Share

Bab. 4 Ilmu Batin

Tempat yang penuh keramaian. Orang-orang memiliki kesibukan sendiri. Berjualan, mendagangkan dagangannya. Ya, itu adalah sebuah pasar kecil. Pasar kecil yang terletak di sebuah Desa. Yohan yang sedari tadi berjalan, masih belum mengenali tempat di mana dia berada.

'Ini memang bukan Kota Tebing Tinggi.'

'Bahkan pakaian dan logat bicara mereka sangat aneh'.

Yohan terus berjalan memperhatikan sekeliling pasar. Mencari-cari petunjuk yang bisa membantunya. Tak jauh dari posisi Yohan ada dua orang pria ribut yang menarik perhatian orang-orang sekitar.

"Bhaha! Subin! Berani sekali kau menantangku lagi. Apa kau tidak jera kalah dariku kemarin!" hardik seorang pria dewasa bertubuh tinggi. Rambutnya gondong halus. Ada bekas luka yang cukup besar di matanya. Luka itu menjelaskan kalau orang ini sudah banyak mengalami pertarungan.

"Apa kau bodoh, Raven! Aku sekarang akan membalasmu! Kemampuan batinku sudah mencapai tingkat level 2. Sekarang akan kuberi pelajaran mulut sombongmu itu sialan!"

Seorang pria berotot bernama Subin, rambut acak-acakan, memakai kaos kutang dan celana panjang warna hitam membalas ucapan raven sembaring tersenyum.

"Bhaha! Hanya karena kau sudah mencapai level 2, kau pikir sudah bisa mengalahkanku?!" Raven mengambil ancang-ancang posisi siap bertarung.

"Lihat saja sialan!"

Subin maju dengan cepat, melancarkan pukulan tangan kanannya ke arah wajah Raven. Tap! Raven menangkis serangan itu dengan telapak tangan kirinya. Benturan aura energi terjadi antara kedua tangan itu. Raven melancarkan pukulan tangan kanannya.

'Bugh'

Subin menepis pukulan dengan menyilang tangannya. Terjadi lagi benturan aura energi. Setiap kali mereka berbenturan, selalu menimbulkan suara yang menakjubkan. Terutama karena aura energi.

Melepas pertahanannya, Subin mengangkat tangan kanannya untuk menyerang kembali. Tapi Raven melakukan putaran badan, dan menendang perut Subin menggunakan kaki kanan. Bugh! Suara terdengar dari tendangan Raven, membuat Subin mundur beberapa langkah karenanya.

"Whooaah!"

Teriak para penonton. Ternyata tanpa di sengaja orang-orang mulai berkerumun menonton mereka. Menikmati pertarungan kedua orang tersebut. Termasuk Yohan, ikut menonton pertarungan itu. Ia tertegun, melihat sesuatu yang baru pertama kali di lihatnya.

Raven melihat telapak kirinya yang terasa berdenyut.

"Bhaha, oi sialan! Ini bukan kemampuan level 2 biasa!" ucapnya tersenyum melihat Subin, sambil memegangi tangan kirinya.

"Hoo, tentu saja. Karena aku sudah mencapai level 3,"

Subin memasang ekspresi dengan penuh kesombongan. Ekspresi Raven terkejut mendengar pernyataan Subin. Mengetahui lawan bertarungnya sudah di atas levelnya.

"Sialan, dari siapa kau belajar?"

"Hah? Tentu saja, kau tak perlu tahu sialan!" cetus Subin yang ekspresi wajahnya semakin menjadi semakin sombong. "Bagaimana, kejutan dariku?!"

"Bhaha! Kau pikir ini sudah cukup untuk mengalahkanku?!"

Raven maju bergerak cepat ke depan, bersiap melancarkan pukulan. Subin tersenyum, dia juga sudah bersiap melancarkan kepalan tangannya yang sudah terisi energi. Saat pukulan mereka hampir beradu. Raven melepas kepalan tangannya dan mengubah serangannya menangkap pergelangan tangan Subin. Subin terkejut tak menduga itu, dengan cepat tangannya ditarik dan lutut Raven mendarat di dagu Subin.

'Gawat'

Bugh! Subin yang terkena serangan di dagu, kehilangan keseimbangan dan jatuh terhempas ke tanah.

"Whoaaahh hebat!" Para penonton bersorak saat melihat pertarungan itu.

"Bhaha, Subin. Kau benar-benar berpikir kalau aku akan beradu tinju denganmu yang sudah level 3 dasar bodoh!" Raven tertawa cekikikan, melihat Subin yang jatuh di tanah. Air matanya hampir saja keluar.

"Sialan, dasar pecundang," Subin yang jatuh memegangi dagunya yang kesakitan. Ini adalah kekalahannya yang ke sekian kalinya.

"Bhaha!, Yang kalah tetaplah pecundang!"

Raven sembari mengulurkan tangan, membantu Subin bangkit. Orang-orang yang menonton mulai bubar satu per satu karena pertunjukan telah berakhir. Subin melemparkan sekantung beras ke arah Raven.

