Share

Sertifikat Rumah

Author: Yhantlies92
last update Last Updated: 2025-03-23 22:57:32

“Permisi!!!”

Terdengar suara pintu diketuk dengan keras. Riyanti terbangun dan hampir terjungkal dari kursi. 

“Permisi!!! Mbak! Mbak Yanti!”

Kedua bola matanya mendadak terang karena mendengar suara ketukan keras di pintu itu. Riyanti beranjak dengan malas untuk membuka pintu.

“Iya tunggu! Siapa?”

“Mbak Yanti?”

Betapa terkejutnya Riyanti saat membuka pintu. Seorang wanita berpakaian minim berdiri dihadapannya. Wanita itu tampak kesulitan membopoh seorang pria mabuk yang tidak asing baginya. 

“Ya Allah Mas Hendra!”

Riyanti langsung membawa tubuh Hendra ke dalam rumah dengan kepayahan, dibantu bersama wanita berpakaian minim itu.

“Mas Mabuk lagi?”

“Heh! Berisik kamu!” bentak Hendra tidak sadar akibat mabuk.

“Mas Hen mabuk parah di karaoke,” ucap wanita berpakaian minim itu.

Riyanti melempar pandang ke arah wanita itu. Sebagai seorang wanita dan seorang istri, rasa tidak suka dan curiga mulai muncul ketika melihat wanita itu. Terang saja, seorang wanita berpenampilan minim membawa suami orang dini hari dalam keadaan mabuk. Sudah pasti akan menjadi bahan omongan orang.

“Kamu siapa?” tanya Riyanti sedikit kesal.

“Saya Lia. Tadi Mas Hen sempat ribut dengan orang lain di tempat karaoke, jadi Mas Hen diusir,” jawab Wanita yang bernama Lia itu.

“Terima kasih, Mbak. Sekarang Mbak bisa pulang,” ucap Riyanti masih dengan tatapan tidak suka.

Karena merasa tersinggung dengan perkataan dan tataan tidak suka dari Riyanti, Lia tersenyum kecut sambil berkata, “Oke. Kasih tahu sama suminya, kalo mabuk jangan nyusahin orang.”

Setelah mengatakan itu, Lia langsung pergi dari rumah Riyanti dengan hati kesal.

‘Siapa dia manggil Mas Hendra akrab banget begitu?’ gerutu Riyanti dalam hati.

Selepas wanita itu pergi, Riyanti langsung membukakan sepatu dan baju Hendra meski pria itu masih dalam keadaan tidak sadar.

***

“Yanti! Mana kopiku?” tanya Hendra sambil berteriak, “Duh, kepalaku sakit sekali!”

Riyanti berjalan terburu-buru dari dapur sambil membawa sepiring makanan dan teh hangat dan meletakkannya di atas meja.

“Kenapa Mas acak-acak rumah sampai Putri ketakutan begitu? Apa yang Mas cari? Dan apa hubungan Mas sama cewek yang namanya Lia?” Riyanti tidak bisa menahan perasaan kesal itu lagi sejak Hendra pulang. Maka, saat Hendra bangun dalam keadaan pusing Riyanti langsung memberondongnya dengan pertanyaan.

“Bisa nggak pagi-pagi itu jangan bikin aku pusing? Hah!” bentak Hendra sambil menggebrak meja. 

Riyanti terlonjak kaget. Sampai-sampai Teh yang ada di atas meja sedikit tumpah. Napas Hendra juga terlihat naik turun karena emosi. 

“Bisa nggak Mas jangan teriak-teriak begitu. Malu didenger tetangga.”

“Bodo amat sama omongan tetangga. Pagi-pagi bukannya bikinin kopi malah bikinin teh, malah nanya nggak jelas gitu.” Hendra menampik ucapan Riyanti dengan berbagai alasan untuk menghindari pertanyaan sang istri.

“Wajar dong kalau aku nanya siapa perempuan itu. Apa bener Mas cari keributan di tempat karaoke? Kapan sih, Mas berhenti mabuk-mabukan begitu? Ampe ngacak-ngacak rumah trus bentak-bentak Putri. Kasihan Putri ampe nangis sesegukkan begitu.”

“Heran deh sama kamu. Cerewet kamu itu nggak ilang-ilang tahu nggak! Mau aku mabuk atau nggak itu bukan urusan kamu, mendingan kamu urus saja kerjaan kamu itu. Ngandelin gaji dari pabrik saja nggak cukup buat kebutuhan sehari-hari.”

