Home / Horor / RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara) / Chapter 2 - Ina Menjerit Ketakutan

Share

Chapter 2 - Ina Menjerit Ketakutan

Author: Andre Wildany
last update Last Updated: 2021-02-11 10:36:57

"Woy! Kamu ngapain, Dre?" tanya Rafli mengagetkanku. 

Belum sempat menjawab, Shelly juga bertanya, "Kamu lihat sesuatu di sini ya, Dre?" Ia tahu, di antara kami, hanya aku yang mampu berinteraksi dengan 'sesuatu' yang lain.

Aku tak menjawab pertanyaan mereka secara langsung. Hanya memberi isyarat sambil menunjuk ke arah pintu kamar mandi. Kemudian, kulanjutkan penjelasan dengan bahasa tubuh. Tanganku memperagakan rambut sebahu, kepala miring ke kanan, dan tak lupa menunjukkan ekspresi senyum menyeringai.

Shelly dan Rafli saling berpandangan satu sama lain setelah melihatku. Saat kami berada dalam keheningan, tiba-tiba terdengar suara yang mengagetkan dari gudang.

BRUK!

Shelly dan Rafli langsung berlari ke ruangan depan. Aku juga kaget, tetapi suara tadi justru membuatku semakin penasaran.

Sebenarnya, ada apa di dalam gudang itu? Mengapa tadi Ina berkata ada yang melempar kain dari gudang?

Kuberanikan diri melangkah menuju pintu gudang. Jantungku berdebar makin tak karuan. Perlahan, aku meraih gagang pintu dan saat terbuka, ternyata hanya tumpukan buku dan barang-barang sejenis lemari kecil yang terbuat dari kayu di dalam sana.

Aku memperhatikan isi dalam gudang dengan saksama. Sudut mata mengitari seisi ruangan gudang dengan sangat rinci.

Benar-benar gelap dan penuh debu.

Aku masih terus fokus memperhatikan setiap sudut di ruangan itu sampai tersadar, ada yang memegang bahuku dari belakang!

Aku kaget dan menoleh.

"Kamu sedang apa di sini, Mas?" tanya Bapak yang tadi mengantar kami ke rumah ini.

"Ahh ... Bapak. Kukira siapa, bikin kaget aja," jawabku dengan nada sedikit kesal.

Si Bapak tersenyum, lalu menjelaskan bahwa gudang ini hanya sebagai tempat penyimpanan barang-barang yang sudah lama tidak dipakai.

Aku pun iseng bertanya pada beliau. "Pak, Bapak yang satunya lagi tadi ke mana, ya? Saya tidak melihatnya ikut masuk sejak kita di dalam rumah ini."

"Ohh, dia ada di halaman samping, Mas. Katanya mau ambil beberapa buah mangga untuk dibawa pulang, istrinya suka mangga," jawabnya santai.

"Terus ngomong-ngomong, nama Bapak siapa, ya?" tanyaku. "Nanti kalau tetangga tanya, kan saya bingung mau jawab tinggal di rumah siapa," lanjutku mencari bahan obrolan agar suasana tegang yang sedari tadi menyelimuti, bisa sedikit mencair.

"Panggil saja papa Mirna. Orang di sini lebih mengenal saya dengan panggilan nama anak dan sudah terbiasa seperti itu," ujarnya menjelaskan.

“Hmm gitu ya, Pak,” jawabku. "Terus tadi saya lupa, Pak, ini namanya pulau apa, ya?"

Kemudian, beliau menjawab, "Ini Pulau Madapolo, Mas, artinya kepala buaya."

Aku mendengarkan dengan seksama, sementara beliau tetap melanjutkan penjelasan. "Kenapa pulau ini disebut Madapolo? Karena dulu, orang pertama yang menemukan pulau ini, hanya berniat singgah. Mereka jauh-jauh datang dari pulau bacan ke sini, untuk mencari ikan. Tapi karena cuaca memburuk, akhirnya mereka memutuskan untuk menyandarkan perahu di pulau ini," jelasnya panjang lebar.

"Terus, bagaimana bisa pulau ini disebut pulau kepala buaya, Pak?" Aku makin penasaran dengan cerita beliau karena ingin tau, apa hubungan pulau ini dengan sebutan Madapolo.

"Jadi begini, Mas. Orang yang datang ke pulau ini, saat sampai, mereka melihat kepala buaya raksasa muncul tak jauh dari pinggir pantai. Lokasi tempat kepala buaya raksasa muncul itu yang sekarang dijadikan pelabuhan," katanya.

