Giselle tersenyum saat melihat siapa yang datang menjemputnya di gerbang kampus.
"Mas Genta!" serunya.
"Kok tau kalau aku di sini?" tanya Giselle.
"Mamamu bilang kau sedang mengurus pendafaran kuliahmu, jadi aku sengaja menjemputmu."
"Duh, yang habis jalan-jalan dari luar negeri. Katanya nggak lama, hanya tiga hari aja, taunya lebih dari sebulan."
Genta tersenyum manis sambil memeluk gadis itu lalu mengecup dahinya penuh rasa sayang.
"Aku ada pekerjaan, jadi aku harus ke beberapa tempat. Tidak hanya ke Bangkok, tapi aku mampir ke Hongkong juga."
"Yang penting oleh-oleh untukku jangan sampai lupa," ujar Giselle dengan manja.
"Ada di rumahmu, jadi sekarang kita pulang,ya. Sudah selesai semuanya,kan?"
"Sudah,semua sudah selesai. Dua minggu lagi aku akan menjalani masa orientasi."
"Hmm, calon mahasiswi," komentar Genta.
"Ya sudah, kita pulang," ajak Genta.
Giselle dan Genta pun segera pulang. Giselle merasa gembira sekali melihat Genta sudah kembali berada di dekatnya.
***
Sementara itu Sersan Yonseng dan Takeda baru saja tiba di bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Mereka dijemput oleh KOMPOL Buana dengan wajah penuh senyum.
"Welcome in Indonesia," sambut Buana sambil merentangkan kedua tangannya. Ya, Buana dan Yongseng masih memiliki hubungan saudara dari ibu mereka.
"Basa- basi yang basi!" hardik Yongseng.
"Ternyata besar dan tinggal di Hongkong tidak membuatmu melupakan bahasa leluhur ibumu," sahut Buana.
"Meledek?!"
Buana hanya tergelak sambil menepuk bahu sepupunya itu.
"Kita ke rumahku saja dulu, besok baru kau melapor ke kantor," kata Buana.
"Yakin?"
"Hari sudah sore, atasanku pasti sudah pulang. Aku pikir siapa yang datang dari Hongkong , ternyata kau!"
"Memangnya kenapa kalau aku?"
"Hahaha ... Sudahlah, ayo kita segera pulang. Jakarta macet, ini jam pulang kerja."
"Jika macet, apa tidak sebaiknya kita mencari rumah makan dulu? Takeda belum makan, dia juga baru pertama kalinya ke Indonesia."
"Ah, kalau begitu keluar dari tol kita cari, rumah makan Padang!" seru Buana yang disambut Yongseng dengan wajah ceria.
"Kalau itu, aku setuju," sahutnya. Sementara Takeda yang memang tidak mengerti bahasa Indonesia hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Keluar dari bandara Soeta menuju tol Buana dan Yongseng berbincang dengan akrab, sesekali mereka mengajak bicara Takeda dalam bahasa inggris tentunya karena Takeda tidak mengerti bahasa Indonesia sementara Buana kurang fasih berbahasa kanton. Bahasa kanton adalah bahasa Mandarin dari provinsi Guangdong, bahasa resmi Hong Kong secara de facto .
"Apa asli orang Hongkong? Sorry, I mean ...."
"Ayahku asli Tokyo, Jepang dan ibuku berasal dari Guangdong. Aku memang lahir di Osaka, namun sejak ayah meninggal,ibu membawaku pindah ke Hongkong," jawab Takeda dengan santai.
"Ah, jadi ayahmu orang Tokyo."
"Iya, tapi sudah sangat lama sekali aku tidak mengunjungi makamnya di Osaka."
Karena Yonseng dan Takeda datang sore hari di jam pulang kantor, mereka terpaksa harus sedikit bersabar karena jalanan yang luar biasa macet. Tetapi ketiganya bisa bernapas dengan lega saat mereka keluar dari tol dan menemukan rumah makan padang.
Buana hanya tertawa kecil saat melihat Takeda makan dengan lahap.
"Aku belum pernah mencicipi masakan seperti ini sebelumnya, ini enak sekali. Rempahnya terasa harum dan citarasanya luar biasa," ujar Takeda sambil kembali menambah nasi.
"Kau belum pernah mencoba masakan seperti ini sebelumnya? Setauku di Hongkong sudah ada tempat makan khusus yang menjual masakan khas Indonesia," kata Buana.
"Ya, memang ada. Aku pernah singgah tetapi rasanya tidak seenak ini," jawab Takeda.
"Apakah besok atau lusa kita bisa ke gunung yang pernah kau ceritakan itu?" tanya Yonseng kepada Buana.
"Ciremai, maksudmu?"
"Ya."
"Jadi, tujuanmu datang ke Indonesia sebenarnya untuk menyelidiki siapa?" tanya Buana pada akhirnya.
