Share

2. Menemukan Lixue

Angin bertiup lembut membawa udara dingin yang menusuk hingga ke tulang. Para prajurit dengan baju tambahan berupa jubah tebal dari bulu binatang membungkus tubuh mereka. Namun, rasa dingin masih saja berhasil menyentuh kulit yang tak terlindung. Salah satu dari mereka melepaskan jubah tebal yang terbuat dari bulu binatang.

“Yang benar saja, danau ini pasti dingin sekali,” protes prajurit yang dipaksa untuk masuk ke dalam danau oleh rekan-rekannya.

Mereka melakukan undian untuk memutuskan siapa yang masuk ke dalam danau. Mereka mencari harpa ajaib yang kabarnya ada di sekitar tempat ini. Sebuah kisah dongeng tentang Istana Es yang tenggelam di danau tersebut membuat mereka dipaksa mencari keberadaannya. Mereka harus memeriksa dasar danau untuk melihat istana tersebut benar-benar ada, termasuk mencari keberadaan harpa.

Kedua prajurit yang kalah saat melakukan undian dengan terpaksa masuk ke dalam air. Sebelumnya keduanya diberikan barrier pelindung untuk melindungi mereka dari dinginnya air dan juga tetap bisa bernapas saat menyelam. Sementara mereka yang berada di permukaan menunggu sambil terus menggosok kedua tangannya untuk mendapatkan kehangatan.

“Apa yang dipikirkan Tuan Leiz, meminta kita mencari harpa di tengah cuaca dingin seperti ini?”

Prajurit di sebelahnya terlihat menghembuskan napasnya di kedua tangan, uap mengepul dari mulutnya. “Dia terus saja berbicara tentang harpa, harpa ajaib katanya,” balas prajurit tersebut.

Helaan napas panjang terdengar dari seorang prajurit. “Aku benar-benar tidak percaya Tuan Leiz mempercayai cerita dongeng.”

Mereka sudah hampir satu bulan berada di benua itu. Sebuah benua yang terpisah dari benua utama. Benua ini tertutup es abadi dan hampir tidak ada penghuni. Banyak prajurit yang menganggap Penasehat Kerajaan Leiz Schwarz sudah kehilangan akal sehatnya karena terus mencari benda dalam dongeng.

Harpa ajaib dari negeri para elf, harpa itu diyakini memiliki kemampuan untuk mengembalikan kesuburan tanah. Sebuah harapan tanah yang sudah terkontaminasi dapat kembali pulih setelah usahanya memanggil Raja Kegelapan gagal. Suara dentingan harpa yang bernah terdengar di benua tak berpenghuni ini membuat kisah harpa ajaib kembali mencuat. Hal itu pula yang diyakini oleh Leiz hingga dia mengerahkan prajurit kerajaan untuk mencari benda ajaib tersebut.

“Cepat tarik talinya!” seru salah satu dari prajurit tersebut.

Angin semakin kencang saat tali yang mereka ikatkan pada kedua prajurit yang menyelam ke dalam danau bergerak-gerak. Mereka menarik tali tersebut bersama-sama. Sesuatu yang ganjil terasa, tali itu terlalu berat saat ditarik, bahkan ada sepuluh prajurit yang menariknya dengan susah payah.

“Apa itu!” seru mereka yang berada di permukaan.

Kedua prajurit yang menyelam membawa naik sebongkah es seukuran manusia. Mereka membawa makhluk penghuni benua ini. Di dalam balok es tersebut terlihat sosok asing yang berbeda dengan penghuni benua utama.

“Lihat, rambutnya putih,” ucap salah satu prajurit yang mendekati balok es tersebut.

Salah satu dari prajurit tersebut berteriak, “Hubungi Tuan Leiz, katakan kita menemukan apa yang dia cari!”

Dua prajurit mengangguk dan berlari ke arah berlawanan dari danau tempat mereka bekerja. Keduanya menuju sebuah rumah semi permanen yang dibangun mendadak di tempat itu satu bulan yang lalu.

“Tuan ... Tuan Leiz!” teriak prajurit tersebut. Dia memberi salam kepada pria yang menjadi atasannya sebelum melapor.

