Kejanggalan yang dirasakan oleh Jihan saat menempati rumah tua milik mertuanya yang telah lama tidak berpenghuni tengah menuai misteri. Mulai dari puterinya, Alea yang sering berbicara dengan teman ghoibnya. Gadis kecil itu juga kerap dirasuki oleh roh jahat yang bermaksud untuk meneror keluarga Jihan. berbagai cara telah Jihan lakukan untuk memusnahkan teror tersebut. Akan tetapi tidak membuahkan hasil. Yang ada malah semakin hari teror pun semakin menjadi-jadi. Lalu, apa motif sebenarnya makhluk tak kasat mata itu sampai berniat untuk meneror mereka?
View More“Hallo. Kenalin. Nama aku Alea. Nama kamu siapa?” Ucap gadis cantik berusia 7 tahun itu kepada sesosok gadis kecil juga yang umurnya sebaya dengannya. Gadis berwajah pucat itu hanya duduk terdiam di atas ayunan halaman rumah Alea. Alea baru pindah hari ini dari rumah lamanya ke rumah yang ia tempati sekarang. Bangunannya memang lawas dan cukup menyeramkan. Karena hampir satu tahun tidak dihuni oleh sang pemiliknya.
“Kamu kok diem aja sih? Aku baru pindah di rumah ini. Aku belum punya teman. Apa kamu mau jadi temanku?” Tanya Alea kepada gadis menyeramkan itu lagi. Entah kenapa Alea tidak merasa takut sama sekali dengan wajah pucat si gadis. Rambutnya terurai panjang. Memakai baju putih kusam dan matanya memerah.
“Namaku Jeny. Aku mau jadi teman kamu.” Kali ini gadis pucat itu menjawab pertanyaan Alea. Mereka pun saling berjabatan tangan.
Melihat puterinya berbicara sendiri di halaman rumah, Jihan memanggil Alea. Ia merasa takut. Ini hari pertama mereka pindah, apalagi hari masih siang, tapi anaknya sudah bertingkah aneh.
“Alea. Alea. Sini.” Teriak Jihan dari bibir pintu
“Aku dipanggil Mamaku. Nanti kita main bareng lagi ya.” Kata Alea kepada teman ghoibnya itu. Jeny hanya memberikan jawaban dengan menganggukkan kepala.
“Iya, Ma. Ada apa?” Lanjutnya.
“Kamu tadi bicara sama siapa, Nak?”
“Sama teman baruku, Ma.”
“Teman baru?”
“Iya. Namanya Jeny.”
“Mana? Mama tidak lihat ada anak kecil di sana.”
“Itu.” Kata Alea sambil menunjuk ayunan yang ada di halaman rumahnya. Namun Jeny sudah menghilang.
“Mana? Gak ada siapa-siapa.”
“Yah.. Kayaknya Jeny udah pulang deh, Ma. Mama sih tadi manggil aku. Jadi dia pulang.” Kata gadis cantik itu dengan polosnya.
Jihan semakin merinding. Bulu kuduknya berdiri. Ia semakin takut setelah mendengar pernyataan dari si anak. Apalagi Reihan, suaminya. Baru saja pergi untuk mencari makanan. Jadi di rumah hanya ada dia dan juga puterinya.
“Sayang. Mending kita masuk aja yuk. Alea bantuin mama beres-beres di dalam. Ya.” Bujuknya kepada sang anak. Gadis cilik itu pun menuruti perkataan ibunya.
Rumah lawas bernuansa vintage itu sebenarnya adalah rumah orang tua Reihan yang dulu ditempati oleh sepasang kakek dan nenek dan juga anak gadisnya yang berusia 20 tahun. Namun mereka semua sekarang telah tiada. Sampai pada akhirnya rumah itu kosong tanpa penghuni. Merasa sayang apabila tidak ditempati, Reihan berencana untuk pindah di rumah tersebut. Dengan maksud agar rumah itu tetap ada yang merawat. Sedangkan rumahnya yang lama ia jual untuk tambahan modal usaha. Ia memang sengaja tidak menjual rumah milik orang tuanya itu. Karena hanya rumah itu satu-satunya peninggalan mereka sebelum meninggal dunia.
