Raina mengernyit heran saat melihat tumpukan buku yang dibawa oleh Rian. Mereka kini sedang berada di rumah Rian. Sesuai perintah Rian, Raina mengikuti cowok itu untuk pergi ke rumahnya. Selama perjalanan tadi, Raina terus bertanya apa tujuan cowok itu membawanya ke rumahnya, namun Rian sama sekali tidak mau menjawab pertanyaannya membuat Raina kesal sendiri.
"Lo ngapain bawa buku banyak-banyak?" tanya Raina masih dengan wajah herannya.
"Catat materi yang ada di buku paket ke buku tulis gue."
"Maksudnya lo nyuruh gue gitu?"
"Iya lah. Siapa lagi kalau bukan lo?" ketusnya.
"Tapi kan ini banyak banget, Yan. Kalau kayak gini bisa-bisa gue gak pulang ke rumah gue."
"Itu bukan urusan gue. Sekarang lo harus catat semua materinya sampai selesai."
"Gini aja deh, daripada gue catat di sini, mendingan gue pulang aja. Nanti biar gue catat di rumah. Kan lebih simpel."
"Gak. Kalau lo catat di rumah lo, yang ada lo gak selesain catatannya. Kalau di sini gue bisa pantau lo."
Raina berdecak pelan. Untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa mengumpat Rian dalam hati.
Dengan terpaksa, ia pun mencatat materi yang ada di buku paket. Sedangkan Rian, sibuk bermain game o****e di ponselnya.Ingin sekali Raina mencaci maki cowok itu karena sudah seenaknya memerintahnya, tapi Raina tidak pernah berani. Itu karena Raina takut dengan Rian. Bukan hanya Raina, tapi satu sekolah juga takut dengan cowok itu.
"Catat! Jangan liatin gue!" Raina terkejut karena ketahuan sedang menatap cowok itu. Dengan segera, ia kembali mengalihkan pandangannya ke buku lalu kembali melakukan pekerjaannya.
*****
Raina mengusap perutnya ketika merasakan perutnya berbunyi. Ia melirik arloji yang ada di tangannya. Raina sedikit terkejut karena jam yang menunjukkan pukul setengah delapan malam. Saking fokusnya mencatat materi, ia sampai lupa waktu.
Pasti papa dan mamanya sedang mencarinya. Ia tidak mau membuat kedua orang tuanya khawatir.
"Mau ke mana lo?" tanya Rian melihat Raina yang sudah bangkit berdiri lalu memakai tas punggungnya.
"Mau pulang. Ini udah malam. Orang tua gue pasti nyariin gue."
"Lo udah selesai catat materinya belum? Kalau belum selesai lo belum bisa pulang."
"Udah," jawab Raina singkat. Raina segera keluar dari rumah Rian tanpa berpamitan pada cowok itu.
*****
"Duh, ojek o****e pada ke mana sih? Kok dari tadi gak ada yang terima orderan gue, sih?" gerutu Raina. Kini Raina sudah berada di halte yang tidak jauh dari rumah Rian. Sedari tadi, ia memesan ojek o****e, namun tak kunjung dapat.
Sekarang Raina hanya bisa berharap pada ojek o****e. Karena angkot sudah tidak ada lagi. Mau naik taksi pun, uangnya tidak akan cukup untuk membayar.
"Gimana nih? Bisa-bisa gue gak bisa pulang."
Raina terlonjak kaget saat bunyi klakson motor yang tepat berada di hadapannya.
Raina memasang wajah tidak suka saat tahu pelaku yang membunyikan klakson motor itu.
"Ayo naik," ucap Rian.
"Gak! Gue bisa pulang sendiri," tolak Raina cepat.
Raina tidak akan mau diantar cowok itu. Karena, jika Rian sudah mengantarnya itu berarti hutang Raina semakin bertambah. Jika hutang Raina padanya semakin banyak, maka Raina tidak akan bisa lepas dari cowok itu. Bisa-bisa Raina akan terus-menerus menjadi budak dengan status pacarnya.
"Cepat naik sebelum gue berubah pikiran."
Raina tampak berpikir sejenak. Sebenernya bisa saja ia menolak untuk diantar oleh Rian, tapi bagaimana kalau ia tidak bisa mendapat ojek o****e? Bagaimana nasibnya? Tidak mungkin ia tidur di sini, bukan? Itu sangat tidak lucu.
"Mau apa enggak?" Pertanyaan Rian membuat Raina langsung tersadar dari lamunannya.
"Iya gue mau." Rian melempar helm yang langsung ditangkap oleh Raina.
Setelah memakai helm, Raina pun naik ke motor Rian.
"Udah?" tanya Rian.