"Terjadi beberapa kasus pembunuhan dalam kurun waktu yang berbeda. Tapi,kondisi korban selalu sama,tanpa pakaian sama sekali, dan darah yang mengering. Anehnya setelah kami periksa kami curiga kepada seseorang, dia berasal dari Indonesia. Entah apakah ini satu kebetulan, tetapi dalam tiga kasus terakhir dia sedang berada di Hongkong."
"Jadi karena itu kau meminta surat dari atasanmu untuk mengejar sampai ke Indonesia. Apa kau sudah yakin? Ada bukti yang mengarah pada orang itu, sehingga membuatmu begitu yakin?"Yanseng menggelengkan kepalanya, "Tidak ada sama sekali," jawabnya.
"Lalu apa yang membuatmu yakin?"
"Aku juga belum terlalu yakin, tapi coba kau baca buku ini," kata Yonseng sambil memberikan buku tebal kepada Buana.
Buana meraih buku yang disodorkan oleh Yongseng. Isinya tentang pemujaan dan ilmu yang bisa membuat hidup abadi.
"Maksudmu?"
"Buana, kejadian itu tidak hanya terjadi di Hongkong. Tapi, menurut informasi yang aku dapatkan korban dengan kondisi yang sama ditemukan di beberapa negara berbeda."
Buana meraih buku yang disodorkan oleh Yongseng. Isinya tentang pemujaan dan ilmu yang bisa membuat hidup abadi."Maksudmu?""Buana, kejadian itu tidak hanya terjadi di Hongkong. Tapi, menurut informasi yang aku dapatkan korban dengan kondisi yang sama ditemukan di beberapa negara berbeda." Buana menatap sepupunya itu dan mencoba mencerna setiap penjelasan yang diberikan oleh Yonseng."Jadi, kau datang ke Indonesia untuk menyelidiki kasus pembunuhan aneh, begitu?""Bukan tidak mungkin CIA dan FBI juga akan mengirimkan orang untuk mencari info tentang orang yang kami curigai ini.""Bisa saja ,kan dia hanya kebetulan sedang dalam kunjungan untuk bisnis atau liburan barangkali.""Aku ingin sekali berpikir seperti itu, Buana. Tetapi, kebetulan itu rasanya terlalu ....""Aku mengerti maksudmu.""Besok kita ke Cirebon," kata Buana. Yonseng mengerutkan dahinya,"C
_685 TAHUN YANG LALU_ Kira-kira 700 tahun lalu di daerah Bagelen dan Yogyakarta berkuasalah raja-rajadari Wangsa Sailendra yang memeluk agama Buddha. Zaman ini adalah zaman keemasan bagi Mataram. Ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan tentang agama Buddha sangat maju. Demikian juga keseniannya, terutama seni pahat mencapai taraf yang sangat tinggi dengan adanya pembangunan candi-candi Setelah raja Samaratungga wafat, mataram kembali diperintah oleh raja-raja dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, namun agama Buddha dan Hindu dapat berkembang terus berdampingan dengan rukun dan damai. Keadaannya masih terus demikian hingga di masa pemerintahan r
Sementara itu di gua di dalam sebuah hutan belantara, Dewi Sekargalih dan Dwi Sulaksmi duduk terikat dengan mulut yang juga tertutup."Ayahmu pasti akan segera datang kemari,dan aku akan melepaskan kalian jika dia mau memberitahu aku di mana keris milikku dia simpan." Dewi Sekargalih berusaha melepaskan ikatan di tangannya."Kau mau bicara? Baik, aku lepaskan," kata Surya Wisesa sambil melepaskan penutup mulut Dewi Sekargalih."Senjata itu sudah dimusnahkan, ia bawa ke tempatnya bersemedi untuk menghancurkan senjata itu," ujar Dewi Sekargalih."Kau pikir aku akan percaya begitu saja?!""Kau sudah menggeledah semua sudut rumah kan, apakah ada?""Tentu saja tidak, karena suamimu pasti sudah membawanya entah ke mana.""Dia bawa senjata itu ke pantai selatan untuk dimusnahkan!" seru Dewi Sekargalih.  
