Share

3. Ragu

Kedua bocah kembar semakin memperhatikan Rafael yang membacakan cerita hingga keduanya menoleh karena suara dehaman di belakang mereka.

“Sudah malam, sebaiknya kalian tidur,” ucap Alden dengan lembut membelai puncak kepala kedua anak kembar itu.

“Baik, Kek,” sahut kedunya segera bangkit dan berlari menuju kamarnya.

Yui menoleh dan melihat Kakek Alden masih berbincang dengan Rafael. Pria jangkung yang lebih tua itu duduk di sebelah Rafael. Entah apa yang mereka bicarakan, paman dari gadis yang kini sedang memperhatikannya terlihat membuang muka seakan apa yang sedang mereka bicarakan bukanlah hal yang menyenangkan.

“Yui, ayo!” ajak Yuan memanggil kembarannya untuk segera ke kamar.

“Hei, menurutmu apa cerita itu benar?” tanya Yui menyusul Yuan dan mereka berjalan bersama menuju ke kamar mereka.

“Aku tidak tahu, tapi ada yang aneh dengan cerita Istana Es. Kisahnya menggantung dengan akhir yang menimbulkan banyak pertanyaan. Mungkin saja itu kisah nyata atau hanya rekaan,” jawab Yuan.

Mereka masuk ke dalam kamar dan naik ke tempat tidur masing-masing setelah selesai mencuci muka dan kaki. 

“Yui, menurutmu kenapa mereka mengundangku ke istana?” tanya Yuan.

Yuan menoleh ke arah Yui memperhatikan raut muka kembarannya yang terlihat berpikir sesuatu.

“Bukankah Kak Razen sudah mengatakannya. Mereka ingin melihat langsung kandidat raja. Kaulah kandidat raja tersebut, Kak Razen yang mengusulkan,” jawab Yui. Gadis ini menarik selimut dan menutupi tubuhnya hingga dagu. “Selamat malam, Yuan,” ucap Yui saat merebahkan diri dan memejamkan mata.

“Yui ....” Yuan masih ingin berbincang, suaranya terhenti saat melihat kembarannya sudah menutup mata dan bersiap ke alam mimpi.

“Tidurlah, Yuan, sudah malam,” balas Yui tanpa menoleh ke arah Yuan.

“Yui, besok kau ikut, kan?” tanya Yuan. Suara Yuan terdengar lirih hampir samar-samar. 

Yui mendengar dengan jelas ucapan Yuan meskipun dia mengucapkannya samar-samar sehingga membuat gadis dengan rambut terurai panjang itu bangun dan menyingkap selimutnya. Dia mendekati Yuan dan berbisik, “Jangan takut, aku akan selalu bersamamu.”

“Menurutmu, kalau kita mendapatkan harpa apakah dunia ini akan lebih baik?” tanya Yuan yang kembali membuka percakapan. Yui hanya menggelengkan kepalanya.

“Yuan! Ini sudah malam, kita bicarakan besok. Kurasa itu bisa saja terjadi.” Yui terhenti sesaat, dia teringat kembali ingatan di benua lain dimana pohon kehidupam tumbuh. “Harpa dari Ergions, aku mengenal Moura. Dia elf pohon kehidupan. Jika memang benar harpa itu digunakan untuk menutrisi pohon kehidupan maka sudah pasti tanah di sini bisa kembali seperti dulu. Pohon itu mengambil kristalmu, kau ingat? Dia bahkan meminta jiwaku untuk nutrisinya, maka bisa dipastikan harpa itu memiliki kekuatan yang cukup kuat,” terang Yui.

“Bagus, sepertinya ada harapan, kita hanya perlu mencari harpa itu. Aku sudah mencoba menggunakan Gnome dan juga para spirit tapi ada beberpa kondisi tanah yang tidak bisa dipulihkan,” balas Yuan merasa senang mendengar jawaban Yui.

 “Selamat malam, Yui.”

Gadis manis itu kembali memandangi wajah yang sama dengan dirinya. Wajah Yuan yang kini memejamkan mata terlihat begitu damai. Yui tersenyum kemudian mengecup kening Yuan dan mengucapkan selamat malam. Dia kembali ke tempat tidurnya setelah melihat Yuan benar-benar tidur. Baru saja matanya terpejam, Yui mendengar langkah kaki memasuki kamarnya. Suara langkah kaki yang sangat familiar.

“Yui, Yuan, kalian sudah tidur?” ucap Rafael memeriksa keduanya. Melihat kedua anak kembar yang tidak menyahut bahkan tidak bergerak dari posisinya, Rafael mengambil kesimpulan jika keduanya sudah tidur.

“Selamat malam, Yui,” ucap Rafael menaikkan posisi selimut Yui. Sementara gadis itu masih menahan matanya supaya tidak terbuka.

