Share

Bab 3. Menolak Bantuan

"Kita akan bicara di luar," kata Amanda.

Amanda bangkit dari tempat duduknya sebelum meninggalkan anaknya. Ia terlebih dahulu menarik selimut Alana agar anaknya tidak kedinginan.

Amanda keluar lebih dulu, disusul Henry. Ia sengaja berbicara di luar agar Alana tidak mendengarnya jika terbangun.

Alana tidak bisa mendengar pembicaraannya dengan Henry, apalagi masalah yang dibicarakan tentang dirinya.

Ibu muda itu tidak ingin Henry mengetahui kebenaran tentang anak kembarnya.

Amanda dan Henry menuju taman rumah sakit yang berada tepat di belakang bangsal Alana.

Ibu muda itu duduk di salah satu bangku taman. Henry ingin duduk di salah satu kursi, tetapi dia tahu mantan istrinya akan menolak untuk duduk di dekatnya.

"Manda, jawab pertanyaanku dengan jujur!" Henry bertanya, "Apakah Alana adalah anakku?" tanya pria itu lagi.

Henry berulang kali mengajukan pertanyaan yang sama kepada Amanda. Ia berharap mantan istrinya itu memberikan jawaban yang berbeda dari sebelumnya.

Amanda terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaan Henry yang sudah lebih dari dua kali dilontarkan kepadanya. Ia mengembuskan napas dengan kasar, lalu menjawab dengan tegas.

"Dia bukan anakmu!" Amanda menegaskan sekali lagi. "Dia adalah putriku!"

"Dia adalah anak aku dan kamu. Alana adalah anak kita, bukan?" Henry berharap Alana adalah putrinya.

"Tidak bisakah kamu mengerti apa yang aku bicarakan? Alana bukan anakmu!" Karena kesal, Amanda menegaskan sekali lagi.

"Tapi golongan darahnya dan golongan darahku sama, Amanda. Kamu tidak berbohong padaku?"

"Aku tidak berbohong padamu. Aku mengatakan yang sebenarnya. Alana bukan anakmu!" hantam Amanda sekali lagi. Ia tidak akan bosan mengatakan bahwa Alana bukan anak mantan suaminya.

"Kalau dia bukan anakku, kenapa golongan darahnya sama?" Kata-kata mantan istrinya tidak meyakinkan Henry. Dia terus menekan Amanda untuk mengatakan yang sejujurnya.

Dia berharap Amanda jujur dengan fakta yang ada. Dalam hati kecil Henry, ia yakin bahwa Alana adalah darah dagingnya.

"Apa hanya kamu yang bergolongan darah AB?" Amanda bertanya dengan sinis, "tapi aku tetap bersyukur, dan aku berterima kasih banyak karena kamu telah menolong Alana."

"Kalau dia bukan anakku, lalu anak siapa? Kita berpisah belum genap enam tahun, tapi kamu sudah punya anak yang berusia lima tahun. Itu berarti dia adalah anak aku, Manda!" tekan Henry.

"Kalau aku bilang tidak, ya berarti tidak!" Amanda menjawab dengan tegas namun tidak berani menatap mata Henry yang berdiri di hadapannya.

"Tataplah mataku dan katakan bahwa dia bukan anakku!" perintahnya.

Amanda terdiam. Alih-alih menatap mata mantan suaminya, Amanda malah menunduk.

"Kamu tidak berani?" tanya Henry sedikit sinis.

Mendapat pertanyaan itu membuat Amanda sedikit marah. Ia menatap Henry lekat-lekat. "Kamu ingin jawaban yang sebenarnya? Baiklah, aku akan menjawabnya. Dia bukan anakmu!" Amanda berkata sambil menatap mata mantan suaminya.

Meski Amanda sudah menatap matanya, Henry tidak percaya begitu saja. Pria itu masih menekan mantan istrinya untuk menjawab pertanyaannya.

"Alana adalah anak aku dengan suamiku yang baru," kata Amanda.

"Kamu sudah menikah lagi?" Henry menatap tajam mantan istrinya.

"Setelah bercerai denganmu, tidak lama kemudian aku menikah dan mengandung Alana. Sekarang dia baru berusia empat tahun, bukan lima tahun," kata Amanda, mematahkan keyakinan Henry.

