/ Romansa / Ranjang Panas Sang Presdir / Bab 2. Keputusan Gila

공유

Bab 2. Keputusan Gila

작가: Nuga Reader
last update 최신 업데이트: 2024-01-30 17:11:10

“Menikahlah denganku!”

Deg!

Jantung Dara berdetak cepat, dengan keringat dingin mengalir di dahinya. Sedang matanya membulat sempurna, tanpa berkedip menatap Alvian. 

“A-apa? Menikah?!” 

Bagaimana mungkin rival bisnisnya bisa menjadi suaminya? Yang benar saja!

“Iya, itupun kalau kamu mau. Aku tidak memaksa,” kata Alvian dengan wajah datar.

Walaupun suhu di ruangan itu begitu dingin, tapi suasana terasa panas bagi Dara.

“Yang benar saja! Itu tidak ada hubungannya dengan ini, Pak Alvian yang terhormat.” Dara meninggikan suaranya, karena ia begitu geram dengan tawaran yang diberikan, sedangkan ia sangat membutuhkan pertolongannya.

“Aku tidak memaksa Dara,” Alvian sekali lagi mengulangi ucapannya, lalu tersenyum santai menanggapi gadis itu.

“Aku tidak sudi!” sentak Dara kesal. Ia lantas melenggang pergi, membanting pintu ruang kerja Alvian untuk menyalurkan rasa kesalnya. 

Langkahnya terhenti saat ponselnya tiba-tiba berdenting, pertanda apa pesan baru yang masuk. Rupanya itu dari Alvian.

[Kalau berubah pikiran, silahkan datang kembali. Tawaran ini tidak ada masa kadaluarsa!] 

“Hish! Tak akan pernah aku menerima tawaran konyol itu!” gerutu Dara sebelum memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. 

Mengingat bagaimana mudahnya Alvian menawarkan pernikahan seolah itu adalah hal biasa membuat rasa kesal Dara semakin besar. 

“Beraninya dia mempermainkanku?!”

Dara mengendarai mobil menuju kediamannya dengan kecepatan penuh. Sesampainya di rumah, Mbok Susi langsung membuka gerbang.

“Terima kasih, Mbok,” ujarnya setelah turun dari mobil.

“Sama-sama, Non. Oh iya, Non, tadi ada paket lagi,” ucap Mbok Susi sembari memberikan satu buah kotak dan buket bunga daisy merah muda.

“Oh iya, Mbok. Terima kasih ya!”

Dara tampak memperhatikan bunga daisy berwarna merah muda yang dikirim seseorang entah siapa itu, dan membolak-balikkan bunganya, mencari catatan yang mungkin ditinggalkan pengiriman. 

Namun, tidak ada catatan apapun di sana. Dara penasaran dengan isi kotak, dan segera membuka, ternyata isinya lilin biru dan sebuah cincin. Dara mengambil isi kotak itu dan memperhatikannya dengan serius.

‘Apa arti semua ini? Siapa yang mengirimnya?’ batinnya bertanya-tanya. Dara sampai lupa dengan kekesalannya sesaat yang lalu karena kehadiran hadiah misterius itu. 

“Mbok, selama ini siapa yang mengirim paket ini? Kenapa setiap tanggal 21 selalu ada paket seperti ini?” tanya Dara, sembari memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit.

“Mbok juga ngga tau, Non. Kurir ekspedisi yang mengantarnya. Saya udah tanya siapa pengirimnya, dia bilang ngga tau, Non.”

Dahi Dara mengernyit. “Hmm ya sudah kalau begitu. Tolong buang paket ini ya, Mbok. Aku mau istirahat dulu,” kata Dara sambil berlalu. 

Gadis itu duduk di tepi ranjang, memijit keningnya yang berdenyut-denyut. Terlintas bayang-bayang semu, seperti sepasang kekasih yang sedang makan bersama dengan lilin biru.

‘Lilin biru?’ batin Dara tersentak. ‘Ya, lilin biru! Itu juga yang ada di mimpiku tadi saat di kantor. Apakah ada hubungannya denganku?’ 

