Share

Bab 7. Bayangan Masa Lalu

Henry kehabisan kesabaran. Ia terpaksa mengingatkan Sonya tentang kebenaran hubungan yang mempertemukan mereka. Perjodohan Sonya tak lepas dari bisnis.

Sonya menyadari bahwa cinta Henry kepadanya tidak tulus. Ia percaya bahwa Henry akan mudah dikalahkan setelah ketidakhadiran Amanda, tetapi kenyataannya Henry masih belum memiliki keinginan untuk menikah lagi setelah enam tahun bercerai.

"Menjengkelkan!" Sonya marah atas perlakuan Henry terhadapnya. Wanita itu bangkit dan menatap tajam ke arah kekasihnya.

Alih-alih takut dengan kemarahan Henry, Sonya justru menantang Henry. Dia yakin bahwa tunangannya akan melakukan semua yang dikatakan ibunya. Dan karena itulah dia akan terus mendekati calon mertuanya.

"Mengapa kamu marah? Aku seharusnya marah karena kamu sudah bertindak terlalu jauh." Henry mengangkat tangannya. "Kembalikan ponselku!"

Henry tercengang melihat wanita di depannya. Bukannya meminta maaf, wanita itu malah marah.

'Dia sangat berbeda dengan Amanda. Sangat berbeda,' pikir Henry.

Sonya mengembalikan ponsel Henry yang diambilnya. "Kamu sangat menyebalkan, Henry!"

Henry tidak mau lagi menanggapi kata-kata Sonya. Ia memasukkan benda pipih itu ke dalam saku jasnya. Kemudian, ia kembali fokus pada pekerjaannya.

"Aku sudah bicara panjang lebar, tapi kamu tidak peduli! Kamu malah melihat layar ponselmu dan tersenyum-senyum sendiri! Dengan siapa kamu berkirim pesan?!"

"Aku tidak perlu menjawab pertanyaan yang sama berulang kali," kata Henry, "aku sudah menjelaskan bahwa aku berkirim pesan dengan William."

"Bohong! Kamu pasti berkirim pesan dengan wanita lain? Sudah jelas dari ekspresi wajahmu! Aku tunanganmu, tapi kenapa kamu lebih peduli dengan wanita lain daripada aku?!" Sonya mulai mengomel, dan Henry bingung.

"Apa yang kamu bicarakan Sonya? Aku tidak berkirim pesan dengan wanita mana pun."

"Aku tidak percaya padamu!" Sonya memarahi.

Henry terdiam sejenak. Dia tidak bisa terus membuat Sonya marah karena dia akan segera mengadu pada ibunya dan bersikeras untuk menikahinya. Dan dia tidak ingin hal itu terjadi.

Apalagi ia telah bertemu kembali dengan wanita yang dicintainya. Meski terkadang luka itu masih terasa jika mengingat perselingkuhan istrinya. Namun semua itu tidak dapat menghapus rasa cintanya kepada Amanda.

Henry berdiri dari tempat duduknya dan mengambil kunci mobil di mejanya.

"Maaf, aku sedang banyak masalah. Ayo kita keluar, aku juga butuh hiburan." Henry harus mengalah agar Sonya bisa tenang. "Belanjakan sebanyak yang kamu mau agar kamu bahagia dan tidak terus berpikiran buruk tentang aku."

Henry mulai bersikap sedikit romantis agar Sonya tidak terus mencurigainya, tapi ternyata Sonya malah semakin curiga.

"Serius? Kamu mau mengajakku belanja?" Sonya tidak bisa mempercayai perubahan sikap tunangannya yang tiba-tiba, tetapi dia menyukainya dan berharap dia akan terus menjadi sangat baik.

Henry mengangguk sambil tersenyum. "Ayo kita pergi sekarang, sebelum aku berubah pikiran."

Henry berjalan keluar dari kantor CEO, diikuti oleh Sonya. Meskipun dia senang karena Henry tiba-tiba mengajaknya berbelanja, Sonya yakin bahwa tunangannya menyembunyikan sesuatu.

"Sekarang kamu hanya berpura-pura bersikap baik, tapi suatu hari nanti kamu akan bertekuk lutut di hadapanku, Henry," pikir Sonya. Ia tidak akan menyerah untuk mendapatkan cinta Henry seutuhnya.

'Sangat sulit untuk berpura-pura baik padanya, tapi aku harus melakukannya agar Sonya tidak curiga,' kata Henry dalam hati.