“Ada apa?” balas pria tersebut saat melihat dua orang prajurit datang menghadap dirinya.

“Kami menemukan sebuah balok es yang di dalamnya terdapat seorang pemuda dengan rambut seputih salju,” jawab salah satu dari keduanya.

Pria yang sudah memiliki usia lebih dari satu abad itu mulai berdiri lalu berjalan mendekati pria pembawa pesan. “Kau bilang apa?”

“Kami menemukan seorang pemuda yang membeku di danau,” ucap pria itu sedikit terbata dan bergetar melihat Leiz yang menatapnya tajam.

Pria dengan rambut mulai memutih sebagian itu berdiri tegak, senyumannya terkembang. Akan tetapi kedua prajurit yang ada di depan Leiz bergidik melihat lengkungan tipis menyerupai seringai yang dilanjutkan dengan tawa lepas.

“Akhirnya ketemu juga,” ucap Leiz dengan senangnya, “apa dia membawa harpa?” tanya Leiz selanjutnya menatap pria yang menyampaikan pesan. Matanya menatap keduanya bergantian. Sementara kedua prajurit itu hanya menggelengkan kepala.

“Tidak ada!” teriak Leiz geram, dia langsung meninggalkan pembawa pesan.

Leiz berjalan tergesa-gesa serta sedikit berlari menuju tempat pemuda yang ditemukan prajuritnya. Leiz berhenti dan mengamati sebuah balok es besar seukuran manusia. Seperti yang dikatakan pembawa pesan, pemuda dalam balok es tersebut memiliki rambut putih seputih salju.

“Lixue,” gumam Leiz memperhatikan bongkahan balok es bening yang membungkus pemuda tersebut. Dia pun mendekat dan menyentuh balok es besar tersebut dan perlahan es tersebut mencair.

“Apa ini, dia bahkan tidak basah meskipun tenggelam,” batin Leiz memperhatikan pakaian pemuda yang diduga sebagai Lixue tersebut. Leiz mendekatkan tangannya hingga menyentuh sesuatu yang tak kasat mata menyelubungi pemuda tersebut.

“Barrier,” gumamnya.

“Tuan Leiz.” Seorang prajurit memberanikan diri memanggil pria dengan rambut yang sebagian sudah memutih. Pria yang dia panggil menoleh dengan kesal.

“Ada apa?” jawab Leiz menoleh ke arah prajurit tersebut.

Prajurit tersebut menunjuk ke arah lain dan mata Leiz mengikuti ke arah yang ditunjukkan, matanya menyipit dan melihat sekelebat bayangan dari jauh.

“Blackdragon, apa yang dia lakukan di sini,” gumam Leiz saat melihat sosok familier yang baru saja masuk ke dalam hutan. Leiz berbalik lalu mengangkat pemuda di depannya seorang diri.

“Siapkan kereta kuda, kita kembali ke istana sekarang!” perintah Leiz.

“Baik!” jawab serentak prajurit yang berada di sekitar Leiz.

Mereka bergegas mengemasi semua perlengkapan dan menyiapkan kereta kuda. Sementara itu Leiz membawa pemuda itu ke tempat peristirahatannya. Dia meletakkan pemuda itu di atas tempat tidur secara perlahan. Tangan Leiz menyentuh sebuah anak panah di punggung pemuda itu.

“Tidak salah lagi, dia pasti Lixue, tetapi di mana harpanya?” gumam Leiz. Dia mencabut anak panah tersebut dan seketika barrier pelindung pemuda itu menghilang.

Leiz memperhatikan pemuda itu perlahan membuka matanya. Dia masih belum merespon keberadaan Leiz yang duduk di pinggir tempat tidurnya.

“Di mana ini?” ucap pemuda itu menoleh ke arah Leiz lalu kembali memindai ruangan asing tempatnya berada saat ini.

“Tenanglah, kau aman,” balas Leiz dengan ramah.

Leiz terlihat seperti seorang kakek yang penyayang dan lembut, dia membelai pemuda itu untuk menenangkannya.