"Oh ... begitu," jawabku seraya mengangguk karena mulai paham sejarah pulau ini.

"Mas, saya dan saudara mau pamit dulu, ya. Nanti selesai magrib, saya ke sini lagi untuk mampir," lanjutnya sembari bersiap-siap pulang dan berpamitan.

Setelah kedua bapak itu pergi, kami melanjutkan beres-beres barang bawaan. Aku disuruh tinggal di kamar paling belakang, yang berhadapan langsung dengan dapur. Sedangkan Ina dan Rafli, memilih kamar tengah, lalu Asih dan Shelly di kamar paling depan.

Kami mencoba merapikan barang di kamar masing-masing karena lelah dan mual yang masih terasa. Aku memutuskan untuk tidur sebentar.

Baru saja merebahkan badan, tiba-tiba terdengar kembali suara berisik dari kamar Ina dan Rafli.

BLETAK! BRUKK!

Juga terdengar suara orang berlari. Aku beranjak dari kasur dan keluar kamar, memeriksa ada apa dengan Rafli dan Ina, lalu ... benar saja. Ina terduduk di ruang tamu, ada Rafli juga yang seperti sedang mencoba menenangkan Ina. Kulihat, wanita itu menangis, menutup matanya dengan kedua telapak tangan sambil sesekali menunjuk ke kamar mereka.

Ekspresinya benar-benar sangat ketakutan!

Aku berpikir, mungkin dari awal kita di sini, Ina lebih sering dapat gangguan karena sedang mengandung delapan bulan.

Rafli masih saja mencoba menenangkan Ina yang masih menangis ketakutan. Lalu aku coba melihat ada apa sebenarnya di dalam kamar mereka.

Saat masuk ke kamar, aku memperhatikan ada beberapa lemari antik. Kasur dari ukiran kayu dengan ukuran yang lebih dari cukup untuk tidur berdua. Namun, pandanganku seakan tertarik pada atap kamar ini.

"Ada sesuatu di atas atap itu," kataku dengan nada rendah, agar Rafli dan Ina tidak mendengar.

Saat aku melihat ke bagian atap kamar yang tanpa sekat apa pun sehingga terlihat bagian susunan gentingnya. Di sudut atas, ada sesosok makhluk yang lebih menyeramkan dari yang pertama kulihat di dapur tadi!

Aku berusaha mengungkap sosok yang ada di sana. Bentuknya kecil, seperti manusia kerdil. Tubuh dipenuhi bulu hitam yang lebat. Sepasang mata melotot padaku. Sepertinya, mata itu terlalu besar untuk ukuran mata normal.

Makhluk itu menjulurkan lidah yang panjang, sambil sesekali air liurnya jatuh menetes ke lantai kamar.

Aku tertegun. Seumur hidup, baru kali ini melihat sosok makhluk astral seperti itu. Kucoba untuk mengusirnya semampuku, sampai makhluk itu hilang dari pandangan. Lalu, kembali menghampiri Ina dan Rafli di luar kamar.

"Kita cari tempat lain saja, jangan di sini. Aku tidak tahan dengan gangguannya!" kata Ina berulang kali sambil menangis.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter ending - Mengembalikan semua ke asalnya

    Sebulan kemudian, aku mengunjungi Pulau Morotai. Sesampainya di sana, aku langsung mengikuti petunjuk berdasarkan pengetahuan yang kumiliki agar bisa sampai di tempat tujuan.Memang seminggu setelah pemakaman almarhumah Shelly, di suatu malam aku bermimpi didatangi oleh sang Nenek.Beliau yang menjagaku selama berada di pulau Bisa lalu, dan kali ini beliau datang kembali melalui mimpi."Nak, ada sesuatu yang ingin Nenek sampaikan padamu. Nenek harap kamu mau melakukannya." ujar sang Nenek"Permintaan apa itu, Nek?" tanyaku."Jika kamu hendak pulang ke kampung halaman dan berniat meninggalkan kepulauan halmahera ini, sebelumnya tolong kembalikan buah pinang pemberian dari suku moro yang pernah kau terima beberapa waktu lalu. Itu bertujuan agar suatu saat nanti, kamu tidak terikat dengan kepulauan ini. Dan juga agar kamu tidak mendapatkan gangguan saat perjalanan pulang nanti," ujar beliau menjelaskan.Aku tak pernah mau membantah