Hampir satu pekan Dewi Sulaksmi tidak sadarkan diri dan berada di rumah seorang tabib. Saat ia sadar, yang pertama ia lakukan adalah menangisi nasibnya. Ia berteriak dan meraung bahkan berusaha untuk melakukan bunuh diri. Gadis itu merasa sudah tidak ada gunanya lagi ia hidup. Kedua orangtuanya sudah tidak ada dan kesuciannya sebagai seorang wanita juga sudah terenggut begitu saja. Namun tabib Kawuni, tabib wanita yang mengobati Dewi Sulaksmi berhasil menenangkan gadis cantik itu. Dewi Sulaksmi tak lagi berusaha melakukan aksi bunuh diri, tetapi gadis itu selalu ketakutan jika bertemu dengan lelaki, baik tua mau pun muda. Dewi Sulaksmi akan lari bersembunyi di sudut ruangan sambil memeluk kedua lututnya. Ia juga akan berteriak histeris jika ada yang memaksa untuk mendekatinya, padahal ia sudah hampir satu bulan berada di rumah tabib Kawuni. Gadis itu juga hanya mau bicara dengan tabib Kawuni. Pun bicaranya hanya sepatah dua
Tabib Kawuni tidak menunggu lebih lama untuk menikahkan Dewi Sulaksmi dan Seta Palwa. Makin cepat makin baik, ia tidak ingin Dewi Sulaksmi menyadari bahwa sudah ada kehidupan di dalam rahimnya. Dengan disaksikan pemuka adat setempat pernihakahan Dewi Sulaksmi dan Seta Palwa pun digelar. Warga sekitar tidak ada yang berani untuk mengusik Dewi Sulaksmi, karena Mpu Badingga adalah salah satu orang para pembesar di Mataram, Mpu Badingga juga sangat murah hati dan suka menolong mereka yang kesusahan. Mereka justru membantu proses pemakaman Mpu Badingga dan Dewi Sekargalih. Tidak ada satu pun yang mencela Dewi Sulaksmi atas apa yang ia alami. Tabib Kawuni merasa sangat lega setelah melihat Dewi Sulaksmi resmi menjadi menantunya."Kau akan membawanya ke Mataram?" tanya Kawuni pada Seta Palwa."Tentu saja, Bu. Aku pikir, ibu juga le
Keanehan demi keanehan terjadi setelah Seta Palwa menikahi Dewi Sulaksmi. Kehamilan yang seharusnya hanya sembilan bulan saja, bahkan memasuki bulan ke sebelas, bayi yang dikandung oleh Dewi Sulaksmi belum juga lahir. Tetapi, Seta Palwa tidak ingin mengatakan keanehan itu kepada istrinya. Ia hanya menyimpan dalam hati, karena bagi Dewi Sulaksmi ia memang baru mengandung saat ia sudah menikah dengan Seta Palwa."Saya bingung sekali, eyang guru. Kenapa ketika saya menikahi istri saya, saat malam pertama kami, saya mendapati keadaannya yang masih perawan.Padahal jelas-jelas ibu saya mengatakan bahwa dia sudah dinodai dan tengah mengandung. Dan yang kedua, usia kandungannya hampir sebelas bulan ....""Tetapi, di mata orang banyak , kandungan istrimu memang baru menginjak sembilan bulan, Palwa," sanggah Argalepa guru Seta Palwa. Lelaki tua yang sudah berusia lanjut itu menghela napas panjang.
Buana dan Yongseng saling pandang, mereka hanya bisa menghela napas panjang. "Aku jadi tertarik menyelidiki tentang kasus ini, ini kasus yang benar-benar luar biasa." "Apa yang membuatmu tertarik?" Buana menghela napas panjang, "Setahun terakhir ini, aku sering sekali bermimpi. Mimpi yang sama, tempat yang sama, orang yang sama. Anehnya, dalam mimpi itu aku seperti tengah berada di masa lalu." Yongseng mengerutkan dahinya, "Kau serius?" "Iya." "Sepertinya memang kita ditakdirkan untuk menangani kasus ini, asal kau tau aku sering bermimpi yang sama juga akhir-akhir ini. Sekarang, ceritakan isi mimpimu kepadaku," tukas Yongseng. Buana menarik napas panjang, untuk sejenak ia memejamkan matanya."Aku seperti menjadi orang lain dalam mimpiku itu, menjadi orang yang berbeda. Aku memakai pakaian seperti bangsawan di ker
Pagi sekali setelah sarapan, Buana langsung membawa Yongseng dan Takeda menghadap kepada atasannya. Yongseng membawa serta surat dinas dan surat penting lainnya untuk ia berikan kepada perwira menengah kepolisan AKBP Bayu Laksono. Buana yang turut mendampingi melihat perubahan ekspresi dari wajah AKBP Bayu. Lelaki berusia 40 tahun itu berkali-kali mengerutkan dahinya."Kasus yang amat sangat unik, bagaimana bisa kasus pembunuhan dengan motif operasi yang sama bisa berlangsung di beberapa negara sekaligus. Rasanya sukar dipercaya, tapi ini benar-benar nyata," kata AKBP Bayu. Lelaki itu menoleh ke arah Buana."Buana, sebenarnya kemarin beberapa orang dari kedutaan besar Amerika menghubungiku.Kemungkinan besar perwakilan dari CIA dan FBI akan datang juga ke Indonesia. Mereka dalam misi yang sama yaitu menyelidiki pengusaha muda terkenal Genta Segara Putra. &