"Mas kok rambut kamu basah?" tanya Alda. Dan ini bukan sekali dua kali Alda memergoki rambut suaminya yang basah setiap pulang dari kantor.
"Oh ini, tadi kemeja aku ketumpahan kopi. Karena basah sama kotor juga, jadi aku mandi sekalian," jawab Faris. Raut wajahnya terlihat panik. Selalu ada alasan yang membuat istrinya yakin dan percaya.
"Oh, ya sudah. Mau makan atau buat kopi dulu," tawarnya.
"Kopi aja, tadi aku udah makan," jawab Faris. Gegas Alda beranjak turun ke bawah, lalu menuju ke dapur.
Di kamar, Faris buru-buru mengganti pakaiannya, usai mengganti pakaian, lelaki berkaos putih itu berjalan menuju sofa dan menjatuhkan bobotnya di sana. Faris mengambil ponselnya untuk mengecek apa ada pesan atau tidak.
Selang beberapa menit, pintu kamar terbuka, seorang wanita berjilbab masuk ke dalam sembari membawa secangkir kopi kesukaan suaminya. Melihat istrinya datang, Faris langsung menyembunyikan ponselnya.
"Kopinya, Mas." Alda meletakkan kopi tersebut di atas meja.
"Terima kasih," sahut Faris, lalu menyeruputnya.
"Mas aku tidur duluan ya udah ngantuk," ujar Alda.
"Ya sudah," sahut Faris. Setelah itu Alda bangkit dan beranjak naik ke atas tempat tidur.
Melihat istrinya sudah berbaring, Faris kembali mengeluarkan ponselnya. Lelaki itu nampak tersenyum saat melihat ada pesan yang masuk. Dengan penuh semangat, Faris membuka pesan tersebut, lalu membalasnya.
Pagi menyapa, seperti biasa setelah shalat subuh Alda sibuk untuk menyiapkan sarapan. Sementara Faris memilih untuk tidur kembali, tepat pukul setengah enam Faris bangun dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Selepas mandi dan berpakaian, Faris segera turun ke bawah. Di mana istrinya baru saja selesai menyiapkan sarapan. Melihat suaminya datang, Alda segera menarik kursi untuk duduk Faris, setelah itu ia mengambilkan sarapan untuknya.
"Alda, nanti aku lembur. Seperti biasa kamu tidur dulu saja, nanti aku bawa kunci," ujar Faris.
"Iya, Mas. Mas nanti aku izin ke rumah Nia boleh nggak. Aku bosen di rumah terus," kata Alda.
"Boleh kok," sahut Faris. Setelah itu mereka melanjutkan sarapan paginya.
Selepas sarapan, Faris memutuskan untuk segera pergi ke kantor. Tak lupa Alda mengantarnya sampai di teras depan. Setelah mobil suaminya tak terlihat lagi, Alda memilih untuk masuk ke dalam. Wanita berjilbab segera membereskan meja makan.
"Ini kan berkas milik, Mas Faris. Kok bisa ketinggalan sih." Alda mengambil map berwarna biru yang tergeletak di atas meja.
"Pasti ini berkas penting," gumamnya. "Lebih baik aku antar ke kantor saja."
Alda segera mengambil tas dan kunci mobil, dan bergegas pergi. Dalam perjalanan, Alda kembali teringat dengan kebiasaan suaminya yang sering pulang dengan kondisi rambut basah. Dan Faris selalu memberikan alasan yang sejujurnya tidak masuk akal.
"Sepertinya memang ada yang kamu sembunyikan, Mas." Alda menghentikan laju mobilnya, setelah tiba di pelataran kantor.
Alda segera turun, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Tanpa pikir panjang, Alda berjalan menuju lift agar segera sampai di lantai lima belas di mana ruangan suaminya berada. Ting, lift berhenti, Alda segera keluar dan melangkah menuju ruangan Faris.
"Maaf, Bu. Saat ini, Pak Faris sedang ada tamu." Hany mencegah Alda yang hendak masuk ke dalam ruangan Faris.
Alda mengernyitkan keningnya. "Tamu, tamu siapa."
"Em, tamu penting, Bu." Wajah Hany nampak gugup.
"Apa sudah lama?" tanya Alda.
"Belum, Bu. Baru saja," jawab Hany, sementara Alda hanya mengangguk.
Setelah itu, Alda pergi, entah kenapa hatinya merasa tidak tenang. Alda ingin melihat rekaman CCTV yang berada di ruangan Faris. Setibanya di ruangan, Alda menyuruh orang yang bertugas di sana untuk mengeceknya.
"Pak, tolong cek rekaman CCTV yang ada di ruangan, Pak Faris." Alda menyuruh pak Hary untuk mengecek rekaman CCTV yang ada di ruangan suaminya.
"Tapi, Bu. Saya tidak .... "
"Cepat, Pak. Ini perintah saya." Alda memotong ucapan pak Hary.
"Baik, Bu." Pak Hary mengangguk. Dengan segera pak Hary melakukan apa yang Alda perintahkan.