Jihan menyusuri ruangan demi ruangan. Ia melihat dinding yang catnya mulai keropos termakan usia. Disentuhnya meja yang terbuat dari kayu jati itu. Ia mengelap debu dengan ujung jarinya. Ada beberapa lukisan juga yang terpajang di ruang tengah. Mulai dari lukisan alam, sampai lukisan abstrak. Sampai pada akhirnya Jihan menemukan sebuah benda yang berada di dalah satu ruangan yang pintunya terbuka. Benda itu tertutup oleh kain putih. Nampaknya benda tersebut adalah sebuah lukisan juga.
“Sepetinya ini juga sebuah lukisan. Tapi, kenapa hanya lukisan ini yang ditutup oleh kain?” Ia pun penasaran. Perlahan ia membuka kain putih yang diselimuti oleh debu itu. Ternyata yang tersimpan di balik kain itu adalah lukisan yang menggambarkan seorang perempuan yang sangat cantik. Rambutnya hitam terurai panjang. Hidungnya yang macung, serta dagunya yang lancip, mempertegas kecantikan sang model yang ada di dalam lukisan itu.
“Sepertinya dia masih gadis.” Kata Jihan. Ia terus memandangi lukisan tersebut. Balutan dress berwarna putih melambangkan bahwa gadis itu adalah perempuan baik-baik. Ia tetap fokus pada lukisan itu. Ia masih bertanya-tanya kenapa hanya lukisan itu yang ditutup? Tiba-tiba ada yang menyentuh pundaknya. Sontak ia langsung terkejut.
“Kamu, Mas. Aku kira siapa?”
“Kaget ya? Ada apa sih? Kok kayaknya ketakutan gitu?” tanya reihan kepada istrinya.
“Gak ada apa-apa kok. Cuma lihat-lihat isi rumah ini aja. Banyak benda yang kotor terkena debu, catnya juga banyak yang keropos.”
“Maklum, bangunan ini udah lama banget. Apalagi udah hampir satu tahun tidak ada yang merawat. Jadi ya seperti ini keadaannya.”
“Ya sudah. Nanti aku beresin semuanya. Kamu bantuin aku ya, Mas.”
“Iya. Tapi kita makan siang dulu. Ini aku udah bawa makanan.”
“Iya, Mas. Aku juga sudah mulai lapar.”
“Oh iya. Dimana Alea?”
“Ada di kamarnya mungkin. Tadi aku udah kasih tahu kamar Alea dimana. Mungkin dia lagi bantuin aku beberes kamarnya.”
“Ya sudah. Aku panggil Alea. Kamu siapin makanannya ya.”
“Iya, Mas.” Mereka berdua pun meninggalkan ruangan itu. Namun Jihan lupa tidak menutup lukisan gadis cantik yang tertutup kain putih tadi.
Hari mulai petang, suasana rumah semakin mencekam. Ditambah lampu kuning di ruang dapur yang terkadang berkedip sendiri membuat Jihan yang saat itu sedang memasak makan malam ingin segera menyelesaikan pekerjaannya. Bulu kuduknya berdiri. Merinding tanpa henti. Makanan sudah matang, ia cepat-cepat mematikan kompornya dan membawa hidangannya ke meja makan. Dilihatnya Reihan yang sedang asyik memainkan gawainya. Sedangkan Alea bermain boneka sendiri. Namun seperti sebelumnya. Ia nampak berbicara dengan seseorang. Namun tidak ada siapa-siapa di depan puterinya itu.
“Kamu main sama boneka yang ini aja. Aku mau main sama boneka yang ini. Nanti aku jadi mamanya. Kamu juga jadi mamanya boneka itu ya.” Kata Alea kepada teman ghoibnya itu sambil menyodorkan sebuah boneka anak perempuan.