"Udah." Setelah mendapat jawaban dari Raina, Rian pun melajukan motornya.
*****
"Aku pulang." Raina mencium tangan kedua orang tuanya saat ia sudah tiba di rumah. Raina sedikit ketakutan karena wajah kedua orang tuanya terlihat begitu datar.
"Dari mana aja kamu? Kamu tahu kan sekarang jam berapa? Anak perempuan kok pulang malam. Mana masih pakai seragam sekolah lagi. Apa kata tetangga kalau liat kamu pulang malam-malam begini?" omel mama Raina yang bernama Dian.
"Om, Tante, sebelumnya saya minta maaf, tapi Raina pulang malam karena saya. Tadi, saya minta Raina ke rumah buat ngajarin saya Matematika," ujar Rian membuat Riana yang awalnya menunduk langsung menoleh pada cowok itu. Raina terkejut karena ia pikir Rian sudah pulang. Dan, cowok itu juga tadi hanya mengantarnya sampai depan gerbang rumahnya saja.
"Oh, jadi kamu yang bawa anak saya?" tanya Seno, papanya Raina.
"Om gak marah, cuma lain kali kalau mau belajar sama Raina, antarin Raina pulang ke rumahnya dulu buat ganti baju. Biar kita gak khawatir."
"Iya Om. Saya minta maaf."
"Ya sudah tidak apa-apa. Om maafin kamu."
"Nama kamu siapa?" tanya Seno.
"Saya Rian, Om."
"Makasih Rian udah antarin anak Om."
"Sama-sama Om. Kalau gitu saya pamit dulu, Om, Tante."
"Iya hati-hati."
"Rian ganteng, ya, Pa?"
"Iya, Ma. Kayak Papa dulu waktu muda."
"Gak mirip. Gantengan juga Rian. Iya gak Rain?"
"Duh, Papa, Mama udah deh gak usah ngomongin dia lagi."
*****
Raina membaringkan tubuhnya di kasur. Ia baru saja selesai mandi. Hari ini, Raina merasa tubuhnya sangat lelah. Rian benar-benar menyiksanya.
Semenjak ia berpacaran dengan cowok itu, Raina tidak bisa bebas seperti dulu. Ia selalu saja disuruh-suruh oleh cowok itu.
DRRT...
Raina meraih ponselnya yang berada di nakas. Keningnya mengerut saat mendapat pesan dari Rian. Ia pun membuka pesan tersebut.
Rian Galak : Woi!!
Raina : Apa?
Rian Galak : Lo gak diomelin sama bonyok lo kan?
Raina : Gak. Kenapa nanya? Peduli sama gue? Punya hati nurani juga lo?
Rian Galak : O.
Raina berdecak begitu membaca balasan dari Rian yang sangat singkat. Bodoh sekali Riana. Rian tidak pernah perhatian atau pun peduli dengannya. Kenapa sekarang Raina malah berharap cowok itu peduli dengannya? Ia pasti sudah gila.
"Sadar Rain, dia itu manusia gak punya hati. Mana mungkin dia peduli sama lo?"
"Tapi gue heran deh sama dia. Gimana bisa dia buat Papa sama Mama gak marah sama dia? Padahal kan gara-gara dia gue pulang telat."
"Udah gak minta terima kasih gak minta maaf pula."
Kalau saja kedua orang tuanya tahu kalau Rian sengaja menyuruhnya ke rumah cowok itu untuk mengerjakan semua tugasnya, pasti mereka akan marah pada Rian.
Sebenarnya bisa saja ia mengadu pada kedua orang tuanya, tapi ia tidak mau membuat masalahnya dengan Rian menjadi lebih rumit. Menjadi pacarnya saja ia sudah tersiksa, apalagi mencari masalah dengan cowok itu? Yang ada hidupnya akan lebih tidak tenang. Tapi mau sampai kapan ia terus dijadikan budak oleh cowok itu? Ini saja baru dua minggu, tapi ia sudah merasa cukup tersiksa. Kalau ia bertahun-tahun menjadi pacar Rian, bisa-bisa bertahun-tahun pula ia menjadi budak cowok itu.
"Kenapa nasib gue sial banget, ya? Kenapa gue harus ketemu cowok kayak dia? Dan lebih sialnya kenapa gue harus jadi pacar dia?" Mungkin kalau hanya menyandang status sebagai pacarnya saja, Raina bisa menerimanya, tapi tidak dengan menjadi budak cowok itu. Mau marah pun tidak bisa. Yang bisa Raina lakukan sekarang hanyalah menyesal karena sudah mengenal Rian.
