JANGAN AMBIL TUBUHKU

JANGAN AMBIL TUBUHKU

last updateLast Updated : 2024-05-25
By:  Butterfly Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
13Chapters
639views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Duwi Luna, nama yang diberikan secara sembarangan pada anak kedua yang tidak diinginkan kehadirannya yang terlahir dari pasangan Gilang dan Natasha. Duwi tidak diinginkan sebab mereka mengharapkan anak laki-laki.Hingga satu tahun berlalu dan mereka pun dikaruniai anak laki-laki yang sangat mereka dambakan. Sejak kehadiran anak ketiga, perhatian dan kasih sayang Gilang dan Natasha semakin jauh dari Duwi. Mereka sangat memanjakan anak ketiga mereka, sementara Duwi hanya dibiarkan dan bahkan sering ditelantarkan. Kehadiran Duwi di rumah terasa seperti angin lalu yang tidak berarti.Meski terabaikan oleh orang tua yang seharusnya melimpah kasih sayang, Duwi tumbuh menjadi gadis cantik nan anggun. Ayu wajahnya serta senyum manis yang menghiasi bibirnya, bagai magnet yang menarik perhatian banyak orang. Namun, derita hidupnya tidak berhenti sampai di situ. Terasingkan oleh orang tuanya, Duwi tumbuh sebagai sosok yang senang menyendiri dan menutup diri dari dunia luar. Dalam penjara kesepian, ada cerita yang jauh lebih kelam, menggantung dihantui oleh makhluk gaib yang menjengkelkan, menambah penderitaan Duwi tanpa henti. Lalu, bagaimana perjalanan hidup Duwi selanjutnya? Akankah dia menemukan kebahagiaan yang selama ini ia dambakan, atau justru terjerumus semakin dalam dalam kisah yang memilukan bersama makhluk gaib?

View More

Chapter 1

Duwi Luna

2004

Suara tangisan bayi perempuan di kamarnya terdengar nyaring memecah keheningan malam. Keluarga kecil itu tampak begitu jelas tak bahagia dengan kehadiran anak kedua mereka yang baru lahir. Gilang, sang kepala keluarga, terlihat acuh tak acuh. Di sisi lain, Natasha, sang ibu, membiarkan begitu saja anaknya menangis dan tak berinisiatif untuk memberinya asi.

Natasha mendekati Gilang yang sedang menonton televisi di ruang tamu.

"Mas, apa kita buang saja anak ini?" ujar Natasha dengan mata berkaca-kaca.

Gilang terdiam sejenak, melirik ke arah istrinya yang tampak lelah dan terbebani dengan tangisan bayi yang tak kunjung henti.

"Kamu serius?" tanya Gilang dengan nada ragu.

Natasha menghela napas panjang. "Aku sudah tak tahan, Mas. Anak itu nangis terus. Aku gak mau ngurus anak perempuan lagi. Aku maunya anak laki-laki, bukan perempuan."

Gilang mengusap wajahnya, seolah mencari solusi atas masalah yang dihadapi keluarga mereka. Mereka memang menginginkan anak laki-laki sebagai penerus keluarga. Namun, alih-alih mendapatkan kebahagiaan, kehadiran bayi perempuan itu justru membuat hidup mereka semakin sulit.

Suasana rumah semakin menjadi-jadi, seakan tangisan bayi itu adalah jeritan yang menghantui setiap sudut rumah. Gilang dan Natasha berjalan masuk ke kamar menghampiri bayinya.

Gilang berkacak pinggang sambil memperhatikan si bayi. "Meski dia tidak diinginkan, tapi dia tetaplah anak kita. Jika bukan kita, siapa yang akan mau merawatnya? Dan jika kita membuangnya, bagaimana jika nanti seseorang menemukan kita? Jika kita membuang bayinya dan kasusnya terbongkar, pada akhirnya kita hanya akan berada di balik jeruji besi."

"Kita bisa membunuhnya, Mas. Nanti sama orang-orang tinggal bilang aja kalau dia meninggal karena sakit."

"Emang kamu tega buat bunuh anak sekecil ini?" Gilang menunjuk si bayi.

Natasha menggelengkan kepalanya. "Meski aku gak suka sama bayinya, aku gak sejahat itu."

Gilang merangkul pundak sang istri. "Gak papa. Biarkan dia tumbuh besar. Setelah besar kamu bisa memanfaatkan dia untuk membantu pekerjaan mu. Dia juga bisa menjadi pembantu bagi saudara-saudaranya yang lain nanti."

"Loh, Mas? Kamu emang ada rencana buat punya anak lagi?" Mata Natasha terbelalak tak percaya menatap Gilang.

Gilang mengangguk seraya tersenyum. "Kita kan pengen punya anak laki-laki, Dek. Dua anak kita sekarang perempuan, mungkin yang ketiga nanti laki-laki."

"Tapi bagaimana kalau aku melahirkan anak perempuan lagi?"

"Ya, simpel. Kita bikin lagi aja," sahut Gilang sambil terkekeh.

"Pokoknya, kita gak akan pernah berhenti punya anak sebelum punya anak laki-laki."

Natasha memukul perut Gilang pelan. "Ucapanmu itu loh, Mas. Kamu enak cuma kebagian donor sperma doang, lah aku, harus ngandung, melahirkan, menyusui, dan merawat dia sampai besar."

"Ya, nggak papa. Kan itu emang sudah jadi tugas mu," Gilang menjawab dengan enteng.

Natasha berdecak sambil menatap sang suami dari sudut matanya, kesal dengan pernyataan Gilang yang terasa kurang peduli.

