PEMBALASAN DEWA MAUT

PEMBALASAN DEWA MAUT

last updateLast Updated : 2025-11-05
By:  Nandar HidayatUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
8Chapters
25views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Dulu dia adalah murid terbaik Padepokan Jati Sakti, tapi fitnah membuatnya dicap pengkhianat dan dikejar semua perguruan. Diusir, terluka, dan dikhianati calon istrinya ,wanita yang dia cintai. Dia bersumpah akan kembali. Bukan hanya untuk membalas dendam, tapi juga untuk menguasai seluruh dunia persilatan.

View More

Chapter 1

Bab 001

Angin senja di Gunung Lawu berbisik pilu, membawa aroma daun jati yang terbakar dan debu padang sabana yang kering.

Cahaya matahari, kini selembar emas tipis, merangkak turun dari ufuk, menyelimuti Padepokan Jati Sakti dalam semburat jingga keunguan.

Di tengah halaman padepokan, di bawah pohon jati tertua yang akar-akarnya menjulur seperti urat naga tidur, berdirilah seorang pemuda.

Nama pemuda itu Dipasena. Usianya baru genap delapan belas tahun, tetapi sorot matanya telah menyimpan kedalaman dan ketajaman sebilah keris pusaka yang baru ditempa.

Dialah mutiara Padepokan Jati Sakti, yang dalam waktu tiga tahun telah menguasai Pukulan Naga Bumi dan menembus tingkat kelima dari jurus Tujuh Titik Maut –sebuah pencapaian yang bahkan murid-murid tertua pun hanya bisa impikan.

Namun, sore itu, mutiara itu dibalut lumpur fitnah.

Di sekelilingnya, puluhan pasang mata menyala penuh murka, memandangnya seolah dia adalah bangkai yang mengundang lalat.

Di tangan Ki Lunggana, murid tertua yang wajahnya keras membatu seperti arca Candi Sukuh, tergantung sehelai kain hitam yang dihiasi bordiran benang perak.

Di tengahnya, tersemat lencana berbentuk kalajengking dengan ekor melengkung tajam. Lencana Padepokan Kala Durga. Golongan hitam yang dihujat dan dihindari.

“Dipasena,” suara Ki Lunggana menggema, berat dan dingin seperti palu godam menghantam batu nisan. “Kami menemukannya di lipatan pakaianmu, tersembunyi di balik bilik tidurmu. Sebuah tenger dari tempat yang najis. Jelaskan, anak muda, sebelum amarah kami menjulang tinggi melampaui puncak gunung ini!”

Dipasena menggeleng, gerakan kepalanya seolah menolak takdir yang kejam. Rambut hitamnya yang panjang tergerai sedikit menutupi wajahnya yang pucat.

Rasa sakitnya bukan pada tuduhan, melainkan pada mata-mata yang dulu menatapnya dengan bangga, kini memancarkannya dengan penghinaan.

“Saya tidak tahu, Ki Guru,” jawab Dipasena, suaranya pelan tetapi mengandung getaran ketegasan. “Ini fitnah, jerat yang dipasang oleh tangan yang iri. Hamba bersumpah demi langit dan bumi, demi leluhur Padepokan Jati Sakti, tak sejengkal pun hati hamba pernah bersekutu dengan Padepokan Kala Durga. Ibarat gajah alingan suket teki, tak mungkin kejahatan sebesar ini bisa disembunyikan.”

Tawa sinis meledak dari Ki Gendola, murid yang satu tingkat di bawah Ki Lunggana, yang selalu memandang Dipasena dengan kecemburuan yang tak tersembunyikan.

“Basa-basi! Kau kira kami buta? Lencana itu tak mungkin terbang sendiri! Hanya anjing yang setia yang mengenakan kalung tuannya. Kau adalah kancil yang pura-pura suci, padahal wis didilat asu.”

Ki Lunggana mengangkat tangan, menghentikan riak cemoohan itu. Ia menatap Dipasena lurus, matanya menyelidik mencari bayangan kebohongan.

“Mulut bisa berdusta, Nak. Tetapi sukma tak pernah bisa bersembunyi. Aku tak ingin mendengar lidah lagi. Biarkan ilmuku bicara.”

Seketika, aura di sekitar Ki Lunggana berubah. Jati Sakti mengajarkan ketenangan, tetapi apa yang terpancar darinya kini adalah amukan air bah yang ditahan.

Dipasena merasakan tekanan udara di sekitarnya mengental.

Ki Lunggana mulai menarik napas, dadanya membusung, dan serat-serat uratnya menegang di balik kain hitam.

Tembong Sukma. Ilmu andalan Padepokan untuk memancing dan membaca aura kegelapan.

Ilmu ini bekerja layaknya cermin yang memaksa batin lawan untuk menampakkan warna sejatinya.

