Share

Bab 3. Alam Lain(2)

Di bawah kaki Gunung, terdapat sebuah Gubuk kecil yang terlihat cukup nyaman untuk ditinggali. Di dalamnya, anak laki-laki yang terluka tadi berbaring di tempat tidur kasar yang terbuat dari bambu.

Kedua bola matanya sedikit—demi—sedikit terbuka hingga sempurna. Dia bangun. Memperhatikan sekelilingnya, menyadari badannya bertelanjang dada dan perutnya dibalut kain putih.

Sona yang lewat pintu kamar tak sengaja melihat anak laki-laki itu. Segera memanggil neneknya untuk segera datang.

Nenek yang mendengar suara Sona datang ke kamar dan melihat anak laki-laki itu. Anak laki-laki hanya berekspresi datar bingung menatap wajah mereka. Tergambar senyum di wajah nenek itu saat melihatnya baik-baik saja.

"Kamu tidak apa-apa Nak? apa perutmu masih sakit?" tanya nenek itu pelan menghampiri anak laki-laki itu.

"Nenek ini siapa?"

Anak itu bertanya balik tanpa mengindahkan pertanyaan si nenek.

"Nenek yang menyelamatkanmu dari Begu Ganjang!" jawab Sona sambil tersenyum.

Anak itu mulai mengingat kejadian sebelumnya. Dia paham kenapa bisa berada di sini. Nenek dan anak perempuan inilah yang telah menyelamatkannya dari makhluk mengerikan itu.

"Makhluk menyeramkan itu, namanya Begu Ganjang?"

"Benar!" jawab Sona.

Nenek yang masih belum mendengar jawaban bertanya lagi tentang nama anak itu.

"Yohan Nek," jawab Yohan singkat.

Nenek bertanya perihal mengapa Yohan bisa ada di dalam hutan itu. Itu adalah daerah terlarang. Banyak dedemit kuat yang bersemayam di sana. Dan untunglah, Yohan hanya bertemu dedemit sekelas Begu Ganjang. Yohan yang bingung tak tahu harus menjawab apa. Alih-alih mencoba mengingat kejadian sebelumnya.

"Kasihan sekali kamu Nak, Orang tuamu tinggal di mana?" tanya nenek itu dengan suara iba.

Yohan yang polos hanya bisa menjawab seadanya, apa yang ia ketahui, tak lebih dan tak kurang.

"Tebing Tinggi Nek,"

"Tebing sebelah mana?" tanya nenek.

Pertanyaan nenek membuat Yohan paham kalau nenek itu tidak mengerti apa yang di maksud Yohan.

"Bukan Tebing Nek, tapi di Kota Tebing Tinggi," jelas Yohan yang mencoba menjelaskan kepada nenek.

Si nenek kebingungan mendengar jawaban Yohan. Tidak ada nama seperti itu di daerah ini. Apa mungkin Yohan berasal dari tempat yang sangat jauh?.

"Kota Tebing Tinggi? Nenek belum pernah dengar nama tempat itu,"

Tapi mengetahui hal itu sekarang bukanlah yang terpenting. Karena yang paling utama adalah Yohan harus sembuh dulu.

"Beginilah Nak, Kamu istirahat saja dulu. Kamu pasti lelah. Nanti Sona akan membawakanmu sarapan" ujar nenek pergi keluar kamar diikuti Sona.

Di dapur, nenek menyiapkan makanan dibantu Sona. Wajahnya kebingungan. Terlihat jelas dia berpikir tentang sesuatu.

"Bagaimana bisa dia siuman secepat ini dengan luka yang di terimanya. Walaupun sudah kuobati tetap saja" nenek mencoba menerangkan sesuatu yang tak masuk akal baginya. Itu sudah jelas, anak kecil yang di tusuk perut seharusnya sudah mati. Bahkan di sana tidak ada obat-obatan dan peralatan canggih.

"Benarkah Nek?" tanya Sona mendengar penjelasan neneknya.

Benar. Seharusnya Yohan masih tidur tiga sampai lima hari lagi, tidak ada orang yang bisa siuman begitu mendapat luka dalam seperti itu. Dia sangat beruntung. Sona menatap neneknya yang terus sibuk menyiapkan makanan.

"Entahlah, Nenek juga tidak yakin,"

Wanita itu menyerahkan makanan untuk di bawa Sona. Ia segera pergi masuk ke kamar. Yohan duduk terbaring di atas tempat tidur masih mencoba mengamati sekitarnya.

"Hey namamu Yohan bukan? apa perutmu tidak terasa sakit?" tanya Sona meletakkan makanan di atas meja kecil dekat tempat tidur.

"Ya masih," Yohan merasa canggung. Pipinya memerah, ia tidak biasa bicara berdua dengan seorang gadis. Sebaliknya Sona pun begitu. Mereka sepertinya tidak biasa bicara dengan lawan jenis. Tapi sayangnya bukan itu yang membuat mereka sama - sama canggung.

