Buana meraih buku yang disodorkan oleh Yongseng. Isinya tentang pemujaan dan ilmu yang bisa membuat hidup abadi.
"Maksudmu?"
"Buana, kejadian itu tidak hanya terjadi di Hongkong. Tapi, menurut informasi yang aku dapatkan korban dengan kondisi yang sama ditemukan di beberapa negara berbeda."
Buana menatap sepupunya itu dan mencoba mencerna setiap penjelasan yang diberikan oleh Yonseng.
"Jadi, kau datang ke Indonesia untuk menyelidiki kasus pembunuhan aneh, begitu?"
"Bukan tidak mungkin CIA dan FBI juga akan mengirimkan orang untuk mencari info tentang orang yang kami curigai ini."
"Bisa saja ,kan dia hanya kebetulan sedang dalam kunjungan untuk bisnis atau liburan barangkali."
"Aku ingin sekali berpikir seperti itu, Buana. Tetapi, kebetulan itu rasanya terlalu ...."
"Aku mengerti maksudmu."
"Besok kita ke Cirebon," kata Buana.
Yonseng mengerutkan dahinya,"Cirebon? Kenapa harus ke sana?" tanyanya keheranan.
"Aku sendiri tidak tau kenapa harus ke sana," jawab Buana datar.Setelah selesai makan, ketiga pemuda gagah itu meninggalkan restoran dan langsung menuju ke rumah Buana. Tadinya, Yonseng berniat untuk menginap di hotel, tetapi tatapan tajam Buana menciutkan keinginannya.
Rumah Buana tidak terlalu besar tetapi juga tidak bisa dikatakan kecil. Buana tinggal dengan asisten rumah tangga dan seorang tukang kebun. Mereka kebetulan adalah sepasang suami istri sehingga tidak akan menimbulkan fitnah.
"Aden sudah pulang?" sapa Mang Karta.
"Mbok Ratmi sudah membersihkan kamar tamu?" tanya Buana.
"Tadi sudah, Den. Saya yang bantu membersihkan kamar dan mengganti spreinya. Sekarang Ratmi sedang memasak,Den."
"Hmm ... Tadi kami baru saja makan, masak apa Mbok Ratmi, Mang?"
"Loh, kan Aden tadi pagi yang pesan untuk masak rendang dan gulai cingcang," jawab Mang Karta.
Buana menepuk dahinya,"Saya lupa," jawabnya membuat Yonseng tertawa kecil.
"Kau beristirahatlah dulu, aku antar ke kamar kalian," kata Buana. Ia mengantarkan Yongseng ke kamar tamu yang sudah disiapkan. Kamar tamu itu cukup besar dengan kamar mandi yang juga ada di kamar itu.
"Tidak rugi aku menginap di rumahmu, kamarmu nyaman seperti kamar hotel," tukas Yonseng.
"Kau harus membayar di akhir kunjunganmu, bukankah nanti juga kau bisa klaim semua biaya dinas pada atasanmu," sahut Buana.
"Memang tidak mau rugi," ujar Yonseng. Buana hanya tertawa, "Bisa aku melihat data korban yang kau bawa?"
"Kau mau mempelajarinya?" tanya Yonseng.
"Kalau kau mengizinkan."
Yonseng mengangguk dan memberikan berkas yang ia bawa kepada Buana.
"Kita diskusikan nanti malam saja jika kau memang penasaran. Aku ingin tidur sebentar dan meluruskan pinggangku," ujar Yonseng.
Buana hanya mengangguk dan meninggalkan kedua tamunya di kamar mereka kemudian ia sendiri melangkah ke kamar kerjanya sambil membawa berkas yang diberikan oleh Yonseng.
Buana mengerutkan dahi saat ia melihat foto-foto korban. Kondisi mereka saat ditemukan di TKP sama, dalam keadaan tidak mengenakan busana sama sekali, dan tubuh yang kisut mengering karena darah mereka habis terhisap.
Yang membuat Buana heran adalah para korban disebutkan sudah mengalami pemerkosaan, tapi anehnya tidak terdapat bercak atau cairan milik pria sama sekali.
"Makhluk apa yang sudah menebarkan angkara seperti ini?" gumam Buana.