Riyanti mengerutkan kening mendengar ocehan Hendra yang tidak jelas itu. Bagi Riyanti, ocehan Mas Hendra seperti itu biasa di telinganya meski terkadang terasa sakit di hati. Selama ini dia sudah banting tulang sampai lembur di pabrik demi memenuhi kebutuhan rumah. Namun, bagi Hendra semua itu masih kurang.

“Maksud Mas apa?” 

“Alah! Jangan pura-pura nggak tau kamu! Dimana kamu simpan sertifikat rumah ini?” Emosi Hendra tidak surut sejak tadi. Ditambah lagi sekarang dia menanyakan sertifikat rumah tempat mereka tinggali ini.

“Sertifikat rumah? Buat apa?” tanya Riyanti memandang bingung sang suami.

Hendra berdecak kesal sambil tersenyum kecut memukul kursi. Dia beranjak dari posisi duduknya menuju kamar, Riyanti yang khawatir dengan gelagat sang suami mulai mengekor.

Di kamar, Hendra membuka pintu kamar dengan kasar, mengacak-acak baju yang susah payah dia rapikan semalam suntuk. Riyanti tidak mengerti dengan tingkah Hendra pagi ini.

“Mas sedang apa? Apa yang Mas cari?” 

“Mana sertifikat rumah?” tanya Hendra tidak sabar.

“Mau Mas apakan sertifikat itu?”

Hendra berhenti mendadak mengacak-acak lemari, lalu memutar badan menghadap ke arah Riyanti dengan tatapan yang membuat sang istri ketakutan.

“Mau aku gadaikan dan uangnya akan ku jadikan modal untuk berdagang sayur keliling,” jawab Hendra pelan namun penuh dengan penekanan. Sorot matanya yang tajam seakan tak mau lepas menatap Riyanti.

Mendengar bahwa Hendra akan berdagang, hati Riyanti sedikit senang meski terselip rasa keraguan dan tidak percaya.

“Mas mau dagang sayur keliling?”

“Kenapa? Kamu nggak percaya sama suamimu sendiri?”

“Bu–bukan. Tapi ….” Riyanti menggantungkan kalimatnya.

“Ah! Cepat! Dimana sertifikat rumahnya?” Hendra sudah mulai hilang kesabaran.

Riyanti masih bergeming beridiri di samping pintu. Jantungnya berdegup tak beraturan, keringat dingin mulai mengucur dari keningnya, dan jari-jarinya sibuk memilin ujung baju. 

Wanita lemah itu menggeleng pelan sambil menarik napas panjang. Dia tahu jawabannya ini akan membuat emosi Hendra meledak dan pasti Hendra akan bersikap kasar padanya. 

Hendra tersenyum sinis sambil berkacak pinggang di hadapan sang istri. Napasnya mulai naik turun karena emosi. Hendra mendekat dengan tatapan garangnya. Dipukulnya pintu sampai membuat Riyanti terlonjak ketakutan.

“Dasar istri nggak guna! Cepet berikan sertifikat itu atau aku acak-acak rumah ini!”

Hendra mulai mengancam untuk menakuti Riyanti. Hendra tahu, kalau istrinya ini sangat mudah dimanipulasi. Riyanti pasti takut dengan ancamannya lalu memberikan sertifikat itu dengan mudah.

“Nggak! Aku tahu, Mas akan memakai uang hasil gadai sertifikat untuk berjudi dan karaoke sama cewek bernama Lia itu. Iya, kan?” 

Diluar dugaannya, ternyata Riyanti dengan lantang menolak permintaan Hendra. Dan itu membuat Hendra mulai naik pitam. Dia mendorong tubuh kecil Riyanti sampai kepalanya terantuk ke tembok. Erangan kesakitan mulai terdengar di pagi hari, hari di mana banyak orang beraktifitas.

“Udah mulai melawan kamu, ya!” Hendra menjambak rambut Riyanti dengan sangat kencang.

“Au! Itu satu-satunya harta kita, Mas!”

“Dasar istri bodoh! Cepat, dimana kamu simpan sertifikat itu!” Hendra semakin kuat menjambak rambut Riyanti sampai kepalanya terjengkang.

“I-iya. Tunggu, aku ambilin dulu.” 