Mata Alda sangat jeli melihat rekaman yang sedang berlangsung itu. Satu detik, dua detik, tiga detik, hingga sepuluh menit kemudian, sebuah rekaman tak terduga terjadi. Alda membekap mulutnya, saat melihat rekaman tersebut, di mana suaminya melakukan hubungan terlarang bersama dengan Sinta.
"Apa ini sering terjadi, Pak?" tanya Alda.
"Maaf, Bu. Akhir-akhir ini, Pak Faris sering menghapus rekaman CCTV yang berada di ruangan," jawab pak Hary.
"Apa?! Dihapus. Apa, Bapak yang menghapus atau .... "
"Pak Faris sendiri yang melakukannya, Bu. Dan, Pak Faris juga melarang saya untuk membuka rekaman yang berada di ruangan beliau." Pak Hary memotong ucapan Alda.
"Jadi ini rencana kamu, Mas. Ok aku akan ikuti permainanmu ini," batin Alda.
"Terima kasih ya, Pak. Tolong kirim rekaman CCTV ini ke saya," pinta Alda."Tapi, Bu. Saya takut kalau nanti .... ""Bapak tidak perlu takut, Bapak akan aman." Alda memotong ucapan pak Hary."Baik, Bu." Pak Hary mengangguk. Setelah itu, pak Hary segera mengirim rekaman CCTV tersebut seperti yang Alda minta."Sudah, Bu," ujar pak Hary."Iya, Pak terima kasih. Oya untuk selanjutnya tolong, Bapak kirim rekaman CCTV di ruangan, pak Faris sebelum dihapus," pinta Alda."Baik, Bu." Pak Hary mengangguk paham."Sekali lagi terima kasih ya, Pak. Kalau begitu saya permisi," ujar Alda lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut.Alda kembali berjalan menuju ruangan suaminya, ia ingin tahu apa mereka telah selesai dengan aktivitasnya atau belum. Sejujurnya Alda bisa mendobraknya sekarang juga, tapi ia ingin tahu apa motif suaminya berselingkuh."Hany, apa belum keluar tamuny
"Wanita itu," desisnya. Mata Alda terus menatap wanita paruh baya itu."Dia sudah merebut papa dariku dan juga mama, sampai akhirnya mama tiada gara-gara wanita itu. Dan Sinta, mungkinkah dia anaknya, yang sekarang juga merebut suamiku." Tangan Alda mengepal, ingin rasanya ia melabrak mereka. Namun, sebisa mungkin Alda tahan, ia akan memberi pelajaran untuk wanita penggoda suami orang."Kamu memang sudah menghianatiku, Mas. Tapi aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja," gumamnya. Setelah itu ia mengambil ponselnya untuk menghubungi nomor suaminya."Jalan, Mang." Alda menyuruh mang Udin untuk menjalankan mobilnya, sementara dirinya mencoba menelpon suaminya.[Assalamu'alaikum, Mas ada di mana][Wa'alaikumsalam, ini lagi lembur memangnya kenapa]"Lembur di rumah selingkuhan," batin Alda.[Mas bisa pulang sekarang nggak, perut aku kambuh lagi][Apa?! Iya, iya, aku pulang sekarang]Samb
Alda tersenyum melihat ekspresi wajah Sinta yang sudah seperti maling ketangkap basah. Apa yang Alda lakukan belum seberapa, masih banyak kejutan yang lain. Rasanya Alda tidak sabar melihat kejadian yang akan terjadi selanjutnya."Aku pikir tadi Alda datang sendiri, nggak tahunnya sama kamu," ucap Faris."Mumpung ada waktu yang longgar, jadi aku terima tawaran Alda untuk makan siang bareng," sahut Rian. Rian merupakan sepupu Faris, pria yang usianya dua tahun lebih muda dari Faris itu, berprofesi sebagai fotografer majalah dewasa."Dia .... " Rian menggantung ucapannya. Sementara wajah Sinta sudah pucat pasi, rasanya Alda ingin tertawa melihat raut wajah Sinta."Dia Sinta, sekretaris aku di kantor," ujar Faris. Sementara Rian hanya mengangguk."Wajahnya seperti tidak asing, mirip ... ah terlalu banyak model yang aku potret jadi sedikit lupa. Tapi wajahnya sangat familiar," ungkap Rian."Kebanyakan lihat mo
Drrtt pintu terbuka, bersamaan dengan itu, Rian pergi melalui jendela yang tentunya sudah dipersiapkan. Sementara itu, Sinta masih terlihat panik, wanita itu khawatir jika nanti rahasia masa lalunya terbongkar."Sinta kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan." Faris berjalan menghampiri Sinta, lalu duduk di sebelahnya."Mas, aku, tadi ada ... aku nggak apa-apa kok." Sinta gugup sendiri harus bagaimana cara menjelaskannya."Ya sudah, tapi kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris untuk memastikan."Iya, aku nggak apa-apa." Sinta menggelengkan kepalanya."Ya sudah, kamu udah makan apa belum?" tanya Faris."Belum, aku nggak lapar," jawab Sinta. Meski sedang berbicara dengan Faris, tetapi otaknya terus memikirkan kejadian tadi."Makan dulu ya, tadi aku bawain makanan kesukaan kamu." Faris membujuk Sinta agar mau makan.Setelah dibujuk, akhirnya Sinta mau makan, tentunya dengan disuapi oleh san