Buana mengurutkan semua berkas yang sedang ia pegang, dua korban yang paling baru ditemukan di Hongkong dan Pkuket Thailand. Yang paling aneh, saksi mata mengatakan bahwa ia semalaman berada di pantai, bahkan sangat dekat dengan lokasi di mana jasad korban ditemukan. Akan tetapi,ketika ia melewati tempat yang sama malam sebelumnya jasad itu tidak ada, padahal menurut hasil aoutopsi jasad itu sudah hampir dua puluh empat jam berada di udara terbuka.
"Apakah di jaman yang sudah canggih seperti sekarang masih ada ilmu gaib yang tidak masuk akal?" Buana kembali bergumam.
Ia mulai membaca buku yang sedang dibaca oleh Yonseng, "Raja Majapahit dan beberapa raja jaman dahulu terkenal memiliki ilmu kesaktian, bahkan patih Gajahmada memiliki ilmu Saipi Angin untuk bertapa. Selain itu, Gajah Mada juga mampu menemukan ilmu sakti lainnya, yakni Aji Mundri yaitu ilmu untuk menghilang. Apa di era milenial seperti sekarang masih ada ilmu seperti itu?"
Buana membaca buku sambil sesekali bermonolog dengan diri sendiri. Ia merasa apa yang saat ini ia hadapi bukanlah masalah yang biasa saja.
"Mbok Ratmi!" seru Buana.
Tak lama kemudian wanita separuh baya yang sudah lama bekerja untuknya itu muncul.
"Iya,Den?"
"Tolong buatkan saya kopi hitam, Mbok masih memasak?"
"Sudah selesai, Den. Tinggal membuat sambal dan lalap daun singkong."
"Ya sudah, sepupu saya dan anak buahnya masih beristirahat. Siapkan meja makan nanti saja kalau mereka sudah bangun. Mbok dan Mang Karta makan saja duluan kalau sudah lapar," ujar Buana.
"Nanti saja, Den."
"Sudah berapa kali saya bilang, di sini kalian memang saya gaji, tapi kalian sudah saya anggap seperti keluarga sendiri," ujar Buana.
"Iya,Den. Mbok mengerti, tapi Den Buana selama ini selalu baik kepada Mbok dan Mas Karta."
Buana hanya tersenyum, "Iya sudah, seenaknya saja Mbok. Yang penting sekarang saya mau kopi, Mbok," ujar Buana.
Mbok Ratmi segera melangkah ke dapur dan membuatkan kopi hitam untuk Buana. Setelah itu wanita paruh baya itu langsung mengantarnya ke ruang kerja Buana.
"Kelihatannya Aden serius sekali, apa ada kasus yang rumit?" tanya Mbok Ratmi.
"Iya, Mbok. Kasus ini bukan kasus biasa, tetapi sepertinya kasus ini sedikit di luar nalar sebagai manusia biasa. Seperti berhubungan dengan ilmu jaman dulu yang dimiliki para raja dan pendekar."
Mbok ratmi terdiam, "Kasus pembunuhan?" tanyanya. Buana mengangguk, ia memang sering mengajak Mbok Ratmi dan Mang Karta bicara dan bercerita apa saja. Baik itu tentang tugas yang sedang ia kerjakan atau kasus yang sedang ia selidiki. Buana memperlihatkan foto salah seorang korban kepada Mbok Ratmi,yang langsung bergidik ngeri saat melihatnya.
"Darahnya habis terhisap," ujar Mbik Ratmi.
"Ya, Mbok ... Dan korban bukan hanya ditemukan di Thailand, tapi di beberapa negara. Hongkong, New York , China, Jepang, entah mungkin akan ditemukan juga di Indonesia," ujar Buana.
"Dulu, waktu Mbok masih kecil, almarhum ibu pernah menceritakan kisah tentang kerajaan Kahuripan. Kerajaan ini tidak sebesar Majapahit, tapi berada di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Dan konon, pernah ada satu kejadian yang hampir saja membuat iblis berkuasa penuh. Tapi, semua berhasil digagalkan ...."
Buana mengerutkan dahinya, "Apa Mbok tau cerita lengkapnya? Sejarahnya seperti apa?" tanya Buana.
"Itu hanya cerita masa kecil, Den. Entah apakah kisah itu benar terjadi atau tidak," jawab Mbok Ratmi.