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 34 - Kabar Duka

    Drrtt ... drrtt ... drtt ....Ponselku bergetar cukup lama. Aku sempat mendengarnya beberapa kali berdering. Namun, tak kuhiraukan.Kuangkat tangan kanan dan melihat jam telah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Bangkit, melihat sekilas ada telepon masuk tetapi tak kuangkat. Membiarkan ponsel tetap berdering. Aku beranjak ke kamar mandi untuk segera membersihkan diri.Saat berada di dalam kamar mandi, aku melihat ke arah cermin. Mataku sembap, karena menangis tadi malam. Setelah selesai mandi, barulah aku meraih ponsel. Namun, kali ini ponselku sudah berhenti berdering.Ada empat belas panggilan tak terjawab. Saat kubuka, ternyata panggilan dari bang pemilikspeedyang mengantar Shelly kemarin.Loh, ada apa Abang itu meneleponku sampai empat belas kali seperti ini?Karena penasaran, akhirnya kutelepon balik nomornya. Suara tersambung langsung terdengar. Berselang beberapa detik, teleponku diangkat."Halo, Bang. Ada apa ya menelepon saya? Tadi s

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 33 - Keputusan akhir Naya

    Masih dalam posisi mematung, aku berharap semoga perjalanan Shelly kali ini tak mendapat gangguan apapun.Aku berdoa sembari memejamkan mata, diiringi suara deburan ombak kecil yang menghantam batu karang kecil yang berada persis di bawah dermaga.Samar-samar, aku melihat bayangan si Nenek berdiri tepat di sebelah tempatku berdiri.Namun saat aku menoleh ke arah beliau, Nenek hanya menampilkan tatapan sayu lalu beliau menepuk pundakku beberapa kali dengan lembut kemudian beliau pun menghilang dari pandangan.Entah apa maksud dari beliau, tapi dari raut wajah yang ia tunjukan padaku, seolah-olah ada kesedihan yang akan menimpa diriku.Aku hanya berharap, bukan kejadian buruk yang menimpa perjalanan Shelly. Biarlah aku saja yang menerima kesedihan tersebut. *Saat telah berada di depan pelabuhan Yos Sudarso, Kota Ambon. Kukeluarkan,

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 32 - Makhluk Penguntit

    Malam itu aku tak bisa berbuat banyak saat hendak mengusir makhluk yang tiba-tiba saja muncul di tengah-tengah kami yang sedang terlelap.Hingga saat Naya memegang lenganku dan mengajakku untuk segera beristirahat, aku sempat terkejut karena saking fokusnya memperhatikan makhluk mengerikan itu.Namun saat aku mencari keberadaan makhluk itu, ia sudah tak ada di tempatnya semula.Akhirnya aku memutuskan untuk beristirahat sembari dalam hati tetap berharap agar kami semua selamat sampai tujuan esok hari *Saat turun dari pelabuhan, kami mulai berpisah dengan Naya. Meski terasa berat dan tak rela jika harus berpisah dengannya saat itu, aku berusaha menutupi perasaan.Sempat sebelumnya kami saling meminta nomor ponsel di di atas kapal, supaya tetap bisa saling terhubung satu sama lain meski jarak telah memisahkan.Aku bersama kelima temanku lanjut pergi menaik

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 31 - Sosok yang mengikuti di area kapal

    Saat hari sudah mulai gelap dan senja berganti menjadi malam. Semilir angin laut yang terasa, makin menusuk tubuh.Aku mengajak Naya kembali ke dalam dek, tempat di mana kami akan beritirahat selama pelayaran ini. Karena memang saat berada di dalam kapal, tidak ada lagi yang bisa kami lakukan, selain beristirahat hingga kapal yang kami tumpangi ini sampai di tujuan.Aku berjalan bergandengan tangan bersama Naya, turun menyusuri anak tangga satu demi satu. Lalu, berjalan beriringan melewati lorong di dalam dek ini sembari tetap bergandengan tangan.Sesampainya di ranjang tempat kami beristirahat, aku merasa heran. Mengapa barang bawaanku tiba-tiba dipindahkan?Sepertinya, ini memang sengaja dilakukan agar aku bisa tidur bersebelahan dengan Naya.Aku hanya menggeleng sambil tersenyum saat menghampiri ranjangku. Kulihat, keempat temanku yang lain termasuk Shelly, sudah tertidur.Entah mereka pura-pura tidur atau memang sebetulnya sudah benar-benar pulas.&n

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 30 - Selamat Tinggal Pulau Bisa

