Share

Bab 4 - Melihat-Lihat

Raul berjalan pergi bersama dengan Nuna dan tiba dilapangan latihan para Kesatria Keluarga Roso, latihan persenjataan dan berkuda sudah menjadi pemandangan yang biasa. Bahkan Rey juga ikut berlatih dan tidak lama lagi dia akan mendapatkan Auranya.

Kedatangan Raul tentunya menarik banyak perhatian karena tidak biasa Tuan Muda yang malas ini tertarik dengan latihan. Banyak Kesatria yang mulai membicarakannya dan Raul hanya menjadi pengamat yang baik.

"Tuan Muda !" Kepala Kesatria Gin memberi hormat.

"Abaikan saja aku dan lanjutkan latihan... aku disini hanya ingin memeriksa level kekuatan kalian." Raul melambaikan tangannya dan perkataannya dapat didengar semua orang.

Rey mengerutkan keningnya dan berteriak, "Sampah sepertimu mengapa begitu arogan, kau bahkan tidak bisa mengangkat Pedangmu dengan benar dan jika kau punya keberanian kemarilah dan bertarung !"

"Tentu." Raul berjalan kebawah dan masuk kedalam arena, "Siapapun majulah dan hadapi aku !"

Rey melihat salah seorang Kesatria dan dia memintanya maju, Gin tidak berusaha menghentikan justru lebih tertarik. Tuan Muda kedua menjadi lebih agresif dan sifatnya yang pengecut sekarang sudah tidak ada.

Seorang Kesatria maju dan mengeluarkan Pedangnya sambil tersenyum mengejek, "Maafkan aku Tuan Muda dalam duel mungkin aku tidak bisa menahan kekuatan !"

"Lakukan sesukamu." Raul menggunakan Pedang biasa namun belum menariknya.

"Silahkan Tuan Muda kedua menyerang terlebih dahulu." Kesatria itu meminta Raul untuk menyerang.

Raul tersenyum dan dia memegang erat Pedangnya, ini adalah bidangnya dan meremehkannya sama saja mengundang kematian. Raul berlari dengan kecepatan yang luar biasa dan mengayunkan Pedang.

Kesatria ltu tidak merespon dengan benar dan sebuah lengan jatuh ketanah dengan banyak darah, teriakan kesakitan terdengar keras dan Gin sangat terkejut melihatnya. Bahkan untuk orang yang hampir bisa menciptakan Aura Pedang seperti Rey matanya tidak bisa mengikuti kecepatan Raul.

"Cepat tolong dia dan berikan dia perawatan." Gin menatap Raul dan berkata dengan dingin, "Bukankah Tuan Muda terlalu kejam memotong lengannya hanya karena sebuah latihan !"

"Kejam.... itulah mengapa kau terlalu lunak dan kualitas Kesatria Roso layaknya sampah. Atau aku bisa menyebut kalian semua sampah, jika ini medan perang sungguhan bukan lengannya melainkan kepalanya yang sudah aku potong. Kau berpikir aku kejam tapi siapa yang pantas disalahkan disini itu kau sendiri Kapten Kesatria Gin." Raul berhadapan langsung dengan Gin dan matanya tidak menunjukan tanda-tanda ketakutan.

Rey meremas Pedangnya dan berteriak, "Jaga bicaramu itu Raul... Kapten Gin sudah memberikan banyak kontribusi dan kau tidak pantas menilainya !"

"Huh.... menjadi seorang Kesatria bukan hanya sekedar mampu atau tidak memanipulasi Aura. Apakah kau pernah berpikir untuk menanamkan dasar jika meremehkan lawan sama saja mencari kematian, apakah kau juga menanamkan keyakinan kepada mereka jika seorang Kesatria memiliki beban tanggung jawab besar. Apakah kau pernah menanamkan jika dimasa depan mereka bisa saja mati karena tidak hati-hati dalam menjalankan tugasnya." Raul menepuk bahu Gin dan melewatinya, "Tidak ada yang mencoba menggurui dirimu tapi pikirkan perkataan itu baik-baik."

Gin merasakan tercerahkan dan dia mengingat masa lalu saat dia berlatih bersama Ayahnya, dia melupakan apa yang penting dan segera berbalik dan memberi hormat.

"Terimakasih Tuan Muda kedua." Gin memberi hormat dan mengungkapkan rasa terimakasihnya.

