Share

PART 1

"Kerjain PR gue. Jam tujuh lewat lima belas menit, lo udah harus antarin bukunya ke kelas gue," ucap Rian yang terdengar seperti perintah.

Raina yang mendapat perintah seperti itu dari Rian langsung melotot tidak percaya. Apalagi, PR Rian tidaklah sedikit. Waktu yang diberikan cowok itu pun juga tidak banyak. Apa mungkin ia bisa menyelesaikan semua PR Rian dengan tepat waktu?

"Tapi ini kan banyak banget, Yan. Gak mungkin gue bisa kerjain semuanya dalam waktu lima belas menit. Lagian, kenapa semalam lo gak antarin ke rumah gue aja? Kalau semalam lo antarin ke rumah gue, kan udah selesai PR nya."

"Gak usah bacot. Gue gak mau tahu. Kalau sampai jam tujuh lewat lima belas menit lo belum ke kelas gue juga, jangan harap lo bakal lepas dari gue." Setelah mengancamnya, Rian langsung keluar dari kelas Raina.

"Dosa apa gue harus punya cowok gak waras kayak dia? Udah nakal, kasar, suka perintah lagi," gumam Raina.

"Sabar, ya, Rain. Mungkin Rian lagi tes lo aja," ujar Luna, temannya Raina.

"Tes apanya? Ya kali, dites mulu. Gue udah pacaran sama dia selama dua minggu, dan setiap hari dia selalu nyuruh gue ini-itu. Itu bukan tes tapi dia jadiin gue budaknya," omel Raina.

Luna menepuk-nepuk pundak Raina. "Sabar, Rain. Ini cobaan."

"Tapi, dibalik semuanya, lo juga harus bersyukur karena lo itu pacarnya seorang Rian Armando. Cowok populer di sekolah. Dari sekian banyak cewek yang naksir sama dia, dia malah milih lo buat jadi ceweknya."

"Gue gak pernah mau jadi pacarnya dia. Dan gue juga gak bersyukur jadi pacarnya dia."

"Terus kenapa lo mau jadi pacarnya dia?"

"Karena gue dipaksa sama dia."

"Dipaksa apa lo yang maksa?" 

"Ck! Percuma ya gue ngomong sama lo. Yang ada gue tambah esmosi," decak Raina.

"Emosi kali, bukan esmosi," koreksi Luna.

"Serah lo."

"Na," panggil Risa yang juga merupakan teman sekelas Raina.

"Iya. Kenapa Sa?" tanya Raina.

"Sini gue bantuin." Ucapan Risa membuat Raina langsung mengembangkan senyumnya.

"Ah, makasih Risa. Lo emang sahabat gue yang paling terbaik, deh."

"Lain kali, suruh cowok lo kerjain sendiri PR nya. Jangan mau disuruh-suruh kayak gini," ucap Risa.

"Maunya sih gitu, Sa, tapi gue gak bisa. Lo kan tahu sendiri gimana sifatnya Rian. Gue gak bisa lawan dia."

"Lagian nih, ya, kalau aja dia gak bantuin gue, gak bakal tuh gue mau disuruh-suruh kayak gini."

"Sabar Rain, sabar," ucap Luna.

"Dari tadi suruh gue sabar mulu, tapi gak bantuin gue. Ayo bantuin gue."

"Ogah. Itu kan bukan PR pacar gue. Jadi ngapain gue harus repot-repot kerjain?"

"Oke kalau lo gak mau bantuin. Gue bakal traktir Risa aja."

Mendengar kata traktir, Luna langsung mendekati Raina. 

"Eh, gue juga mau deh bantuin lo. Tapi janji bakal traktir, ya?"

"Iya." Meskipun ia harus mengeluarkan uang untuk membelikan makanan untuk Luna, tapi itu tidak masalah. Yang terpenting sekarang, ia harus segera menyelesaikan semua PR Rian dengan tepat waktu.

*****

"RAINA!" teriak Rian memenuhi ruang kelas. Sebagian murid yang ada di dalam kelas hanya diam. Meskipun mereka merasa terganggu dengan teriakan Rian, tapi mereka tidak akan berani menegurnya. Karena, jika mereka menegurnya itu sama saja dengan mereka mencari masalah dengan seorang Rian. Cowok yang terkenal pandai berkelahi dan mudah tersulut emosi. Siapapun takut dengannya.

"Raina di mana?" tanyanya pada seorang cowok yang duduk di pojok kanan tepatnya di belakang.

"Tadi gue liat dia pergi sama Luna."

"Ke mana?"

"Gak tahu."

"Itu Raina." Pandangan Rian langsung beralih ke arah pintu kelas. Di mana Raina dan Luna yang baru saja masuk kelas sembari tertawa kecil.