Itu hanya karena Yohan yang terlihat keren bagi Sona dengan luka seperti itu dan Sona yang terlihat menawan seperti wanita yang sulit di dekati. Namun Sona adalah orang yang periang dan terbuka. Sehingga dia bisa mengesampingkan rasa canggungnya.

"Biasanya orang yang sudah ditusuk seperti itu bakalan mati loh?!"

Sona mencoba bercanda untuk memecah kecanggungan Yohan. Dan ternyata candaannya berhasil membuat Yohan sedikit bergidik takut.

"Tapi Kamu sangat beruntung karena masih hidup. Oh iya namaku Sona Tambunan" ucap Sona sambil tersenyum. Ia sadar kalau sebuah nyawa itu sangat berharga.

"Ini buka mulutmu aaa" Pintanya seperti memaksa sambil menyuapkan makanan ke mulut Yohan. Yohan yang canggung membuka mulut perlahan.

"Hey Yohan, bagaimana kamu bisa berada di dalam hutan itu sendirian?" tanya Sona sambil menyuapkan makanan ke mulut Yohan.

"Aku tak tahu. Sebelumnya aku di tengah jalan raya, lalu Ayahku memanggilku. Aku langsung berjalan ke arahnya tapi tiba-tiba ada cahaya menabrakku dan aku tak sadarkan diri. Saat aku terbangun, aku sudah berada di hutan itu"

Reaksi Sona sangat bingung. Alis matanya sedikit mengernyit. Cerita Yohan yang tidak masuk akal seperti cerita anak kecil yang berkhayal membuatnya ingin tertawa.

"Hah?! Cerita seperti apa itu. Hahaha! Gak masuk akal sekali!" ujar Sona sambil menyuapkan makanan ke mulut Yohan.

"Itu benar! Aku tak bohong," kata Yohan mencoba meyakinkan Sona. Namun ia yang tak lagi menghiraukan ocehan Yohan, mengalihkan pembicaraan dengan hal lain.

Perlahan terdengar suara tetesan air di atap rumah itu. Dan semakin lama semakin jelas, itu adalah rintik-rintik hujan. Tiba-tiba suara nenek terdengar memanggil Sona.

"Sona! Tolong kemari bantu Nenek angkat jemuran. Datang hujan!!" ucap nenek teriak di belakang rumah.

Suara gerimis yang mulai terdengar membuat Sona bangkit.

"Iya Nek! Sona ke sana!" teriak Sona dengan sigap meletakkan mangkuk makanan ke atas meja.

"Yohan kamu makan sendiri ya. Aku mau bantuin Nenek" ucap Sona sembari bergegas pergi menuju belakang rumah. Yohan bingung dengan situasi itu. Hanya menghela nafas.

Hari telah larut malam. Suara jangkrik sangat terdengar jelas di daerah pegunungan. Yohan masih terbaring di atas tempat tidur kasar yang terbuat dari bambu. Sementara nenek dan Sona tidur di kamar sebelah.

'Aku sedikit demi sedikit mulai paham. Kenapa aku berada di sini. Sepertinya ini bukan tempatku tinggal.'

'Tidak ada mobil, tidak ada motor, tidak ada jalan tol, bagaimana ini.'

Yohan berpikir dalam hati. Mencoba mengenali situasinya saat ini. Tapi Yohan sekarang hanyalah anak kecil yang polos. Ingatannya yang terhapus membuatnya lupa akan jati dirinya.

'Aku tak bisa terus berada di sini. Aku harus pulang.'

Yohan bergegas bangun dari tempat tidur. Keluar dari kamar. Memperhatikan seluruh isi ruangan. Di kamar sebelah nenek dan Sona tertidur pulas.

'Chik'

Rasa sakit di perutnya masih terasa walaupun tak separah sebelumnya.

Pagi yang cerah. Suara burung-burung berkicauan terdengar jelas di pohon-pohon dekat gubuk. Sona bangun karena kicauan burung-burung itu. Bergegas bangun berjalan ke kamar mandi. Namun saat ke kamar mandi ia melewati kamar Yohan. Dia merasa aneh saat melewati kamar itu. Sona berjalan mundur untuk melihat kamar Yohan.

"Haaaah?!"

Sona sangat terkejut. Ia masuk ke kamar dan melihat seluruh ruangan. Matanya memperhatikan ke sana kemari seperti mencari sesuatu.

"Nenek!" teriak Sona yang langsung membangunkan neneknya. Ia bergegas berjalan ke arah suara Sona. Perasaan neneknya yang kebingungan membuat ia semakin mempercepat langkahnya menemui Sona.

"Ada apa?"

Mata sona yang ketakutan menatap neneknya yang baru datang.

"Y-yohan Nek. Yohan tidak ada!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status