Dengan langkah gontai Riyanti mengambil sertifikat yang disembunyikan di tempat yang Hendra tidak tahu selama ini. Hendra langsung merampas sertifikat itu dari tangan Riyanti dengan wajah tersenyum sumringah. Perubahan emosi yang sangat mencolok. Lalu, Hendra pergi dari rumah begitu saja dengan menenteng surat sertifikat tempat mereka tinggal.

Sementara itu, hati Riyanti sangat sakit menerima perlakuan kasar dari suami yang ia sayangi. Hendra begitu tega mengambil surat itu dari tangannya. Riyanti tidak tahu mau diapakan sertifikat itu.

Dari jauh Riyanti melihat Hendra dihampiri oleh seorang pengendara motor berjaket hitam. Mereka berdua tampak tertawa bahagia sambil memainkan sertifikat di tangan Hendra. Riyanti hanya bisa berdoa, semoga saja Hendra benar-benar menggunakannya untuk berdagang.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Awal Bertemu Yogi

    “Sepuluh juta? Dari mana aku bisa dapetin uang segitu?” keluhnya sendiri.Riyanti sedang duduk di pohon mangga setelah mengantar anak majikannya sekolah. Kejadian tadi benar-benar membuatnya semakin pusing. Hendra benar-benar tidak tahu diri, pergi meninggalkan hutang sebanyak itu.Waktu masih pukul jam sebelas, tapi matahari terasa begitu membakar. Mungkin sudah memasuki musim kemarau. Keringat mengucur deras membasahi punggungnya. Tukang es teh di depan sana sungguh menggodanya. Namun, dia sama sekali tidak memegang uang. Terpaksa dia harus membasahi kerongkongan dengan air liurnya.“Yanti? Kamu Yanti, kan?” Riyanti menoleh ke sumber suara.Seorang pria berdiri dihadapannya. Riyanti tidak bisa melihat jelas wajah pria itu karena silau sinar matahari, ditambah kondisinya yang belum pulih betul.“Siapa ya?” tanya Riyanti lirih.“Masa nggak kenal saya?”Riyanti mengernyit. “Emang siapa, ya?”Pria itu merubah posisi duduk di sebelah Riyanti. Wanita itu refleks bergeser.“Yogi. Kamu lupa

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Di Tagih Utang

    Asap putih mengepul dan memenuhi seluruh penjuru dapur. Pagi-pagi sekali Riyanti bangun untuk membuat sayur dan lauk matang. Tubuh kurusnya masih terasa lunglai, wajahnya masih sebenarnya dia belum pulih betul, tapi hidup harus berjalan. Tidak selamanya dia harus berdiam di kasur saja.Hampir seminggu Hendra tak kunjung pulang. Riyanti tahu bahwa sang suami pasti bersama wanita penggoda itu. Riyanti sudah mati rasa, kejadian malam itu masih dia ingat betul. Bagaimana Hendra menamparnya dengan begitu keras hingga membekas tidak hanya di pipi, melainkan di hati.“Lihat dirimu! Apa yang bisa dibanggakan?!”Riyanti mengambil seember air dari kamar mandi. Saat melintas di depan pintu kamar mandi, dia melihat pantulan dirinya di cermin. Pipi yang tirus, kelopak mata yang menghitam, dan tubuh yang kurus. Sekejap dia mendesah pasrah. Pantas saja kalau Mas Hendra bilang kayak gitu, batinnya.Adzan subuh berkumandang, semua sayur dan lauk sudah matang. Riyanti menatanya dengan rapi lalu mulai m

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Putri di Bully

    “Putri!”Gadis kecil itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Rupanya Dewi yang memanggilnya. Teman sebangkunya itu terlihat tersengal-sengal seperti habis berlari keliling lapangan sekolah sebanyak sepuluh kali.“Putri! Aku panggil kok nggak jawab? Kamu sakit?”Putri menggeleng.“Apa kamu sudah sarapan?” Dewi seperti peramal, bisa tahu kalau hari ini dia memang belum sarapan. Mendengar Dewi bertanya seperti itu membuat perut bocah kelas lima SD itu langsung keroncongan. Diam-diam Putri memegang perutnya. Tadi sebelum berangkat sekolah, dia hanya minum teh tawar hangat saja. Sudah tiga hari ini sang Ibu terbaring lemah di ranjang. Tubuhnya lemas sekali, akibat pertengkaran dengan sang suami. Keesokan harinya tubuh Riyanti demam sehingga tidak bisa berjualan. Sedangkan Hendra, tidak pulang ke rumah sama sekali.“Hey! Pagi-pagi kok melamun?” Tepukan pelan di pundak Putri membuatnya sadar dari lamunan. “Eh, nggak.” Putri menggeleng samar.“Nah, kebetulan aku juga belum sarapan.

