Share

GUNUNG CIREMAI

      Buana menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Ia merasa begitu damai setiap kali ia kembali ke sini. Buana lahir di Cirebon, tepatnya di Sindang Laut. Ia sempat menjadi santri di Buntet Pesantren Cirebon. Kedua orangtua Buana memberinya nama Buana Cakrawala.

     Entah mengapa sang ayah memberinya nama itu. Tapi, Buana sendiri menyukainya. Setiap kali ia kembali ke Cirebon untuk bertemu gurunya di pesantren dan ziarah ke makam kedua orangtuanya, Buana selalu menyempatkan diri ke gunung Ciremai. 

     Rasanya seperti ada yang memanggilnya dari kejauhan. Memanggilnya untuk selalu pulang ke sana. Tidak perlu naik ke puncak, cukup di kaki gunung saja, begadang bersama para penjaga di pos pendakian. Itu saja sudah cukup untuk Buana.

     Seperti ponsel yang baru saja selesai dicharge maka semangat Buana untuk kembali bekerja akan kembali menyala setelah ia kembali dari Ciremai.

"Bang, kapan datang?" 

Buana menoleh dan tersenyum saat melihat siapa yang menyapanya.

"Semalam aku ada di pos bersama TIM 1, kemarin ada anak-anak muda yang mendaki,kan? Jadi, aku begadang di pos."

"Semalam aku harus menemani kakak perempuanku berobat, Bang. Jadi ,baru bisa pagi ini datang. Kemarin, ada yang mengabarkan kedatangan Abang, tapi ... Maafkan aku, Bang."

    Buana tertawa kecil menatap pemuda tampan di hadapannya. Pemuda itu bernama Segara, dia masih memiliki hubungan kerabat dengan keluarga Buana. Buana sendiri sudah menganggapnya adik sendiri.

"Bagaimana kuliahmu? Kau ini hobbynya kok malah menjaga gunung. Tidak kau jaga pun Gunung Ciremai akan tetap berdiri di sini." 

"Aku kan anggota MAPALA, Bang. Jadi, jangan heran kalau aku sering berada di sini," jawab Segara. 

"Hahaha ... Sudahlah, kita sarapan dulu, Abang belum sarapan. Siang nanti Abang harus kembali ke Jakarta."

"Kok buru-buru, Bang? Abang sudah ziarah ke makam?" 

"Kemarin, waktu Abang sampai langsung ziarah juga sekalian berkunjung ke rumah Kyai Efen. Abang masih banyak tugas." 

     Segara hanya menganggukkan kepalanya, kemudian ia berjalan mengikuti langkah Buana menuju ke sebuah warung kecil. Di warung itu menyediakan menu sarapan pagi seperti lontong, aneka gorengan, kopi, dan mie rebus. 

     Beberapa pengunjung yang kebetulan mengenal mereka langsung mengangguk dan tersenyum.

"Eh, Kang Buana. Kapan datang dari Jakarta?" sapa ibu penjaga warung dengan ramah.

"Kemarin,Bu. Siang ini saya kembali lagi ke Jakarta." 

"Kok buru-buru,Kang?" 

"Tugas, Bu. Maklumlah, saya ini kan abdi negara, jadi tidak bisa lama-lama meninggalkan tugas," jawab Buana.

"Jangan mikirin tugas terus , Kang. Nikahnya kapan?" 

     Tawa Buana pun pecah seketika, "Calon saja belum ada, bagaimana bisa menikah, Bu?" 

"Ya makanya dicari, ini dinas terus." 

"Hahaha ... Doakan saja lekas bertemu jodohnya, Bu." 

     Segara hanya tertawa kecil, Buana memang sudah sangat mapan dan matang, pangkatnya di kepolisian juga sudah cukup lumayan. Tapi, entah apa yang ia tunggu hingga sampai kini ia masih betah melajang.

     Setelah selesai sarapan, Segara mengantarkan Buana sampai ke mobilnya yang di parkir tidak jauh dari kaki gunung. 

"Ini untuk bekal kuliahmu," kata Buana sambil memberikan amplop berwarna coklat yang cukup tebal kepada Segara.

"Banyak sekali ini , Bang?" 

"Aku belum sempat ke rumahmu dan bertemu Umi. Jadi, berikan sebagian untuk Umi juga," ujar Buana sambil menepuk bahu Segara.

     Ibu Segara adalah adik kandung almarhum ayah Buana. Tapi, Buana terbiasa memanggilnya Umi. 

"Abang berangkat ,ya." 

"Langsung ke Jakarta?" 

"Masa iya mau mampir dulu ke Bandung? Kau ini ada-ada saja." 

      Segara hanya senyum kambing sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

***

_HONGKONG_

     Sersan Yongseng menghela napas panjang, ia baru saja mendapatkan hasil autopsi dari penemuan mayat gadis yang ditemukan di Kowloon Walled City. Gadis itu ditemukan oleh warga sekitar dalam kondisi tanpa sehelai pakaian pun. Yang paling aneh adalah, darah gadis itu kering. 

"Apa mungkin ini perbuatan Vampir, sersan?" 

Yongseng menatap anak buahnya dengan tajam.

"Kau pikir seperti cerita dalam film? Vampir pengisap darah yang meminum habis darah korbannya!"

"Tapi, manusia macam apa yang mengisap darah korbannya sampai habis, bahkan tanpa jejak sedikitpun seperti hantu."

"Itulah tugas kita sebagai polisi, untuk menyelidikinya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status