Dari balik jendela Rian tersenyum puas, ia berhasil membuat dua pasangan itu bertengkar. Rian memang yang melakukan itu, menaruh tisu magic di tas milik Sinta. Setelah itu, Rian memilih untuk pulang, ia akan memikirkan rencana selanjutnya.Sementara itu, Faris serta Sinta masih saja berdebat, Sinta tidak terima dengan tuduhan Faris, jika ia selingkuh. Namun, ada benda yang memang tidak pernah mereka gunakan, memicu pertengkaran. Karena selama mereka bersama, tak sekalipun Faris menggunakan barang tersebut."Terus kalau bukan milik kamu, ini milik siapa?! Nggak mungkin punya orang lain ada di tas kamu," ujar Faris yang sudah tersulut emosi."Sumpah, Mas. Aku nggak tahu itu milik siapa." Sinta terus mengelak, karena memang ia tahu itu tisu magic milik siapa.Faris menghela napas kasar. "Ok, kali ini aku percaya. Tapi awas kalau sampai kamu ketahuan selingkuh.""Iya, Mas. Aku nggak mungkin selingkuh," ujar Sinta. Ia merasa lega
Dari sisi dinding Sinta tersenyum, dia yang mendengar jika Alda akan datang ke kantor. Dengan licik merencanakan sesuatu untuk mencelakainya. Entah memang nasib buruk Alda, sehingga Sinta berhasil membuatnya celaka."Mampus kamu," gumamnya. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pergi.Sepuluh menit kemudian, Faris yang mendengar jika istrinya jatuh. Dengan cepat berlari menuju ke toilet, pria berkemeja putih itu terkejut saat melihat istrinya sudah tak sadarkan diri, dengan cairan merah yang sudah mengotori lantai."Alda kamu kenapa." Faris berusaha menyadarkan istrinya, tetapi hasilnya nihil."Cepat siapkan mobil." Faris langsung mengangkat tubuh istrinya dan berlari keluar dari toilet.Setibanya di pelataran kantor, Faris segera masuk ke dalam mobil, dengan memakai supir kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Faris terus berdo'a agar istrinya baik-baik saja. Sementara itu, Sinta yang melihat suaminya san
Melihat siapa yang datang, dengan segera Faris mandor tubuh Sinta dengan cukup keras. Hampir saja Sinta terjatuh, perempuan yang tak lain adalah Riyanti berjalan menghampiri putranya itu dengan sorot mata yang tajam."Ma, aku .... "Plak, satu tamparan mendarat di pipi Faris. "Apa ini yang kamu lakukan saat di kantor. Di rumah istri sakit, tapi di sini kamu enak-enakan seperti ini. Kamu itu pemimpin, tidak pantas melakukan hal buruk seperti ini." Riyanti memotong ucapan putranya."Dan kamu, jangan mentang-mentang posisimu itu sebagai sekretaris. Jadi berbuat seenaknya, bahkan dengan tegas kamu membuat celaka menantu saya," ungkap Riyanti, sontak mata Sinta melotot. Sementara Faris diam dengan otak yang terus berpikir, ia tidak percaya jika Sinta pelakunya."Maksud, Mama Sinta yang sudah mencelakai Alda?" tanya Faris."Iya, mama sudah lihat rekaman CCTV-nya, dan kamu sebagai suami. Seharusnya kamu bergerak cepat, bukan sepert
Faris menatap tajam wanita yang berdiri di hadapannya itu. Selama ini Faris tidak tahu jika Sinta adalah seorang model majalah dewasa. Faris hanya tahu jika Sinta bekerja sebagai pegawai kantor."Jadi selama ini kamu bohongi aku, iya?!" tanya Faris dengan suara tinggi.Sinta menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu, aku bisa jelasin semuanya.""Apa yang akan kamu jelaskan." Faris menatap tajam Sinta.Sinta menghela napas. "Saat itu aku terpaksa, aku udah dibohongi sama temenku sendiri. Dia bilang mau ngasih kerjaan, tapi nggak tahunya kerja jadi model majalah dewasa.""Kalau kamu tahu mau jadi model majalah dewasa, kenapa diterima, kenapa tidak ditolak?" tanya Faris.Sinta nampak gugup. "Em, saat itu aku ... aku butuh uang, dan benar-benar terpaksa."Faris membuang wajah, rasanya sakit jika dibohongi, apa seperti itu yang Alda rasakan jika tahu dirinya sudah berbohong. Faris mengusap wajahnya dengan kasar, ia pik