Jika ada setitik saja hawa sakti hitam yang tersimpan, ilmu itu akan menariknya keluar seperti magnet menarik besi.

Ki Lunggana menyalurkan tenaga dalam murni, setebal kawah candradimuka, dan melontarkannya ke arah dada Dipasena tanpa sentuhan fisik.

Dipasena berdiri tegak, tak bergeming. Dia memejamkan mata, membiarkan energi murni Ki Lunggana meresap ke dalam dirinya.

Segara Napas yang ia latih membiarkan energi itu mengalir, tetapi tidak bereaksi.

Seolah dia adalah sumur yang dalam, airnya bening dan dingin, menolak lumpur apapun untuk menetap.

Keheningan melanda halaman. Murid-murid menahan napas. Ki Lunggana tampak terkejut, dahinya mengernyit.

“Kosong…” gumam Ki Lunggana, sebuah pengakuan yang tertelan oleh kerongkongan. “Tak ada hawa kala… hanya udara jernih.”

“Itu hanya trik, Kakang!” seru Ki Gendola dengan suara mendesis, wajahnya merah padam karena amarah yang bercampur malu. “Dia menggunakan ilmu penyamaran. Golongan hitam itu ahli ngraga sukma! Dia pasti telah membuang sukma najisnya dan hanya meninggalkan kulit luarnya yang suci! Ngelmu iku kalakone kanthi laku! Buktikan dengan tangan!”

Ucapan Ki Gendola, yang sarat dengan racun cemburu, berhasil mematikan keraguan yang baru muncul. Keraguan adalah setitik air di padang pasir amarah; ia mudah menguap.

“Tangkap dia!” perintah Ki Lunggana, suaranya kembali mengeras, diresapi oleh keharusan untuk menjaga nama baik padepokan. “Adili dia sesuai hukum piwulang! Bawa dia ke balai siksa!”

Seketika, tiga murid, yang tubuhnya paling tegap dan ilmunya paling matang, melompat maju. Mereka adalah Candra, Darma, dan Agung.

Mereka tidak menyerang dengan senjata, tetapi dengan tangan kosong, teknik pegangan dan kuncian Padepokan Jati Sakti yang terkenal kejam dan efisien.

Dipasena membuka matanya. Pandangannya tidak lagi berisi kesedihan, melainkan cermin dari langit yang meredup, penuh badai yang tertahan.

Dia telah membiarkan fitnah melukainya; dia tidak akan membiarkan tangan-tangan ini membelenggunya.

“Tunggu!” Dipasena berseru, suaranya kini melengking, membanting kesunyian sore. “Jika kalian memilih jalan ini, maka aku akan membuka jalanku sendiri. Ora obah, ora mamah. Kalian menuduhku penyusup, maka biarlah aku berjuang sebagai pendatang yang tak punya rumah!”

Candra, yang berada paling dekat, melancarkan pukulan Guntur Menyulam Bumi tingkat tiga ke arah perut Dipasena, sebuah teknik yang bertujuan memutus aliran napas lawan.

Dipasena bereaksi dengan kecepatan yang melampaui kemampuan mata.

Gerakannya bukan hanya cepat, tetapi juga melenting dan halus seperti air yang mengalir di atas batu licin.

Dia tidak menghindar ke samping, melainkan bergerak ke dalam serangan. Dia menggunakan jurus Benteng Pawana. Ini adalah jurus pertahanan Padepokan Jati Sakti.

Dia menarik napas ke dalam rongga dada, membiarkan energi kosmik Prana dari alam semesta tersedot masuk dan berputar di sekitar tubuhnya. Energi ini bukan hanya perisai, tetapi juga pusaran.

Ketika pukulan Candra menyentuh dada Dipasena, Candra merasakan seolah tangannya tidak menghantam daging, melainkan menabrak dinding udara yang padat, yang seketika berbalik mendorongnya dengan kekuatan dua kali lipat.

Candra terhuyung mundur, kaget dan kesakitan.

Darma dan Agung datang dari dua sisi, mengunci lengan Dipasena dalam teknik Tujuh Titik Maut tingkat awal.

Teknik ini bertujuan mengikat sendi dan urat syaraf, melumpuhkan lawan tanpa darah.

Saat kedua tangan kokoh Darma dan Agung menyentuh lengannya, Dipasena memejamkan mata lagi.

Dia membiarkan energi Prana yang telah ia kumpulkan dari alam semesta, yang mengalir dalam jalur meridian tubuhnya, bergerak lurus dan tajam.

Dipasena melawan dengan Tujuh Titik Maut juga, tapi pada tingkat kedua yang digunakan untuk membela diri dari serangan mematikan.

***

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Nandar Hidayat
Selamat datang di novel terbaru saya setelah sekian lama hiatus di GN. Terima kasih atas dukungannya.
2025-11-03 17:49:30
1
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status