Menyadari puterinya bertingkah aneh lagi, Jihan mendekati Reihan dan menunjukkan apa yang sedang dilakukan oleh Alea.
“Mas. Coba deh lihat Alea. Dia ngomong sama siapa ya?”
“Ya namanya juga anak kecil. Pasti dia bermain bersama teman fantasinya.” Jawab Reihan. Namun ia tetap fokus dengan gawainya.
“Tapi tadi siang itu dia ngomong kalau dia punya teman baru. Namanya Jeny. Aku lihat dia ngomong sendiri di dekat ayunan. Coba kamu perhatiin lagi. Taruh dulu handphonenya. Coba kamu tanya sama Alea.” Desak Jihan. Lelaki itu pun akhirnya menaruh handphonenya dan mendekati puterinya.
“Alea, Sayang. Kamu lagi ngomong sama siapa?” Tanya Reihan sambil mengusap kepala Alea.
### "Kamu pakai ini aja." Reihan menyerahkan gaun putih kepada Sekar untuk dipakai. "Kok gaunnya tipis banget, Mas? Pasti terawang." Sekar membolak-balikkan gaun yang ia pegang. Ia tak yakin kalau harus memakai gaun pemberian dari Reihan. "Kamu gak usah khawatir. Aku gak akan ngapa-ngapain kamu kok. Justru gaun seperti ini lah yang biasanya dipakai sama para model," bujuk Reihan dengan senyum menyeringai. "Baik deh, Mas. Aku akan memakainya. Tapi janji ya, lukisannya harus bagus." "Iya. Pasti. Tenang aja. Aku akan buat lukisan yang cantik seperti dirimu."Dengan wajah malu-malu, Sekar mulai berganti pakaian di kamarnya. Kebetulan hari ini ayah dan ibunya Sekar sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang bekerja di kebun tetangga. Maka dari itu Reihan menggunakan kesempatan ini untuk bisa mendekati Sekar.Tak lama kemudian, gadis cantik tersebut keluar dari kamarnya. Dengan mengenakan gaun putih tembus pandang. Tentu saja dal*aman yang dikenakan Sekar terlihat jelas. Reihan yan
"Aku? K-kenapa denganku?" tanya Reihan gugup dan terbata-bata. Gelagatnya menampakkan seperti orang salah tingkah. Nasi sudah menjadi bubur. Jika benar pelakunya adalah Reihan, maka ia harus bersiap menanggung akibatnya. Jihan berjalan menghampiri suaminya secara perlahan. Dengan tatapan yang tajam, wanita tersebut meminta penjelasan kepada pria yang digadang-gadang sudah menghancurkan hidup Sekar di masa lalu. "Apa benar kamu yang menghamilinya, Mas?" tanyanya dengan suara lirih. Akan tetapi, Reihan semakin gugup dan merasa tersudutkan saat itu. "Itu tidak benar! J-jangan percaya! Apa kamu lebih percaya dengannya dari pada suamimu sendiri?" Reihan semakin memundurkann langkahnya. "Jangan bohong kamu, Mas! Kalau kamu tidak melakukannya, kenapa dia selalu meneror keluarga kita?" Nada bicara Jihan semakin meninggi, membuat Reihan merasa semakin tersudutkan. "Apa aku harus mengingatkan kembali kelakuan bejatmu saat itu, Reihan!" Tiba-tiba suara seorang wanita menggema begi
Entah kenapa saat ustadz Zein menanyakan hal tersebut, raut wajah Reihan tampak panik. Pria tersebut sesekali menoleh ke arah sang istri. "Tidak, Ustadz. Ada tetangga kami yang rumahnya agak berjauhan," jawab Reihan berdalih dengan raut wajah cemas. Ustadz Zein membacakan ayat-ayat suci dan berusaha menetralkan suasana rumah yang sejak awal terkesan sangat horror. Di tengah-tengah kekhusyukannya, tiba-tiba ustadz Zein merasa jika ada yang menghantam dadanya dari depan. Hingga beliau terpental beberapa meter ke belakang. "Astaghfirullahal'adzim." Suaranya sedikit parau lantaran menahan sakit di dadanya. Kedua matanya menatap sengit siapa yang sedng berdiri di hadapannya. "Siapa kamu?" tanya ustadz Zein secara lantang sambil memegangi dadanya yang sakit. Jihan langsung menarik Alea dan menyembunyikannya di belakangnya. Meskipun ia dan suaminya tidak bisa melihat, siapa sosok yang sedang berinteraksi dan berusaha menyerang ustadz Zein. "Kalau kau mau selamat, jangan iku