"Kau sampai berusaha untuk ke tahap level 3, apa kau ingin masuk ke barisan prajurit kerajaan?" tanya Raven sembari menangkap sekantung beras dari Subin. Namun Subin tak menggubris pertanyaan tersebut.

"Yah terserahmu apa yang ingin kau lakukan," Raven mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Lain kali aku akan mengalahkanmu sialan!" ucap Subin sambil tersenyum.

"Bhaha, aku selalu siap menerima Subin!"

Subin melihat lawannya pergi menjauh, duduk di pinggiran jalan. Beristirahat karena habis bertarung. Yohan yang penasaran tanpa pikir panjang mendekati orang yang tak di kenalnya.

"Paman, tadi itu hebat sekali! bagaimana Paman melakukannya?" Yohan tak bisa menahan rasa ingin tahunya.

"Hah?! kau ini siapa?"

"Namaku Yohan Paman! " jawab Yohan dengan semangat. Ia masih menunggu jawaban atas pertanyaan yang ia ajukan.

Melihat cara berpakaian Yohan dan logatnya yang aneh. Subin merasa memahami sesuatu.

"Sepertinya kamu ini bukan orang daerah sini ya,"

Yohan hanya mengangguk kepala. Meskipun ia merasa curiga terhadap anak itu. Tapi ia tidak terlalu memperdulikan hal tersebut.

"Itu tadi adalah aura energi, lebih tepatnya di sebut kemampuan batin,"

"Kemampuan batin?" tanya Yohan penasaran. Ia tak paham dengan jawaban yang di berikan Subin. Tapi yang pasti baginya itu adalah sesuatu yang terlihat keren.

"Apa aku juga bisa melakukannya Paman?"

"Haah?! Ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan Bocah. Butuh latihan dan konsentrasi penuh untuk bisa membuka wadah batin," ucap Subin menjelaskan lagi.

'kruyuk-kruyuk'

Itu suara perut Subin yang kelaparan.

"Ah sial, sehabis mengeluarkan banyak tenaga, Aku jadi lapar,"

Subin memegangi perutnya. Terik matahari siang itu membuatnya semakin lapar. Mengingat waktu di siang hari adalah hukumnya untuk waktu makan siang.

'kruyuk-kruyuk'

Perut Yohan juga mengeluarkan bunyi.

"Haah?! Kau juga lapar Bocah?" Yohan yang di tanya begitu hanya menunduk malu memegangi perutnya.

"Sial! Ayo Bocah, aku akan mentraktirmu makan!" Segera Subin sembari bangkit dari posisinya. Yohan mengangkat kepalanya menatap Subin dengan ceria dan mengikutinya berjalan.

***

Di sebuah kedai makan.

"Fuaah! Kenyangnya. Paman ini uangnya!" Teriakan Subin sampai kepada penjual mie.

"Bocah, itu sudah kubayar sekalian!" ucap Subin pada Yohan.

"Terima kasih Paman!" jawab Yohan sembaring menundukkan kepalanya sebagai bentuk terima kasih. Saat dia mengangkat kepalanya, Subin sudah menghilang dari pandangannya.

***

Subin kembali ke kediamannya, yaitu rumahnya. Kembali melakukan pekerjaannya. Mengkapak kayu. Itu adalah pekerjaannya setiap hari. Tak terasa waktu sudah sore. Sebelum matahari terbenam. Dia biasa menyempatkan diri untuk duduk bersila di atas batu besar dekat rumahnya melakukan meditasi. Keheningan di sekitar membuatnya semakin nyaman.

'Srrekk-srreek'

Subin membuka matanya. Telinganya mendengar sesuatu yang tak biasa. Dia merasa di semak-semak, ada sesuatu yang mengganjal. Dia mencoba mendekati semak itu.

'Gluduk-gluduk'

Langit mengeluarkan suara alamnya. Menunjukkan kalau sebentar lagi mungkin akan turun hujan. Terlihat langit mulai gelap, awan gelap bergulung-gulung di langit dihembus angin begitu cepat. hawa dingin mulai menusuk ke tulang-tulang.

"Siapa disana?!"

Dia ingin memeriksa. Tapi mengurungkan niatnya karena berpikir mungkin itu hanya tupai hutan.

Malam hari tiba. Hujan mengguyur membasahi bumi. Katak dan jangkrik mengeluarkan suara khas mereka, membuat suasana malam yang sangat familiar. Subin di dalam rumah, melakukan meditasi karena tidak ada kegiatan.

'Sial betulan hujan. Jika saja tidak hujan, aku bisa keluar untuk minum-minum.'

'Srrek-srrek'

Subin lepas dari meditasinya. Dia mendengar suara itu lagi.

'Itu lagi! Aku yakin, aku tidak salah.'

Subin bergegas menuju pintu dan membukanya. Namun dia terkejut dengan apa yang dia lihat.

"Kau..."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status