“Tuan Leiz!”

Seorang prajurit masuk tanpa mengetuk pintu membuat pemuda yang baru saja siuman tersebut menjadi waspada. Matanya nyalang dan dalam sekejab dia membekukan prajurit tersebut. Pemuda itu masih siaga saat Leiz ternganga melihat kecepatan serangannya.

“Es, kekuatan es yang luar biasa,” gumam Leiz memperhatikan pemuda di sebelahnya yang saat ini sudah mengubah posisinya. Dia tidak lagi berbaring, tetapi sudah membuat kuda-kuda untuk siap menyerang.

“Tenang,” ucap Leiz berusaha membuat pemuda di depannya tenang. “bisakah kau mengembalikan pria itu? Dia anak buahku,” pinta Leiz berhati-hati bicara karena pemuda di depannya bukanlah orang biasa.

Pemuda itu menatap Leiz. Sesaat kemudian dia kembali rileks dan mengembalikan prajurit tersebut seperti semula. Prajurit itu melihat kode yang diberikan Leiz dan segera meninggalkan ruangan tersebut.

“Siapa namamu?” tanya Leiz perlahan.

Pemuda itu tidak langsung menjawab, dia memperhatikan ruangan tempatnya berada saat ini, setelah merasa aman, pemuda itu duduk kembali di sebelah Leiz.

“Lixue,” jawab pemuda itu, “ada yang mengejarku,” lanjutnya. Pemuda bernama Lixue itu terdiam seperti sedang berpikir. “Aku terjatuh.”

Pemuda itu terlihat bingung, dia kembali menatap Leiz dengan sepasang mata bulat kehitaman lalu bertanya, “Siapa Anda?”

“Namaku Leiz. Anak buahku yang menemukanmu tenggelam di dasar danau,” balas Leiz.

“Kau mencari harpa?” tanya Lixue masih menatap Leiz.

Leiz tersenyum lembut, dia melepas jubah tebal dari bulu binatang dan memakaikannya ke tubuh ramping Lixue. “Lebih baik pulihkan dirimu, kau terlihat kedinginan,” ucap Leiz sebelum melanjutkan menjawab pertanyaan Lixue dia memanggil pelayannya untuk menyiapkan semangkok sup hangat.

“Menurutmu, apa aku mengincar harpamu?” tanya Leiz. dia melihat Lixue mengeratkan jubah pemberiannya. senyuman Leiz terkembang.

Seorang pelayan masuk dengan semangkok sup yang diberikan kepada Leiz. “Makanlah, kau perlu menghangatkan tubuhmu terutama perutmu yang kosong selama ini,” ucap Leiz. Dia hendak menyuapi Lixue, tetapi pemuda itu menolak dan mengambil mangkok tersebut dan memakannya sendiri.

“Terima kasih atas kebaikan Anda,” balas Lixue berusaha memberikan sebuah senyuman. Dia masih belum bisa mempercayai pria tua di depannya. Namun, kebaikan kecil Leiz meluluhkan hati Lixue.

“Aku memerlukan harpa itu untuk rakyatku. Tanah kami tandus dan mereka mulai kelaparan,” lanjut Leiz dengan wajah memelas, menunjukkan kepeduliannya kepada rakyat kecil yang kelaparan.

“Apakah itu benar?” sambung Lixue, dia tidak percaya sebelum melihat dengan mata kepalanya sendiri.

Leiz tersenyum lembut dan menepuk pundak Lixue. “Aku tidak akan memaksamu, kau tidak perlu terburu-buru, satu hal saja yang perlu kau ingat berhati-hatilah dengan keluarga Blackdragon. Merekalah yang mengincar harpamu.” Leiz memberikan informasi palsu tentang keluarga Blackdragon.

Senyuman Leiz mulai terkembang saat Lixue terlihat mulai nyaman bersamanya. “Kau akan memberikan harpa itu untukku tanpa perlu kupinta,” batin Leiz merasa yakin.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rai Seika
teka teki? emang ada?
goodnovel comment avatar
Sari N
keren kak. penuh teka-teki. baca terus sambil belajar sedikit2 ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status