*************************
Pagi-pagi sekali, Raina sudah ditelepon oleh Rian. Cowok itu membangunkannya untuk menyuruh Raina membawakan bekal untuk cowok itu.Ingin sekali Raina menolak perintah Rian, namun ia sadar kalau ia menolak maka cowok itu akan semakin seenaknya memerintahnya."Raina. Tumben pagi-pagi kamu udah bangun. Mau ngapain?" tanya Dian.Riana yang sedang menyendok nasi menoleh pada mamanya lalu tersenyum."Ini Ma, aku mau masak nasi goreng.""Masak nasi goreng? Mau bawa bekal?""Iya Ma.""Ya udah sini biar Mama aja yang buatin.""Eh, gak usah, Ma. Biar aku aja.""Emang kamu bisa sendiri?""Dibisa-bisain, lah, Ma. Lagian, aku kan juga udah belajar dikit dari Mama."Dian tersenyum lalu mengusap lembut rambut putrinya. "Hebat anak Mama. Udah mulai bisa masak."Raina tersenyum lalu melanjutkan kegiatan mengiris bawang.*****Pukul tujuh tepat, Raina sudah sampai di sekolahnya. Dengan senyum yang
Raina, Luna, dan Risa berjalan memasuki kantin. Mereka memilih duduk di bangku yang kosong yang berada di pojok kanan kantin, tepatnya di samping meja Rian, Liam, dan Andi.Sebenarnya Raina tidak mau duduk di sana, mengingat ada Rian di sana. Ia tidak mau melihat wajah Rian. Jujur, ia masih kesal dengan cowok itu karena Rian sudah membuang nasi gorengnya ke tempat sampah. Bahkan cowok itu juga tidak meminta maaf padanya. Seolah ia tidak merasa bersalah."Lo berdua mau beli apa biar gue yang beliin," ucap Luna."Gue temenin lo aja deh," ujar Risa."Lo mau beli apa, Rain?" tanya Luna lagi."Gue mi goreng sama es teh." Raina menyerahkan uang sepuluh ribu pada Luna yang langsung diterima oleh cewek itu."Oke. Tunggu bentar, ya, Rain."Sembari menunggu kedua temannya membeli makanan, Raina memilih membuka ponselnya."Hai Rain," sapa Andi. Cowok itu duduk di hadapan Raina.Raina yang sibuk dengan ponselnya pun mengangkat wajahnya lalu
Rian menatap bingung Liam dan Andi yang berada di depan rumahnya. Kedua cowok itu datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu. "Ngapain lo berdua ke sini?" tanya Rian. "Dia yang ngajak gue ke sini," ucap Liam menunjuk Andi. Andi yang diberikan tatapan datar oleh Rian langsung membuka mulutnya untuk menjelaskan. "Em, gue bosan di rumah makanya gue ke sini. Gue ngajak Liam biar lo bisa ijinin gue buat masuk. Kalau gue sendiri kan lo gak bakal mau gue masuk rumah lo," ucap Andi. "Gimana dia mau ijinin lo masuk kalau lo aja berisik mulu." Andi hanya cengengesan mendengar ucapan Liam. Memang benar, jika Andi datang sendiri ke rumah Rian, pasti cowok itu tidak akan mengizinkan Andi untuk masuk ke rumahnya. Karena jika Andi sudah masuk ke dalam rumahnya, maka Andi pasti akan berbuat aneh-aneh. Dan Rian tidak menyukainya.Kecuali jika Andi datang bersama Liam, barulah Rian akan mengizinkan Andi untuk masuk ke rumahnya. Karena Liam a
Raina berjalan menyusuri koridor sekolah dengan wajah bantalnya. Sebenarnya, ia masih mengantuk karena semalam ia tidak tidur nyenyak. Dan itu semua karena Rian. Semalam cowok itu mengganggunya. Rian terus meneleponnya dan memarahinya karena Raina membuang martabak di depan rumahnya."Woi." Rian menarik lengan Raina membuat langkah cewek itu terhenti."Apa? Mau marahin gue lagi? Kan semalam gue udah minta maaf. Belum cukup lo ngomel-ngomelnya?""Mana buku PR gue?" tanya Rian sembari menjulurkan tangannya di depan Raina.Dengan malas, Raina membuka tasnya lalu memberikan buku milik Rian pada cowok itu.Saat Raina hendak melanjutkan langkahnya, lagi-lagi Rian menarik lengannya membuat Raina berdecak."Apalagi sih, Yan? Gak usah ganggu gue deh.""Urusan kita belum selesai. Lo pikir dengan minta maaf aja bakal cukup?""Terus lo mau gue ngelakuin apa?"*****"Sapu yang benar. Kalau gak bersih gue suruh ulang, ya," ucap