Henry dan Sonya tiba di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Mereka memasuki sebuah toko pakaian dengan merek terkenal.

"Pilihlah yang kamu suka." Henry duduk di sofa hitam. "Aku akan menunggumu di sini."

"Apa kamu tidak mau membantuku memilihkan baju yang tepat untukku?" tanya Sonya.

"Aku paling tidak suka melakukan pekerjaan perempuan," jawab Henry ketus.

Bukan karena dia tidak menyukainya. Dia hanya teringat saat melakukan semuanya bersama Amanda.

"Apa kamu ingat mantan istrimu?" tanya Sonya sambil menarik salah satu sudut bibirnya ke atas, mencibir kekasihnya, "tidak semua wanita seperti dia. Kelihatannya alim dan manis, tapi ternyata ular berkepala dua." Kata-kata Sonya membuat Henry tidak senang.

Meski yakin Amanda berselingkuh, Henry tidak bisa mengubur rasa cintanya pada mantan istrinya itu.

"Jangan banyak bicara!" kata Henry, "Aku akan membantumu memilih." Pria berjas biru tua itu bangkit dari tempat duduknya.

Henry mengikuti di belakang Sonya. "Aku menyesal telah mengajaknya berbelanja. Seharusnya aku berikan saja uangnya,' pikir Henry.

"Bagaimana menurutmu?" Sonya bertanya pada Henry sambil memakaikan sebuah gaun bermotif bunga ke tubuhnya. "Apakah ini cocok untukku?"

Henry memandangi gaun yang dipegang Sonya, lalu mengacungkan jempolnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Sonya mengambil gaun lain dan meminta pendapat Henry lagi, tapi Henry menunggu untuk menjawab pertanyaannya karena dia sibuk dengan ponselnya.

'Tidak salah lagi. Pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu dengan bersikap manis seperti ini kepadaku,' kata Sonya dalam hati.

"Aku bertanya padanya, tapi dia hanya sibuk dengan ponselnya. Dengan siapa dia berkirim pesan?" gumam Sonya kesal.

Henry tidak menyadari bahwa Sonya telah memperhatikannya. Ia terus menatap layar ponselnya.

"Apa kamu tidak bisa serius denganku? Kamu yang mengajakku berbelanja, sekarang kamu malah sibuk dengan ponselmu sendiri." Sonya melemparkan gaun di tangannya ke arah Henry.

"Maafkan aku, Sonya. Aku tadi menelepon William untuk segera datang ke kantor karena ada rapat satu jam lagi. Dia harus datang untuk menggantikanku." Henry memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

Henry kembali menemani Sonya memilih pakaian di toko, namun pikirannya melayang jauh ke bayang-bayang Amanda di masa lalu.

Ia teringat kejadian enam tahun lalu ketika ibunya menunjukkan foto-foto istrinya dengan seorang pria. Pertengkaran hebat pun tak terhindarkan. Henry tidak dapat menahan emosinya karena bukti-bukti yang ada begitu jelas.

"Bagaimana mungkin wanita seperti dia masih dipertahankan sebagai istri, sudah jelas-jelas dia berselingkuh!" hardik Nyonya Vena, ibu kandung Henry.

Henry melihat foto-foto di tangan ibunya satu per satu. Ia tak kuasa menahan amarah ketika melihat kemesraan Amanda dengan pria lain. Ia sakit hati karena dikhianati oleh wanita yang sangat dicintainya.

"Ceraikan istrimu segera karena dia sudah menginjak-injak harga diri keluarga. Dia sudah miskin dan tidak tahu diri. Saya tidak ingin memiliki menantu yang selingkuh."

"Tolong dengarkan aku, aku akan buktikan bahwa foto-foto itu bukan aku." Amanda memeluk Henry sambil menangis. "Percayalah padaku."

Henry menepis tangan Amanda. Cintanya pada istrinya sangat besar, tetapi foto-foto tidak senonoh itu benar-benar menghancurkan hatinya tentang istrinya dengan selingkuhannya.

"Kamu tidak bisa mengelak lagi. Bukti perselingkuhanmu sudah terbongkar." Nyonya Vena mengambil foto-foto itu dari tangan Henry, lalu melemparkannya ke wajah menantunya.

"Aku bersumpah aku tidak pernah melakukan itu, Bu. Itu bukan aku. Aku yakin ada seseorang yang ingin menghancurkan pernikahan kami."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status