    Setelah selesai mengobrol dengan mama Mirna, kami berdua sepakat untuk berpamitan. Kami memang tak memberi tahu bahwa saat ini, kami tinggal sementara di rumah dinas Bidan Naya.Yang kami utarakan adalah salam perpisahan. Sembari mengucapkan terima kasih dan berpamitan, lalu pergi meninggalkan rumah itu.Aku dan Shelly hanya mengobrol ringan selama dalam perjalanan menuju rumah dinas Bidan Naya. Sesampainya, barulah di situ kami bisa benar-benar melepaskan lelah dan ketegangan.Rumah dinas ini lumayan asri, meskipun ukuran pada umumnya tak terlalu besar. Cukup untuk jadi tempat bernaung sementara.Sembari menunggu kapal yang akan bersandar di dermaga pelabuhan sore itu, kami sepakat untuk beristirahat karena memang tak ada lagi yang bisa kami lakukan saat ini, selain beristirahat menunggu sore datang menjelang.*"Silakan, Kak, pakai saja kamar yang ada. Bahkan jika Kakak mau, silakan tidur di kamar saya," ucap Bidan Naya ramah."Iya, terima kasih

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 29 - Berpamitan

    Setelah sampai di halaman rumah, kulihat ketiga temanku masih setia menunggu di teras rumah. Rafli yang melihat kedatanganku, saat itu langsung bertanya, "Loh, Shelly di mana, Dre?""Masih di rumah papa Mirna. Tadi kami berdua datang ke sana hanya ada Mirna yang sedang bermain. Papa Mirna dan istrinya sedang tidak ada di rumah. Kan tidak mungkin juga kita titipkan kunci rumahnya pada anak kecil," jawabku panjang lebar.Ina yang saat itu sedang tidur di pangkuan Rafli, mendadak langsung menoleh ke arahku, lalu bangkit dari posisi tidurnya."Mirna usia berapa, Mas Andre?" tanya Ina singkat."Yah, sekitar usia 3 tahunan begitulah. Masih lucu-lucunya anak itu," jawabku sembari beranjak menuju pintu rumah."Jadi kita bagaimana sekarang?" Asih pun mulai bertanya padaku, memang sedari tadi dia hanya bisa diam sambil menyimak pembicaraan."Kita bawa saja dulu barang-barang ke rumahnya Bidan Naya, sekalian menunggu di sana," jawabku seraya mengangkat tas ransel

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 28 - Gadis kecil bernama Mirna

    Sesampainya di depan pintu rumah, kondisi rumah sudah cukup sepi. Halaman pun sangat hening. Namun, lampu teras rumah masih menyala terang hingga cahaya dari lampu tersebut cukup untuk menerangi hampir semua bagian halaman.Saat aku melangkah di halaman rumah, aura mistis mulai terasa membuat bulu kudukku meremang.Aku segera mempercepat langkah agar bisa segera sampai di depan pintu. Saat menggenggam gagang pintu, masih sempat kulihat ada bayangan putih berseliweran dari pantulan kaca jendela depan. Namun, aku tak mau terlalu menghiraukannya.Kubuka pintu, setelah masuk ke rumah, buru-buru kukunci pintunya. Sesegera mungkin berjalan ke arah belakang. Tempat di mana kamarku berada.Setelah mengucap salam, kubuka pintu kamar lalu masuk dan menguncinya. Sempat kudengar pula dari kamar sebelah. Tepatnya di kamar tengah, di mana Rafli dan Ina berada. Aku masih mendengar suara Rafli seperti tengah mengobrol dengan Ina. Mungkin, mereka masih ingin mengobrol sebel

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 27 - Pelukan hangat

    Malam itu, kami menghabiskan waktu di pinggir pantai sampai jam 21.00 waktu setempat.Setelah puas dengan malam dilalui bersama di pinggir pantai, kami memutuskan untuk pulang.Di pertigaan jalan, aku yang hendak mengambil jalur kiri, Naya segera menarikku ke kanan. Dia menggenggam telapak tanganku, lalu menariknya ke arah yang ada di jalur kanan. Arah rumah Naya."Oh ... jadi sekarang, kamu sudah melupakan kita semua dan berniat memilih Kak Naya ya, Dre?" Shelly mengucapkan hal itu sambil cengar-cengir."Kalau Mas Andre mau temani Bu Bidan, juga tidak apa-apa. Antarkan saja dulu Bu Bidan sampai rumahnya. Nanti Mas Andre tinggal menyusul kami," sahut Ina sambil tersenyum. Dia seakan mengerti dengan situasi, saat melihatku bersama Naya."Kalau begitu, kami duluan ya, Mas. Hati-hati jangan sampai bu bidannya lecet, ya," ucap Asih dengan tawa ditahan.Sedangkan Rafli, hanya mengangkat kedua alisnya padaku. Seakan memberi tanda bahwa dia setuju.Lalu,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status