"Terima kasih,Mbok," ujar Buana sambil meraih cangkir kopinya. Mbok Ratmi pun kembali ke dapur untuk membereskan semua peralatan yang tadi ia gunakan untuk memasak.Sementara Buana kembali tenggelam dalam pekerjaannya.
_685 TAHUN YANG LALU_ Kira-kira 700 tahun lalu di daerah Bagelen dan Yogyakarta berkuasalah raja-rajadari Wangsa Sailendra yang memeluk agama Buddha. Zaman ini adalah zaman keemasan bagi Mataram. Ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan tentang agama Buddha sangat maju. Demikian juga keseniannya, terutama seni pahat mencapai taraf yang sangat tinggi dengan adanya pembangunan candi-candi Setelah raja Samaratungga wafat, mataram kembali diperintah oleh raja-raja dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, namun agama Buddha dan Hindu dapat berkembang terus berdampingan dengan rukun dan damai. Keadaannya masih terus demikian hingga di masa pemerintahan r
Sementara itu di gua di dalam sebuah hutan belantara, Dewi Sekargalih dan Dwi Sulaksmi duduk terikat dengan mulut yang juga tertutup."Ayahmu pasti akan segera datang kemari,dan aku akan melepaskan kalian jika dia mau memberitahu aku di mana keris milikku dia simpan." Dewi Sekargalih berusaha melepaskan ikatan di tangannya."Kau mau bicara? Baik, aku lepaskan," kata Surya Wisesa sambil melepaskan penutup mulut Dewi Sekargalih."Senjata itu sudah dimusnahkan, ia bawa ke tempatnya bersemedi untuk menghancurkan senjata itu," ujar Dewi Sekargalih."Kau pikir aku akan percaya begitu saja?!""Kau sudah menggeledah semua sudut rumah kan, apakah ada?""Tentu saja tidak, karena suamimu pasti sudah membawanya entah ke mana.""Dia bawa senjata itu ke pantai selatan untuk dimusnahkan!" seru Dewi Sekargalih.  
Hampir satu pekan Dewi Sulaksmi tidak sadarkan diri dan berada di rumah seorang tabib. Saat ia sadar, yang pertama ia lakukan adalah menangisi nasibnya. Ia berteriak dan meraung bahkan berusaha untuk melakukan bunuh diri. Gadis itu merasa sudah tidak ada gunanya lagi ia hidup. Kedua orangtuanya sudah tidak ada dan kesuciannya sebagai seorang wanita juga sudah terenggut begitu saja. Namun tabib Kawuni, tabib wanita yang mengobati Dewi Sulaksmi berhasil menenangkan gadis cantik itu. Dewi Sulaksmi tak lagi berusaha melakukan aksi bunuh diri, tetapi gadis itu selalu ketakutan jika bertemu dengan lelaki, baik tua mau pun muda. Dewi Sulaksmi akan lari bersembunyi di sudut ruangan sambil memeluk kedua lututnya. Ia juga akan berteriak histeris jika ada yang memaksa untuk mendekatinya, padahal ia sudah hampir satu bulan berada di rumah tabib Kawuni. Gadis itu juga hanya mau bicara dengan tabib Kawuni. Pun bicaranya hanya sepatah dua
Tabib Kawuni tidak menunggu lebih lama untuk menikahkan Dewi Sulaksmi dan Seta Palwa. Makin cepat makin baik, ia tidak ingin Dewi Sulaksmi menyadari bahwa sudah ada kehidupan di dalam rahimnya. Dengan disaksikan pemuka adat setempat pernihakahan Dewi Sulaksmi dan Seta Palwa pun digelar. Warga sekitar tidak ada yang berani untuk mengusik Dewi Sulaksmi, karena Mpu Badingga adalah salah satu orang para pembesar di Mataram, Mpu Badingga juga sangat murah hati dan suka menolong mereka yang kesusahan. Mereka justru membantu proses pemakaman Mpu Badingga dan Dewi Sekargalih. Tidak ada satu pun yang mencela Dewi Sulaksmi atas apa yang ia alami. Tabib Kawuni merasa sangat lega setelah melihat Dewi Sulaksmi resmi menjadi menantunya."Kau akan membawanya ke Mataram?" tanya Kawuni pada Seta Palwa."Tentu saja, Bu. Aku pikir, ibu juga le
Keanehan demi keanehan terjadi setelah Seta Palwa menikahi Dewi Sulaksmi. Kehamilan yang seharusnya hanya sembilan bulan saja, bahkan memasuki bulan ke sebelas, bayi yang dikandung oleh Dewi Sulaksmi belum juga lahir. Tetapi, Seta Palwa tidak ingin mengatakan keanehan itu kepada istrinya. Ia hanya menyimpan dalam hati, karena bagi Dewi Sulaksmi ia memang baru mengandung saat ia sudah menikah dengan Seta Palwa."Saya bingung sekali, eyang guru. Kenapa ketika saya menikahi istri saya, saat malam pertama kami, saya mendapati keadaannya yang masih perawan.Padahal jelas-jelas ibu saya mengatakan bahwa dia sudah dinodai dan tengah mengandung. Dan yang kedua, usia kandungannya hampir sebelas bulan ....""Tetapi, di mata orang banyak , kandungan istrimu memang baru menginjak sembilan bulan, Palwa," sanggah Argalepa guru Seta Palwa. Lelaki tua yang sudah berusia lanjut itu menghela napas panjang.