"Kamu kasih asi, Dek. Mungkin dia lapar," saran Gilang mulai merasa kesal mendengar tangisan bayi yang tak berhenti.

Natasha mendengus kesal, meski pada akhirnya ia tetap memangku bayinya untuk diberikan asi.

"Mas, kita kasih nama siapa ya kira-kira?" tanya Natasha sambil bersandar di kursi.

"Loh, emang kamu belum kasih nama, Dek? Maksudku, kamu belum nyiapin nama untuk bayinya? Bukannya pas anak pertama kami udah bikin list nama yang bagus?" Gilang duduk di sampingnya dengan ekspresi heran.

"Aku kelupaan, Mas. Aku cuma nyiapin nama laki-laki aja." Natasha menggeleng pelan.

Gilang menatap langit-langit seraya mengelus dagunya, memutar otak mencari nama yang pas untuk anak keduanya.

"Gimana kalau Luna?" celetuk Gilang langsung menoleh pada sang istri. Wajahnya tampak sumringah.

"Kenapa harus Luna, Mas?" tanya Natasha, mencoba menyelami alasan di balik pilihan itu.

"Dia, kan lahir malam hari pas ada bulan purnama. Luna artinya bulan." Gilang menjelaskan sambil memandang Natasha.

"Luna doang? Masa cuma Luna sih, Mas?" keluh Natasha tak puas.

"Duwi Luna aja, Mas. Gimana tuh?" saran Natasha. Nama Duwi terlintas begitu saja di pikirannya.

"Duwi atau Dewi?" tanya Gilang memastikan. Duwi juga bagus, tapi dirinya lebih suka jika namanya Dewi Luna daripada Duwi Luna. Ekspresi Gilang tampak ragu, seolah masih berusaha memilih nama terbaik bagi buah hatinya.

"Duwi, Mas. Ngapain harus Dewi, kayak ratu aja. Takutnya nanti nih anak kalau udah dewasa malah jadi kayak ratu, suka merendahkan dan berani melawan kita, Mas. Mending Duwi aja." Bibir Natasha bergerak cepat, merasa berat untuk memberi nama Dewi pada bayi mereka.

Gilang mendengar itu sambil merenung, lalu menganggukkan kepalanya berulang kali. Meski tidak sepenuhnya setuju dengan saran istrinya, tapi apa yang dikatakan sang istri ada benarnya juga. Nama adalah doa, ia tidak ingin jika suatu hari Luna menjadi seorang seperti Dewi yang akan merasa menjadi orang paling tinggi.

Toh ini hanya nama untuk bayi yang tak terlalu diinginkan. Jadi siapapun namanya tak perlu dipermasalahkan.

"Yaudah, Dek. Mas terserah kamu aja. Kalau kamu merasa itu bagus untuknya, pakai aja namanya untuk dia." Tangan Gilang menepuk bahu Natasha perlahan.

Natasha menghembuskan napas lega, matanya memandang wajah sang bayi yang tertidur dengan damai bak bulan purnama di malam hari yang cerah.

"Mulai hari ini dia namanya Duwi Luna," ucapnya dengan keputusan.

Lebih dari satu tahun berlalu, kebahagiaan semakin melimpah dalam kehidupan Gilang dan Natasha. Pasangan ini dikaruniai anak ketiga, seorang putra yang menambah kebahagiaan keluarga. Betapa gembira mereka mengetahui buah hati terbaru ini adalah seorang laki-laki.

Tak pelak, kasih sayang dan perhatian orang tua ini seperti tak terbagi rata, seolah semuanya tertuju pada sang buah hati yang baru lahir.

Anak laki-laki mereka telah diberikan nama : Rama.

Semenjak hari kelahiran anak ketiga itu, Luna mulai diabaikan dan tak dihiraukan kehadirannya. Anak yang tengah berusaha untuk berdiri itu tak dapat bantuan dari kedua orang tuanya, dia berusaha berdiri sendiri dengan bertumpu pada dirinya sendiri.

"Mas, aku mau berhenti ngasih asi sama Luna." Natasha mengungkapkan niatnya yang sudah bulat.

"Loh, kenapa? Dia baru umur satu tahun lebih, emang udah waktunya buat gak dikasih asi?" tanya Gilang terkejut. Masih teringat jelas di benaknya, dulu ketika anak pertama mereka lahir, Natasha menyusui anaknya hingga berumur dua tahun lebih.

"Aku capek, Mas kalau harus ngasih asi untuk tiga orang setiap harinya."

"Tiga orang? Siapa aja?" Gilang mengerutkan keningnya heran.

"Luna, Rama, sama kamu. Kalau Luna gak boleh berhenti aku kasih asi, kamu aja yang berhenti minta asi tiap malam, Mas. Gimana?"

"Oh, tidak bisa begitu. Kalau aku gak dikasih asi sama kamu, aku gak akan punya tenaga buat besoknya bekerja."

Natasha terkekeh dengan ucapan sang suami yang dirasa begitu polosnya berbicara seperti itu.

"Yasudah. Mulai hari ini gini aja deh. Kamu ngasih aku sama Rama asi setiap hari, untuk Luna, nanti Mas belikan dia susu sapi yang dalam kemasan itu."

"Nah, gitu juga boleh tuh, Mas."

"Sekarang kamu kasih asi buat Rama sampai dia kenyang, gih. Biar malam nanti giliran aku gak harus berbagi lagi sama Rama. Luna biar aku yang jaga."

"Eh, di mana Luna?" tanya Gilang tersadar Luna kini tak ada di hadapannya.

"Mungkin dia keluar rumah, Mas. Cari aja! Gak akan jauh, kok. Orang dia belum bisa berjalan."

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
13 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status