Rian pun segera mendekati Raina dengan raut wajah kesal.

"Dari mana?" tanya Rian.

"Dari toilet."

Tanpa banyak bicara, Rian langsung menarik lengan Raina membawa cewek itu keluar dari kelas.

"Eh, kita mau ke mana, Yan?"

"Gak usah banyak nanya."

Rian melepas tangan Raina saat mereka sampai di depan toilet cowok. 

"Kita mau ngapain di sini, Yan?" tanya Raina.

Rian mengambil kain pel dan ember lalu yang ada di samping toilet lalu memberikannya pada Raina membuat kening gadis itu mengerut.

"Ngapain lo kasih gue kain pel sama ember?" 

"Bersihin toiletnya sampai bersih."

"Lah, kok gue? Gak mau. Toiletnya bau, Yan." Raina tidak akan kuat jika harus membersihkan toilet cowok yang terkenal akan kotor dan baunya yang luar biasa.

"Gue gak terima penolakan. Pokoknya, selesai istirahat lo juga harus selesai bersihin toiletnya." Belum sempat Raina ingin kembali protes, cowok itu sudah pergi meninggalkannya.

"Nyebelin banget sih tuh orang. Dia yang dihukum tapi gue yang kena," dumelnya.

*****

"Loh, Yan, kok lo malah ke sini? Lo gak bersihin toilet?" tanya Andi, temannya Rian.

"Enggak. Udah ada Raina yang bersihin."

"Wah, gila lo. Masa lo nyuruh Raina yang jalanin hukuman lo, sih? Tega banget lo sama cewek sendiri."

"Gue jadiin dia cewek gue supaya dia bisa kerjain semua yang gue suruh. Termasuk jalanin hukuman gue."

"Gila lo. Emangnya Raina salah apa sampai lo jadiin dia kayak budak lo?"

"Gak tahu. Intinya setiap gue liat mukanya, bawaannya gue kesal mulu."

"Kesal tapi sayang, kan?" 

"Kalau gak sayang mana mungkin Rian pacarin?" sahut Liam, yang juga merupakan teman Rian.

Hal itu membuat Rian langsung melayangkan tatapan tajamnya pada Liam. Tidak suka dengan ucapan Liam.

"Gue gak sayang sama dia!"

"Mendingan lo bawain minum buat Raina, Yan. Kasihan dia, pasti dia capek."

"Ogah. Kalau dia haus ya dia bisa datang ke kantin buat beli minum."

"Ya elah, jadi cowok kok tega banget sih sama ceweknya sendiri. Kalau lo kayak gini terus, bisa-bisa Raina gak tahan sama lo terus minta putus. Lo mau?" ucap Andi.

*****

Raina baru saja selesai membersihkan toilet. Ia menyeka keringatnya yang bercucuran di dahinya. Lalu ia memilih duduk agak jauh dari toilet untuk beristirahat sejenak. 

"Akhirnya selesai juga. Bisa istirahat."

Raina menatap arloji yang melekat di tangan kirinya.

"Yah, tinggal tiga menit lagi udah bel masuk. Kalau gue makan, pasti waktunya gak bakal cukup."

"Ini semua salah Rian. Coba aja dia gak nyuruh gue buat bersihin toilet, pasti sekarang gue udah selesai makan."

Raina terkejut saat merasakan dingin di pipinya. Ia menoleh mendapati Rian yang menempelkan sebotol air mineral di pipinya.

"Ngapain lo ke sini?" ketus Raina.

"Minum." Raina langsung mengambil air mineral itu dari tangan Rian. Ia meneguknya hingga setengah. Dari cara Raina meminum air tersebut, Rian sudah tahu kalau cewek itu benar-benar kehausan.

"Nih, roti buat lo." Rian kembali menyodorkan sebungkus roti pada Raina membuat Raina tersenyum. Ia segera menerimanya.

"Gitu kek. Dikasih makanan."

"Pekerjaan gue udah selesai, jadi gue mau balik kelas dulu."

"Kata siapa lo boleh pergi?"

"Terus lo mau gue ngapain lagi? Lo mau nyuruh gue bersihin langit-langit toilet?"

"Bukan."

"Terus apa?"

"Pulang sekolah, ikut gue ke rumah gue."

"Mau ngapain?" tanya Raina.

Tanpa menjawab pertanyaan Raina, Rian langsung pergi dari sana. Sebelum itu, ia sempat menarik rambut Raina membuat cewek itu mengumpat kesal.

"Dasar cowok stres! Gila! Sampai kapan dia nyiksa gue terus?"


***********************


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status