Dara menggigit bibir gelisah. Apakah mimpi itu ada hubungannya dengan hadiah yang diterimanya?

“Memikirkannya benar-benar menyiksa!” gerutu Dara. Ia merebahkan dirinya di atas kasur.

Hari ini benar-benar menguras energi dan pikirannya. Kebun teh terbakar habis, tawaran Alvian yang gila, ditambah mystery box yang tidak tahu siapa pengirim dan apa maksudnya.

Tiba-tiba, ia teringat mimpinya tadi sore. Mimpi itu terasa begitu nyata, membuat wajah Dara memanas. Ia menyentuh bibirnya, membayangkan bagaimana bibir pria itu memagutnya dengan begitu lembut. 

“Astaga! Apa yang kupikirkan?!” Dara segera menggelengkan kepala untuk menyingkirkan pikiran kotor itu dan menepuk-nepuk pipinya.

Keesokan paginya, tubuh Dara terasa segar, karena tadi malam tidak memimpikan apapun. Dara meregangkan tubuhnya, lalu pergi bersiap untuk bekerja, karena hari ini begitu padat jadwalnya.

Ketika masih dalam perjalanan, Raisa menelpon. Dari suaranya, sekretarisnya itu terdengar panik.

“Halo, Bu. Gawat, semua pemilik saham terus-menerus telepon, Bu. Saya tidak bisa menghadapinya lagi!”

“Matikan semua saluran telepon sekarang. Saya sedang dalam perjalanan menuju kantor!” kata Dara lalu mengakhiri panggilan.

Ia mempercepat laju mobilnya membelah jalan raya. Dara menggigit bibir gelisah, bingung mencari jalan keluar atas masalah ini. 

Kebun teh itu adalah sumber utama untuk produksi white tea kemasan botol di perusahaan. Karena kebun teh terbesar sudah terbakar, maka operasi kantor pun akan berhenti. Belum lagi para customer meminta segera dikirim produk yang telah dijanjikan. Jika tidak dikirim segera, maka perusahaan sudah melanggar kontrak, dan harus ganti rugi sebesar lima kali lipat.

Perusahaan akan benar-benar bangkrut jika sampai terjadi seperti itu. Belum lagi para pemilik saham yang meminta uangnya dikembalikan. Memikirkannya membuat kepala Dara sakit. 

Tak lama, Dara pun sampai di kantor, dan disambut oleh Raisa yang sedikit berlari menghampiri Dara.

“Bu, bagaimana ini? Kemarin gimana, Bu? Apa berhasil meminta bantuan kepada Pak Alvian?” tanya Raisa yang mengikuti bosnya masuk ke dalam ruang kerjanya.

Dara hanya menggelengkan kepala, seketika emosinya membucah mengingat kejadian kemarin.

“Alvian itu sudah gila, Ra! Dia minta syarat yang mustahil aku penuhi,” ucap Dara begitu kesal.

“Memang apa syaratnya, Bu?” tanya Raisa.

“Aku harus menikah dengannya.” Jawaban Dara berhasil membuat mata Raisa membulat.

“Apa?!” Raisa terkejut mendengar penjelasan Dara.

“Gila, kan?!”

Raisa terdiam sejenak. “Tapi kalau dipikir-pikir, itu adalah tawaran yang menarik. Kenapa Ibu nggak terima aja? Toh Pak Alvian itu tampan dan juga mapan. Dari yang saya dengar, dia juga nggak pernah main wanita loh, Bu,” kata Raisa, membuat Dara langsung mendelik padanya.

“Kalau begitu, kamu saja yang menikah dengannya!” sentak Dara kesal. “Sudah, nyalakan kembali sambungan teleponnya!” 

Dengan sigap Raisa meletakkan kembali gagang telepon yang semula ia biarkan terbuka untuk menghindari telepon.

Benar saja, telepon berdering begitu sudah terhubung kembali.