"Setelah bercerai, kamu langsung menikah? Kamu hebat sekali!" Suara Henry terdengar sarkastik. Lelaki itu pun memberanikan diri duduk di sebelah mantan istrinya. Amanda bergeser sedikit.

"Ya, aku memang hebat. Tidak sulit bagiku untuk mencari suami pengganti setelah kita bercerai."

Amanda terpaksa berbicara agar Henry tidak lagi menanyai putrinya.

"Apakah dia anak selingkuhanmu?" Henry tersenyum mengejek.

"Kamu benar sekali. Alana adalah anak perempuan aku dari laki-laki yang menjadi selingkuhanku. Jadi, jangan tanya lagi tentang Alana karena dia bukan anakmu!" Amanda berkata dengan tegas.

Di dalam hati, Amanda merasa bersalah karena menyembunyikan fakta-fakta yang ada, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Henry dan Amanda masih duduk bersama di bangku taman. Mereka berdua terdiam dengan pikiran yang berkecamuk. Pikiran Henry dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung usai tentang Alana. Ia masih merasa yakin kalau Alana adalah anak kandungnya.

"Saya akan tetap bertanggung jawab untuk membayar administrasi rumah sakit." Akhirnya, Henry berbicara setelah sekian lama terdiam. Pria itu pun berdiri untuk bersiap pergi.

"Kamu tidak perlu melakukannya!" Amanda menjawab secara spontan.

Wanita itu pun menghalangi Henry yang hendak melangkah. Pria itu mengerutkan kening pada mantan istrinya.

"Aku harus melakukannya?" Henry tetap bersikeras bertanggung jawab untuk lebih dekat dengan Alana karena ia ingin mencari kebenaran untuk dirinya sendiri. "Dia adalah tanggung jawabku."

"Tapi dia bukan anakmu," jawab Amanda.

"Ya, dia memang bukan anakku, tapi aku telah menabraknya. Jadi, aku bertanggung jawab untuk mengurus seluruh administrasi Alana."

Henry bisa menggunakan itu sebagai alasan untuk tetap bertemu dengan Alana dan mencari tahu kebenaran tentang gadis yang ditabraknya.

"Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri. Lebih baik kamu pulang saja!" Amanda berkata sambil berjalan pergi. Namun, tangannya dihalangi oleh mantan suaminya.

"Amanda, aku hanya punya niat baik untukmu. Maaf membuatmu tidak nyaman, tapi aku harus melakukan ini. Biaya rumah sakit sangat mahal, kamu-"

"Apa kamu pikir aku tidak mampu? Kamu pikir aku masih miskin?" Amanda bertanya, memotong perkataan mantan suaminya sambil mengerutkan salah satu sudut bibirnya. "Jangan lupa! Aku sudah punya suami. Dia yang akan bertanggung jawab atas aku dan Alana."

Kenangan kejadian beberapa tahun lalu masuk ke dalam otak Amanda saat mertuanya tidak menyukai keberadaannya karena dia adalah seorang gadis miskin. Sekarang Henry menghinanya, mengatakan seolah-olah dia tidak mampu membayar tagihan rumah sakit.

"Amanda, bukan itu yang aku maksud. Aku hanya "

"Meskipun aku seorang wanita miskin, aku bisa bekerja keras untuk anakku. Aku juga punya suami, jadi kamu tidak perlu melakukannya," jelas Amanda, memotong perkataan Henry lagi.

"Apa salahnya jika saya yang membayar? Jangan keras kepala, Amanda." Henry sedikit meninggikan suaranya.

"Alana adalah putriku. Dia tanggung jawab aku," kata Amanda dengan penekanan. Dia melempar tangan mantan suaminya.

Bukan berarti Amanda tidak ingin mantan suaminya bertanggung jawab. Hanya saja dia tidak ingin identitas putrinya terungkap. Ia tidak ingin Henry tahu bahwa Alana adalah anak kandungnya.

Selama ini, Amanda membesarkan anaknya. Dalam keadaan apapun ia memperjuangkan kebahagiaan untuk Alana dan Alan. Kini Henry datang lagi saat Alana berusia lima tahun. Amanda tidak rela Henry mengambil anaknya.

Amanda berlari ke pusat administrasi untuk membayar biaya pengobatan putrinya. Air mata wanita itu terpaksa keluar ketika melihat tagihan rumah sakit yang begitu besar.

"Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak ini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status