Aku tengah meratapi masa mudaku yang hancur karena dirusak oleh dirinya. Ku kira dia adalah pria yang baik. Tidak ada gelagat yang mencurigakan sama sekali yang ada padanya. Aku tertipu akan sikap santun yang dimiliki pria yang telah merusak hidupku. “Pria itu? Siapa dia?” gumam Jihan bertanya kepada dirinya setelah membaca sepenggal isi dari buku diary milik ibunya Jeny yang malang.Dibukanya lagi lembar selanjutnya. Berharap dari buku diary itu ia menemukan sebuah titik terang yang menjadi penyebab dirinya selalu diteror oleh sosok wanita yang tak diketahui dia siapa.Apa yang bisa aku harapkan sekarang? Aku tidak akan membiarkan bayi yang ada di dalam kandunganku ini mati, sedangkan aku masih hidup. “Jadi dia tidak bermaksud untuk menggugurkan Jeny?” Satu persatu curahan hati Sekar ia baca dengan penuh penghayatan. Jihan bisa meraskan bagaimana rapuhnya Sekar kala itu. Hingga akhirnya ia tiba di lembar ketiga. Dimana di lembar tersebut Sekar menuliskan sebuah kalimat terakhir
"Huft. Ternyata cuma cicak," Jihan mendengkus kesal. Ia segera menuju ke dapur untuk membuatkan makanan untuk puterinya. Ruangannya yang sedikit lembab membuat Jihan merasa tidak nyaman berlama-lama di tempat khusus memasak itu. Dengan cepat ia segera menyelesaikan tugasnya dan kembali menuju ke kamar Alea.Makanan sudah matang. Hanya sepiring nasi bertopingkan telur dadar di atasnya. Jihan keluar dari dapur dan berjalan menuju kamar Alea. Dilihatnya sang suami yang sudah nampak bersih dan wangi. Sepertinya Reihan sudah membersihkan dirinya."Kok sudah rapi, Mas? Tumben? Mau kemana?" Tanya Jihan saat mencium bau parfum dari pakaian yang dikenakan oleh sang suami. Rambutnya pun tersisir rapi. "Mau keluar sebentar. Nitip Alea ya," jawab Reihan dengan mimik datar. Karena pria itu masih kesal dengan ajakan Jihan untuk meninggalkan rumah horor tersebut. "Kemana, Mas?" tanya Jihan penasaran. "Mau ke rumah Pak Ustadz buat jemput ke sini. Katanya suruh meruqyah rumah ini?" jawab Rei
Siang berganti sore. Sinar matahari yang tadinya sangat menyengat mulai bergeser ke arah barat. Jihan segera membangunkan kedua orang tercintanya yang masih tertidur lelap.Pertama, ia menuju ke kamarnya untuk membangunkan Reihan. "Mas. Bangun. Sudah sore nih. Gak baik kalau tidur sore hari. Nanti kepala kamu juga pusing loh," ucap Jihan sambil menggoyang-goyangkan badan suaminya yang masih terbaring di atas ranjang. Reihan menggeliat. "Jam berapa sih, Sayang? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara yang parau. "Jam tiga sore, Mas. Jangan tidur sore ah. Nanti saja tidurnya kalau sudah jam sembilan malam," ucap Jihan. "Hmm. Iya deh. Sayangku. Memangnya kamu siang ini gak tidur?" tanya Reihan yang belum kunjung merubah posisinya menjadi duduk. "Aku gak bisa tidur, Mas. Aku takut," jawab Jihan cemas. "Apa yang kamu takutkan? Kalau kamu mengantuk, tidur saja. Jangan memaksakan untuk terjaga. Nanti kesehatan kamu malah terganggu karena kurang istirahat," tutur Reihan yang perl