“Selamat malam, Yuan,” ucap Rafael yang melakukan hal yang sama, merapikan selimut Yuan yang sudah berubah karena gerakan tidur Yuan. Yuan sudah tertidur saat itu. Namun, gerakan selimut yang dilakukan Rafael membuat kesadaran Yuan kembali.

Langkah kaki Rafael menjauh dan Yui membuka matanya. Dia menatap ke arah pintu yang sudah tertutup. “Paman,” gumam Yui. Ada desiran rasa dihatinya, rasa yang membuat jantungnya selalu berdegup kencang setiap kali dia berada di dekat pria jangkung yang dipanggilnya paman.

Melodi indah seakan mengalun setiap kali dia memandang pria itu. Rafael begitu tampan dilihat dari sisi mana pun. Namun, hubungan paman dan keponakan tidak bisa ditolerir, itu adalah hubungan terlarang.

“Aku tidak bisa meneruskan semua ini, kenapa harus paman, kenapa aku jatuh cinta padanya?” 

Yui tidak tahu harus berbuat apa, batinnya berkecamuk di luar kuasanya. Dia selalu berusaha tampak biasa di depan pria itu. Malam itu, Yui bergelung dengan pikirannya dan tertidur setelah lelah merayapi tubuh. Dia tidak menyadari jika Yuan tengah memperhatikannya. 

Suara ayam dunia bawah masih menjadi misteri bagi kedua anak kembar ini. Mereka selalu terjaga setelah mendengar suara ayam yang berkokok dengan nada tidak biasa.

“Selamat pagi, Yui,” sapa Yuan sembari menguap dan menggeliat.

“Pagi, Yuan,” balas Yui ceria.

Yuan menoleh ke arah saudarinya, dia selalu kagum dengan keceriaaan Yui yang bagai matahari terbit, begitu menyilaukan.

“Bisa-bisanya dia seperti ini, padahal semalam dia terlihat akan menangis,” batin Yuan menghela napasnya. 

“Yuan!” bentak Yui yang melihat Yuan menghela napas. “Dengar, jangan menghela napas karena kebahagiaan akan berkurang, kau harus selalu ceria, ayo mana senyumanmu!” seru Yui.

Yuan terpaksa tersenyum, meskipun wajah mereka kembar, tetapi senyuman Yuan tidak pernah bisa terlihat manis seperti Yui, apalagi memiliki wajah ceria seperti mentari pagi.

“Senyumlah yang benar, Yuan, bukan seperti itu,” protes Yui.

“Ini sudah tersenyum,” pungkas Yuan yang segera mengakhiri percakapannya dan kabur dengan alasan panggilan alam sekalian mandi.

Yuan mengguyur rambutnya dengan air dingin, dia tidak merasa kedinginan meskipun masih terlalu pagi untuk mandi. Bulir-bulir air berseluncur menyejukkan kulit, membuat pikiran lebih jernih.

“Apa mereka bisa menerimaku, mengakuiku sebagai makhluk dunia bawah,” batin Yuan.

Pikiran Yuan mengelana, dia membayangkan bagaimana orang-orang selama ini menatapnya dengan tatapan berbeda. Dia sudah biasa dipandang sinis manusia saat di Silverstone. Baru merasa nyaman dan merasa tenang selama bersama dengan Yui dan Rafael yang menerima dirinya apa adanya. Tatapan penduduk padanya saat dia berubah menjadi sosok yang disebut Raja Kegelapan juga membuatnya takut. Pandangan mereka yang melihatnya bak monster ganas membuat hati Yuan seakan tertusuk duri-duri tajam.

“Sampai kapan kamu mandi, Yuan!” teriak Yui sembari mengetuk pintu kamar mandi membuyarkan semua pikiran yang sedang bermain dalam benak Yuan.

“Tunggu sebentar!” balas Yuan segera mengakhiri mandinya dan keluar dengan handuk melilit tubuhnya.

“Kalau kau ke bawah duluan, katakan pada Paman kalau aku akan sedikit terlambat. Itu semua gara-gara kau mandi terlalu lama. Kau juga tahu kan wanita mandi cukup lama. Satu lagi, jangan ganggu sampai aku keluar,” ucap Yui dan dijawab anggukan oleh Yuan.

“Oh ya, satu lagi, aku mau roti dengan keju hari ini bukan strawberry atau pun coklat,” lanjut Yui. Gadis itu menutup pintu kamar mandi dan terdengar suara gemericik air dari dalam.

Yuan kembali menghela napasnya, dia tersenyum dengan semua ocehan Yui. Hanya gadis inilah yang membuatnya nyaman, dia sendiri tidak tahu harus bergantung kepada siapa lagi selain saudarinya. 

“Kalau Yui menikah suatu hari nanti, bagaimana denganku,” gumam Yuan. Dia akan merasa kehilangan jika semua itu terjadi, tetapi akan berbeda jika Yui bersama Rafael karena mereka berdua adalah orang yang sama-sama dia sayangi. Namun, keduanya tidak seharusnya bersama.  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status