Rian menyandarkan tubuhnya di tembok depan kelas Raina. Cowok itu menunggu Raina keluar dari kelasnya.Tak lama kemudian, Raina pun keluar dari kelasnya bersama Luna dan Risa."Na, lo jadi temenin gue ke mall, kan?" tanya Luna."Ja---""Raina sama gue," potong Rian membuat ketiganya langsung menoleh pada cowok itu."Enak aja lo. Gue duluan yang udah janjian sama Raina. Iya kan Rain?"Raina melirik Rian yang tampaknya tidak ingin dibantah."Sorry, Lun, bukannya gue gak mau nemenin lo, tapi gue gak bisa. Soalnya Rian udah duluan ngajak gue pergi."Wajah Luna tampak kecewa. "Terus gue pergi sama siapa dong?""Sama Risa aja. Sa, mau temenin Luna, kan?"Risa menggeleng cepat. "Gak. Malas gue ke mall. Mendingan gue tidur di rumah.""Sa, jangan gitu lah sama Luna. Sekali-kali temenin Luna. Lagian kalau gue bisa aja pasti gue udah temenin Luna.""Ya udah oke. Gue mau." Raina dan Luna tersenyum lebar karena R
Raina menatap pantulan wajahnya di cermin. Memastikan penampilannya sudah baik atau belum. Setelah dirasanya sudah baik, ia pun mengambil tas selempangnya lalu memakainya.Sesuai janjinya pada Rian, malam ini ia akan menemani Rian ke rumah tante cowok itu.Raina turun ke lantai bawah. Ternyata Rian sudah menunggunya di bawah. Cowok itu sedang mengobrol dengan kedua orang tuanya."Jadi kamu mau ngajakin Raina keluar?" tanya Seno."Iya Om. Boleh kan, Om?""Boleh aja. Asal sebelum jam sepuluh kamu udah antarin Raina pulang.""Siap Om.""Em, Pa, Ma, aku pergi sama Rian dulu, ya." Raina mendekati Seno dan Dian lalu mencium tangan keduanya diikuti Rian."Hati-hati, ya."Mereka berdua berjalan keluar dari rumah. Pandangan Rian tidak terlepas dari Raina. Ia cukup kagum karena malam ini Raina terlihat cantik."Kenapa liatin gue kayak gitu? Gue jelek, ya?" Pertanyaan Raina sukses membuat Rian tersadar. Buru-buru cowok
Raina berjalan mendekati Rian yang sedang duduk di tepi lapangan. Cowok itu berkeringat karena baru saja selesai berlari mengelilingi lapangan. Tadi, ia datang terlambat, sehingga ia dihukum."Nih, minumnya." Raina memberikan sebotol air mineral yang ia beli tadi di kantin. Sebenarnya, ia datang ke sini bukan karena ia mau, melainkan karena disuruh oleh Rian.Rian menerima botol minum tersebut lalu meneguknya hingga setengah.o"Mau ke mana?" tanya Rian saat Raina hendak pergi."Ke kantin.""Emangnya gue udah bolehin lo pergi?""Emangnya gue harus butuh izin lo dulu baru gue boleh pergi?""Selama lo jadi cewek gue, lo harus nurutin apa kata gue.""Ngatur banget, ya, lo."Rian kembali meminum airnya tanpa membalas ucapan Raina."Hai Rian. Aduh pasti lo capek banget ya, habis dihukum. Sini gue lap keringat lo." Seorang cewek dengan seragam ketatnya tiba-tiba menghampiri Rian dan Raina. Cewek itu menarik tisu dari bun
Rian duduk di pinggir kolam renangnya sambil termenung. Mengingat kembali Raina yang tadi terlihat begitu akrab dengan Arka membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Entah kenapa, ia tidak suka Raina didekati oleh cowok lain."Woi." Rian terkejut saat Andi yang menepuk pundaknya cukup keras."Ngapain lo di sini?" Suara Rian terdengar sangat dingin. Bahkan wajahnya tampak datar."Gue mau bersantai di rumah lo. Gak ngerepotin, kan?""Kalau gue bilang ngerepotin lo bakal pergi?""Enggak sih."Rian memutar bola matanya malas. Ia bangkit berdiri membuat Andi menatapnya."Yan," panggilnya."Apa?""Tadi, gue liat Raina sama Arka.""Gak peduli.""Mereka tadi makan berdua di pinggir jalan. Mereka keliatan mesra kayak orang pacaran. Gue jadi iri sama mereka.""Raina cewek gue," ucap Rian dingin.Andi terkekeh pelan. "Iya gue tahu. Gue bukan bilang mereka pacaran, gue kan cuma bilang mereka mesra ka