Raul melambaikan tangannya, "Yah... kau mau menerima masukan dan masa depanmu akan jauh lebih baik. Mulai besok aku akan ikut berlatih dan pastikan untuk menyiapkan orang kuat setidaknya Kesatria Bintang satu."

"Baik." Gin mengangguk dan melihat kebelakang, "Mulai sekarang aku akan menambah jadwal latihan khusus untuk kalian. Siapapun yang menolak akan mendapatkan hukuman yang tegas."

Rey menyipitkan matanya dan terlihat sangat marah, tindakan Raul ini sepertinya ingin menggulingkannya dari kursi penerus. Rey menyimpan kembali Pedangnya dan bergegas pergi menemui Ibunya yang bernama Evelin.

Sampainya didepan pintu Rey masuk dan melihat Ibunya didepan cermin, "Ibu kabar buruk... anak sialan Raul itu..."

"Berhenti bicara... aku sudah tahu apa yang terjadi dan lebih baik kau tetap tenang. Ibu yang akan mengurusnya dan kau lebih baik tidak menimbulkan masalah agar Ayahmu tetap yakin jika kau layak untuk posisi Kepala Keluarga." Evelin melihat kearah cermin dengan senyum yang aneh.

"Baik Bu." Rey tidak tahu apa yang Ibunya rencanakan dan dia berjalan keluar sambil menutup pintu.

Evelin memegang gelas dan membantingnya, "Anak pelayan sialan itu berani mengganggu, bahkan dia bisa memiliki kendali Pedang Sihir terkutuk. Aku akan membunuhnya sama seperti Ibunya !"

Disisi lain setelah berjalan-jalan seharian Raul dan Nuna sampai di Kediaman, Penjagaan disana sudah diperketat dan ketika mereka melihat Raul semuanya memberi rasa hormat akan ketakutan.

Raul masuk dan duduk dikursi, "Ha... hari ini sungguh penuh dengan hal baik."

"Saya akan segera menyiapkan air panas untuk Tuan Mandi." Nuna memberi hormat dan bergegas pergi.

Setelah beberapa waktu semuanya akhirnya siap dan Nuna membantu Raul melepaskan pakaiannya, melihat tubuh Raul yang terbentuk membuatnya terkejut dan malu. Nuna berpikir jika Tuan Mudanya terus berlatih secara diam-diam dan memiliki niat untuk berubah.

Raul berendam dengan nyaman dan bertanya, "Apakah kau sering pergi keluar dan melihat Pasar ?"

"Sesekali saat saya ke Gereja... tapi apa yang ingin Tuan Muda beli ?" Tanya Nuna dengan penasaran.

"Sejenis herbal dan semakin lama usianya maka semakin baik." Raul berkata dengan jujur.

Raul baru sadar jika sebelum Nuna menjadi Pelayannya dia berasal dari Geraja, Nuna adalah Anak yatim piatu korban perang dan Geraja bersedia menampung orang-orang sepertinya. Tapi pada akhirnya itu tidak selamanya, pada saat mereka sudah berumur sepuluh tahun maka Nuna harus mandiri dan berakhir menjadi Pelayannya sekarang.

"Apakah saya harus mencarinya ?" Tanya Nuna yang menunggu perintah.

"Tidak usah... besok pagi setelah latihan kita akan pergi bersama. Kita juga akan mengunjungi Gereja dan kau bisa bertemu dengan teman-temanmu." Raul berniat memberikannya kesenangan dan juga ingin melihat keadaan wilayahnya.

"Terimakasih Tuan Muda." Nuna merasa sangat senang dan tidak sabar untuk hari esok.

Raul berdiri dan mengelap tubuhnya dengan handuk, dia menyuruh Nuna pergi dan melanjutkan meditasinya. Mengolah Qi tidak semudah menyerap Mana, dia harus bersabar dan berdedikasi dalam prosesnya. Terlebih Raul merasakan firasat yang tidak menyenangkan, jika tebakannya benar maka hidup sebagai Bangsawan itu tidak menyenangkan sama sekali karena banyak hal yang nantinya akan mengincarnya.

Jika dia ingin mempertahankan gaya hidupnya yang mewah maka dia harus punya kekuatan, tapi jika Rey ingin macam-macam dengannya maka Raul juga tidak akan segan terhadapnya. Tidak perlu ada rasa simpati bagi mereka yang sejak awal sudah menjadi musuhnya, Raul tidak akan sebaik itu terhadap mereka semua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status