“Hem,” jawab Bu Rah singkat. Tatapannya tetap terfokus ke arah depan. Padahal Jihan berada di sebelahnya. “Maaf, jika pertanyaan saya sedikit menyinggung. Tapi saya ingin tahu, apa maksud dari pesan yang Ibu sampaikan kepada suami saya beberapa hari lalu? Bu Rah meminta agar suami saya melindungi saya dan puteri saya,” tanya Jihan kepada wanita paruh baya yang terlihat aneh tersebut. “Bukankah itu memang tugas seorang suami untuk menjaga anak dan istrinya?” Bu Rah malah bertanya balik kepada Jihan yang membuat Jihan sedikit kesal dengan jawaban yang diberikan. “Iya juga sih. Tapi kalau boleh saya jujur, semenjak saya tinggal di rumah tersebut, saya dan keluarga saya selalu mendapatkan teror yang tidak jelas. Mulai dari Alea yang kerasukan, pengantar makanan misterius, sampai wanita menyeramkan yang ada di pohon besar belakang rumah saya. Dan ini tadi saya mendapati Alea yang pingsan di sekolahnya. Awalnya saya dan suami saya tidak curiga dengan sekolahan tersebut. karena sekol
Sesampainya di sekolahan yang katanya telah lama kosong tersebut, Jihan mendapati puterinya yang tergeletak di dekat gerbang sekolah. Entah apa yang yang membuat Alea tak sadarkan diri. Padahal tadi ketika Jihan meninggalkannya untuk membeli makanan, Alea sudah masuk ke dalam sekolahan tersebut. Namun kali ini gadis polos itu tergeletak tak berdaya di depan gerbang sekolahannya. Jihan mengambil handphone yang terletak di saku jaketnya. Ia segera menelfon Reihan agar segera menghampiri mereka berdua. Karena tidak mungkin jika Jihan membawa Alea pulang dengan menggunakan motor maticnya.Jihan memencet nomor telfon suaminya. Agak lama memang untuk bisa tersambung, karena sinyal di tempat tersebut sangatlah minim. “Halo, Mas. Cepat kamu jemput aku dan Alea di sekolahan. Alea pingsan,” ucap Jihan panik. Ia melihat keadaan sekitar sekolah yang tiba-tiba berubah menjadi bersarang dan tak terawat. Suasana juga sangat sepi. Tidak ada murid atau pun guru yang berada di sekolah tersebut. “A
Tiba-tiba sosok itu tepat berada di hadapan Jihan. Sontak Jihan langsung terkejut. Ia berteriak, namun anehnya suaranya tidak keluar sama sekali. Lalu bagaimana Reihan bisa mendengar teriakannya?Sosok itu semakin membulatkan matanya dan menatap jihan secara tajam. Wajahnya semakin mendekat ke arah wanita yang sedari tadi napasnya terengah-engah. Sekarang malah sosok wanita menakutkan tersebut malah mengunci dirinya hingga Jihan tidak bisa lari dari tempat dimana dia berdiri sekarang. “S s siapa kamu? Mau apa kamu? K Kenapa kamu terus menganggu keluargaku?” Tanya Jihan dengan gemetaran. Peluhnya tak berhenti mengucur di wajahnya. Ditambah lagi dengan derasnya air hujan yang tadi telah membashi dirinya. “Pergi.” Kata sosok itu sambil melotot. Suaranya yang serak membuat Jihan semakin ketakutan. “K kenapa?” Jihan memberankan diri untuk bertanya sekali lagi.Dar!!! Suara petir membuat Jihan kaget saat menanyakan hal yang membuatnya penasaran kepada sosok yang selama ini telah men
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments