridal style dan membuat Bella berakhir di sini.CEKLEK!Suara decitan pintu itu membuat Bella terkejut dan lantas mengeratkan cengkraman tangannya pada selimut tebal putih polos tersebut. Mendapati sosok pria jangkung terlihat baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan lilitan handuk sepinggang membuat jantung Bella seakan-akan berhenti berdetak saat itu juga."Kak Manu ...."Bella tidak tahu harus merasa bersyukur karena ia ternyata tak menjadi tahanan rentenir itu atau malah merasa buntung karena berada di satu ruangan yang sama dengan Manu. Bella yakin jika setelah ini Manu pasti akan memarahinya habis-habisan karena sudah terlibat Masalah serius untuk kedua kalinya.Sementara itu, Manu sepertinya tidak menyadari jika Bella tengah menatapnya hingga tak berkedip. Pria itu sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya. Buliran air terlihat mengalir di sela-sela pahatan otot di perutnya. Sial! Bella mengumpat dalam hati, bisa-bisanya ia terpesona dengan ciptaan Tuhan satu itu di saat seperti ini.Bella lantas menunduk dengan cepat tepat saat tatapannya terkunci oleh tatapan kelam nan dingin milik Manu. Perempuan itu reflek memainkan kukunya, entah karena malu terciduk mengamati Manu atau karena bingung merangkai kata agar pria itu tidak memarahinya.Saat benda empuk itu sedikit bergoyang setelah Manu duduk di sana, Bella meneguk salivanya susah payah. Mengapa pria itu tidak memakai bajunya saja terlebih dahulu?!"Kak, aku--"Bella baru saja berhasil mengumpulkan keberanian untuk memberi penjelasan kepada Manu, tapi tatapan dingin tak bersahabat milik pria itu berhasil membuat Bella mengatup bibirnya rapat-rapat."Puas bermain dengan masalah?"Suara dingin itu terasa menusuk telinga Bella membuat perempuan itu kembali meneguk salivanya susah payah."Maaf--""Untuk apa meminta maaf jika kau akan mengulanginya lagi?" potong Manu sarkas dengan rahang yang kian mengetat. Bella yakin jika pria itu sedang menahan emosinya yang saat ini meledak-ledak."Kita akan bicarakan hal ini nanti!" lanjut Manu setelah menghela napas kasar kemudian memajukan tubuhnya yang membuat Bella menatapnya lekat. Bertanya-tanya apa yang ingin pria itu lakukan."buka pakaianmu!"Seperti baru saja tersengat aliran listrik, tubuh Bella menegang, perempuan itu dibuat menahan napasnya dengan mata menatap Manu tanpa berkedip."Kak, a-aku ... tidak, aku tidak mau," ujar Bella gugup dengan tangan semakin erat mencegkeram selimutnya. Ia masih trauma dengan pelecehan yang menimpanya belakangan ini."Jangan memancingku untuk berlaku kasar, Bella. Aku sudah begitu sabar," sahut Manu penuh peringatan."Maaf, Kak. T-tapi aku tidak bisa ...."Mendengar penolakan Bella, mata Manu seakan-akan menggelap, kobaran api seperti baru saja memercik dalam dirinya. Pria itu kemudian bangun dan menatap Bella sengit. Ia lantas dengan segera menarik selimut tebal tersebut dengan kasar dan membuangnya asal.Tampang sanggar yang menghiasi wajahnya nampak mengerikan membuat Bella tak berani membalas tatapan Manh, tubuh dan bibir perempuan itu nampak bergetar hebat.Bella takut melihat sisi menyeramkan seorang Manu yang satu ini."Buka atau aku sendiri yang melakukannya?!"Sepersekian detik telah terlewatkan dengan hawa panas yang terasa begitu mencekik. Geram dengan respon Bella yang tidak melakukan apa yang ia inginkan, Manu terlihat perlahan menunduk. Amarah meledak-ledak yang ditahan Manu terasa begitu jelas lewat hembusan nafas panas yang menerpa wajah Bella. Sontak, Bella benar-benar dibuat mati kutu saat tangan pria itu baru saja menarik dagunya dengan satu tangan agar pandangan mereka bertemu. "Jadi kau ingin aku yang melakukannya, hmm?"Lidah Bella terasa kelu dan tak dapat digerakkan untuk menjawab sindiran keras nan menusuk Manu. Syaraf tubuhnya seakan-akan tak berfungsi saat pria itu mengusap bibir Bella kemudian menyunggingkan sebelah sudut bibirnya, memperlihatkan senyum miring layaknya senyum seorang iblis yang begitu menakutkan."Apa mereka juga berhasil mendapatkan ini?" Manu tertawa sinis saat melihat Bella hanya diam saja tak merespon apapun. Perempuan itu hanya menatap matanya dengan sorot yang begitu Manu benci, sorot sayu yang ber
"Sayang, apa yang terjadi?"Laura tentu dibuat bingung saat mendapati suaminya tiba-tiba pulang dengan tampang tak bersahabat. Lagi pula bukankah pria itu mengatakan akan pulang sedikit terlambat karena harus menyelesaikan permasalahan tentang calon anak mereka nantinya? Kenapa pria itu pulang bahkan sebelum matahari digantikan oleh bulan?"Sayang ...."Laura kini terlihat membuntuti Manu yang lantas pergi ke dapur setelah berhasil masuk ke dalam Mansion mereka. Manu terlihat masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab, hanya suara langkah yang terdengar begitu berat saja yang ada."Sayang, apa aku melakukan kesalahan?" Laura mendekat dan menghapus jarak di antara mereka saat melihat Manu baru saja selesai menegak habis gelas berisikan air putih itu. "Kenapa kau tiba-tiba mengabaikanku seperti ini?" lanjut Laura.Laura menangkup kedua pipi Manu, dengan satu tangan di antaranya beralih mengelus lembut rahang tegas yang nampak mengetat itu. Manu hanya menatap datar Laura meskipun s
"Jadi, hal itulah yang membuatmu kesal tadi?"Laura mendongak, menatap Manu yang kini menunduk untuk menatap wajahnya. Usapan hangat tangan kekar Manu di surai lembut milik Laura perlahan terhenti secara perlahan. "Aku benar kan?" ulang Laura sekali lagi saat Manu terlihat tak kunjung menjawab pertanyaan sederhana darinya."Iya." Jawaban Manu begitu singkat, langsung pada intinya. Namun, hal itu malah membuat Laura merasa semakin tak tenang. Laura yang memulai semua ini, tapi kenapa ia merasa begitu menyesal setelah mendesak Manu tadi hingga pria itu akhirnya buka mulut?Laura sedikit meringis. Kenyataan bahwa tubuh mereka yang polos tanpa sehelai benang itu hanya ditutupi oleh selimut ternyata tak mampu membuat Laura merasa lebih baik. Keduanya baru saja bermain panas di atas ranjang, dan tepat setelah mendapatkan kepuasannya masing-masing, Laura sendirilah yang mulai memancing Manu dengan membicarakan masalah sebelumnya. Laura kira Manu 'butuh waktu sendiri' karena masalah perusah
Laura men-dial nomor suaminya dengan jari gemetar, dalam hati ia terus memohon agar Manu mengangkat teleponnya. Saat Manu akhirnya mengangkat telepon, suaranya terdengar tenang namun Laura bisa merasakan kekhawatiran yang terpancar dari suaranya. "Laura, ada apa?" tanya Manu di seberang sana. Pria yang kini tengah berjalan di lobby gedung perusahaannya terlihat menerka-nerka kemungkinan apa yang membuat Laura tiba-tiba menelponnya padahal mereka baru berpisah sekitar 20 menit lalu."Sayang ...." Suara lirih Laura bergetar hebat. Perempuan itu kini tengah menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Wajahny nampak terlihat begitu pucat pasi dengan mata memanas dan berkaca-kaca."Laura, apa yang terjadi?" Langkah Manu terhenti, membuat Bram, sekretaris yang berjalan di belakangnya itu ikut menghentikan langkahnya."Perempuan itu tidak ada di Rumah. Dia ... dia sepertinya kabur ...." Manu terhenyak selama beberapa saat. Pria itu kemudian lantas memutar tumitnya saat otaknya baru bisa mena
"Kak! Lepaskan! Kau menyakiti--akkh!"Bella membulatkan matanya sempurna tatkala Manu baru saja melepaskan cekalan di pergelagan tangannya. Perempuan itu terhenyak, karena Manu sedikit mendorong tubuhnya ke depan yang membuat Bella hampir saja tersungkur ke lantai.Bella membalikkan tubuhnya, menatap Manu yang menatapnya dengan tatapan dingin khasnya itu. Kenapa dari waktu ke waktu pria itu berubah semakin kasar bagaikan iblis?!"Apa yang kau pikirkan, Bella?" Manu memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya, memancarkan aura sinis bercampur arogan yang tak pernah Bella lihat. "Apa yang kau inginkan dengan kabur begitu saja, huh?! Aku pikir kau tidak sepikun itu untuk mengingat perjanjian yang telah ka tanda tangani!"Manu kembali menyudutkan Bella, tak membiarkan perempuan itu membela diri barang sedikit pun. Tatapan dinginnya kian menyala, memancarkan emosi yang berusaha ia tahan."Apa kau kira aku pengangguran yang tak punya pekerjaan sehingga bisa terus menyelesaikan masalah
Bella mencengkeram erat gelas berisikan air putih yang ada di tangannya sembari memejamkan mata. Sedetik kemudian, perempuan itu berusaha meneguk habis cairan bening yang begitu ia benci hingga habis tanpa sisa. Bella kemudian membalikkan badannya, berniat mencuci gelas tersebut, tapi saatmendapati sosok jangkung yang kini menatapnya dingin beberapa langkah di depannya membuat Bella terkejut hingga gelas yang dipegangnya jatuh.Manu berdecih melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya. "Tanganmu patah, hmm?"Bella tahu Manu tengah menyindirnya. Bella menatap beling-beling yang berserakan di lantai, sedikit bersyukur karena ia tak tergores sedikitpun. "Kenapa kau tak mengunci pintu depan?" Bella menggigit bibir bawahnya. Sial!! Dia benar-benar lupa untuk menguncinya tadi. "Meminta maaf lagi?" sela Manu saat melihat Bella bersiap membuka bibirnya. "Apa permintaan maaf bisa menolongmu nanti jika kau dalam bahaya? Beruntung yang ada di depanmu saat ini adalah aku, bagaimana ji
"Sayang!"Manu yang tengah berjalan santai menuruni anak tangga lantas menoleh ke sumber suara. Ia hampir saja terhuyung ke belakang akibat Laura lantas memeluk tubuhnya dengan erat. Beruntung Manu memiliki kesigapan yang baik, jika tidak mereka berdua mungkin saja telah jatuh berguling-guling ke bawah.Manu mengurungkan niatnya menegur Laura tatkala aroma strawberry yang selalu mampu menenangkan pikirannya di kala stress tercium khas di hidung Manu. "Kau sudah mengajaknya untuk tinggal di sini, kan?" tanya Laura saat pelukan mereka terlepas. Mata perempuan yang tengah mengenakan mini dress selutut berwarna merah yang dipadukan dengan long cardigan senada itu terlihat berbinar-binar menunggu jawaban Manu. Manu menarik kedua sudut bibirya membentuk lengkungan bulan sabit yang mampu membuat wajah Manu terlihat berkali-kali lipat lebih hangat dan tampan. Bella yang terlihat baru saja keluar dari kamarnya tertegun dan menghentikan langkahnya. "Sudah?" tanya Laura ulang saat Manu mengel
"Bella, aku mengatakan semuanya karena aku percaya padamu. Kau bisa menyembunyikan rahasia ini dari orang-orang bukan?"Bella terkesiap, mulai berusaha untuk menghalau pikirannya yang telah melayang begitu jauh. Ouh ayolah, ia hampir saja lupa jika sepertinya tak ada siapapun yang tahu mengenai kemandulan Laura. Mungkin hal inilah yang membuat Manu segera mencari rahim pengganti ketimbang keluarganya menuntut Manu untuk menikah lagi. Terlebih Manu adalah anak tunggal."Tentu," ujar Bella sedikit ragu. Ia harap dirinya tak akan berubah menjadi wanita ketiga yang merusak rumah tangga perempuan seperti Laura. Perempuan itu terlalu baik untuk dihancurkan oleh kekurangannya saat ini."Adakah yang bisa kubantu lagi?" tanya Bella sembari berjalan mendekat ke arah Laura. "Tidak, kau bisa beristirahat. Aku bisa mengurus bagian ini sendiri," sahut Laura tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Bella. "Ngomong-ngomong, apa pekerjaanmu sebelumnya?" tanya Laura, seperti ingin mengenal Bella jauh