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Tamparan Keras

    “Kamu tega, Mas! Tega!”“Apa? Kamu mau apa? Hah!”“Jahat kamu, Mas! Ternyata omongan orang itu bener, kamu berani selingkuh terang-terangan di depan banyak orang tanpa mikirin perasaan aku.”Hendra tersenyum sinis melihat Riyanti menangis terisak. Malam ini rumah Riyanti heboh karena pertengkaran mereka. Riyanti marah karena mengetahui perselingkuhan Hendra tadi siang di rumah makan Padang. Bukannya merasa bersalah karena ketahuan, justru Hendra bersikap biasa saja. Hendra sibuk bermain ponsel sambil tersenyum tidak jelas. Hal itu membuat Riyanti tidak habis pikir dengan suaminya itu.“Peduli amat sama omongan orang. Lagian kenapa sih kamu rempong banget!”“Aku? Kamu bilang aku rempong? Aku ini istri kamu, Mas! Wajar kalo aku kesel sama kamu!”Prang!!!Gelas aluminium di atas meja seketika terbang dan jatuh di lantai. Membuat Riyanti terlonjak kaget sampai menutup telinganya.Di dalam kamar, Putri mendengar pertengkaran orang tuanya. Gadis mungil itu meringkuk di pojok kamar, memeluk

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Kepergok Riyanti

    Riyanti sangat bersyukur dengan pekerjaan yang dia dapatkan. Pagi berjualan makanan matang lalu sesudahnya mengantar anak tetangga sekolah, kemudian menjadi tukang cuci di rumah orang. Selama pekerjaan itu halal akan Riyanti lakukan demi masa depan Putri.“Mbak Yanti!”“Eh, Retno! Aku pikir siapa. Mau kemana kamu?” tanya Riyanti kepada seorang wanita cantik bernama Retno.“Mau ke rumah Bu Lurah. Katanya lagi ada sembako murah di sana. Kamu mau ikut nggak?” ajak Retno.“Sembako murah? Wah kebetulan sekali sembako di rumah juga menipis. Aku ikut dong!” seru Riyanti.Riyanti bersama dengan temannya itu berjalan bersama menuju rumah Bu Lurah yang sedang mengadakan sembako murah di tengah gempuran harga bahan pokok yang melambung tinggi. Tak hanya mereka saja, ada beberapa ibu-ibu lain ikut membeli sembako murah.Riyanti sangat bersyukur Bu Lurah mengadakan sembako murah. Sekarang dia sedang krisis keuangan. Dulu saat masih kerja di pabrik dia bisa membeli kebutuhan pokok, tentunya sebelum

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Mulai Dagang

    Suara desis nasi yang ditanak di atas tungku api terdengar bagai alunan suara pagi nan indah, asap putih yang mengepul menambah kehangatan di dapur mungil rumah ini. Riyanti bangun lebih pagi dari biasanya, bahkan sebelum ayam berkokok. Nasi sudah matang dan air panas sudah dituang ke dalam termos. Aroma lauk dan sayur yang sudah matang sungguh menggugah selera, membuat Putri terbangun dari tidurnya.“Eh, anak Ibu yang cantik sudah bangun? Kamu kebangung karena kebrisikan ya?”“Ibu lagi apa? Kok pagi-pagi sudah di dapur?” tanya Putri sambil menggosok kelopak matanya yang sulit terbuka karena masih mengantuk.“Ibu lagi masak lauk dan sayur mateng buat di jual keliling komplek depan sana, Cantik. Kamu mau mandi dulu atau makan dulu? Biar Ibu siapin.”Putri menggeleng pelan. “Nanti saja, Bu. Putri bisa nyiapin sendiri.”Riyanti tersenyum seraya membelai putri semata wayangnya penuh kasih sayang. Kemudian, kembali menata sayur dan lauk matang yang sudah dikemas dalam plastik ke keranjang.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status