Buana dan Yongseng saling pandang, mereka hanya bisa menghela napas panjang. "Aku jadi tertarik menyelidiki tentang kasus ini, ini kasus yang benar-benar luar biasa." "Apa yang membuatmu tertarik?" Buana menghela napas panjang, "Setahun terakhir ini, aku sering sekali bermimpi. Mimpi yang sama, tempat yang sama, orang yang sama. Anehnya, dalam mimpi itu aku seperti tengah berada di masa lalu." Yongseng mengerutkan dahinya, "Kau serius?" "Iya." "Sepertinya memang kita ditakdirkan untuk menangani kasus ini, asal kau tau aku sering bermimpi yang sama juga akhir-akhir ini. Sekarang, ceritakan isi mimpimu kepadaku," tukas Yongseng. Buana menarik napas panjang, untuk sejenak ia memejamkan matanya."Aku seperti menjadi orang lain dalam mimpiku itu, menjadi orang yang berbeda. Aku memakai pakaian seperti bangsawan di ker
Pagi sekali setelah sarapan, Buana langsung membawa Yongseng dan Takeda menghadap kepada atasannya. Yongseng membawa serta surat dinas dan surat penting lainnya untuk ia berikan kepada perwira menengah kepolisan AKBP Bayu Laksono. Buana yang turut mendampingi melihat perubahan ekspresi dari wajah AKBP Bayu. Lelaki berusia 40 tahun itu berkali-kali mengerutkan dahinya."Kasus yang amat sangat unik, bagaimana bisa kasus pembunuhan dengan motif operasi yang sama bisa berlangsung di beberapa negara sekaligus. Rasanya sukar dipercaya, tapi ini benar-benar nyata," kata AKBP Bayu. Lelaki itu menoleh ke arah Buana."Buana, sebenarnya kemarin beberapa orang dari kedutaan besar Amerika menghubungiku.Kemungkinan besar perwakilan dari CIA dan FBI akan datang juga ke Indonesia. Mereka dalam misi yang sama yaitu menyelidiki pengusaha muda terkenal Genta Segara Putra. &
"Maksudmu, kita mengunjungi rumah keluarga Genta?" tanya AKBP Bayu. Buana menganggukkan kepalanya, "Bukan sebagai polisi, kita manfaatkan Takeda yang tidak bisa berbahasa Indonesia untuk berakting." Mendengar Buana yang menyebutkan namanya, Takeda yang sedari awal hanya menyimak tanpa mengerti sedikit pun apa yang dibicarakan langsung mengerutkan dahi."Me? What happen?" Yongseng seolah tersadar akan kehadiran Takeda di tengah mereka. Ia pun tertawa, "Maafkan aku. Makanya, belajar bahasa Indonesia, supaya kau bisa mengerti apa yang kami bicarakan," ujar Yongseng dalam bahasa Inggris kepada Takeda. Pemuda keturunan Jepang itu hanya mengerucutkan bibirnya persis seperti wanita yang sedang marah pada kekasihnya hingga membuat Buana mengulum senyuman."Dia tidak bisa bahasa Indonesia?" tanya AKBP Bayu pada Buana. Buana langsung m