Satu demi satu panggilan terus berlanjut. Semua pihak yang bekerja sama dengan perusahaan meminta pertanggungjawaban sesegera mungkin. Mereka tidak mau ikut dirugikan atas masalah yang terjadi. 

“Iya, Pak. Kami mohon maaf atas musibah ini. Perusahaan kami sedang mengupayakan yang terbaik. Kami akan usahakan kirim pesanan bapak secepatnya, tapi kami mohon kelonggaran waktunya, Pak.”

Dara mendengar Raisa menjawab panggilan dengan salah satu mitra mereka. 

Kedua gadis itu menghela nafas bersamaan saat panggilan berakhir. Mereka sama-sama putus asa. 

“Apakah aku harus benar-benar terima tawaran Alvian?” Dara memijit keningnya yang tampak kesakitan, membuat Raisa tak tega melihatnya.

“Bu, sebaiknya Ibu menemui Pak Alvian, kasihan para karyawan yang menggantungkan nasib pada perusahaan ini.”

“Kamu benar, Raisa. Aku tidak boleh egois. Banyak karyawan yang menggantungkan nasib di perusahaanku. Aku akan menemui Alvian. Selama aku pergi, aku titip kantor kepadamu!” 

Mendengar itu, Raisa tersenyum senang dan menghela nafas lega.

Setibanya di kantor Alvian, Dara mengetuk pintu sekali dan langsung membukanya tanpa menunggu izin dari si empunya kantor.

Melihat Dara datang dengan ekspresi dingin tak membuat Alvian merasa takut. Ia justru menyambutnya dengan sebuah senyum miring. 

“Hai, bagaimana Ibu Dara yang terhormat? Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan nada yang menyebalkan di telinga Dara.

“Aku menerima tawaranmu. Tapi dengan beberapa syarat,” kata Dara to the point, membuat Alvian menaikkan kedua alisnya ke atas.

“Hmm? Syarat yang kuberikan masih belum cukup? Ada syaratnya juga darimu?” katanya sambil terkekeh. “Baiklah, apa itu?”

Dara memberikan kertas perjanjian pernikahan kepada Alvian.

“Apa ini?” tanya Alvian.

“Baca saja!” jawab Dara dengan nada kesal yang tidak bisa disembunyikan.

“Point pertama, kedua, dan ketiga oke. Apa ini point keempat? Tidak ada sentuhan fisik?” tanya Alvian sambil menatap Dara lekat. “Itu sesuatu yang halal dalam pernikahan, Dara.”

Dara menghela napas panjang. “Aku mohon, turutilah permintaanku. Lagipula kita menikah bukan karena cinta. Aku melakukan ini demi bisnisku,” katanya dengan suara bergetar.

Melihat keputusasaan Dara, Alvian justru menyunggingkan senyum miring. “Baiklah. Aku setujui semua yang ada di kertas ini.”

Dara menghela napas lega. Tapi raut wajahnya tampak bingung ketika menatap Alvian. 

“Aku penasaran kenapa syaratnya harus menikah? Apa kau setidak laku itu?” tanyanya dengan polosnya, membuat Alvian terbahak mendengarnya. Tapi tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. 

“Jadi, kapan kamu bisa membantuku? Aku membutuhkannya segera,” desak Dara.

“Sabar, Dara. Aku akan membantumu setelah kita resmi menikah,” ujar Alvian dengan santai, membuat Dara berdecak kesal.

“Kalau begitu, kita menikah saja malam ini!”

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 19. Menyembunyikan kehamilan

    Clara jatuh lemas, dengan sigap Alvian memangkunya, dan mengalihkan pandangannya ke arah Dara nampak kaku dan memegang pisau yang terdapat noda darah. "Kau!" Alvian murka menunjuk ke arah Dara, Dara yang menyadari hal itu segera menjatuhkan pisau dalam genggamannya. "Tidak, bukan aku yang melakukan itu Alvian, percayalah kepadaku!" ucap Dara memohon, Dada nampak pucat. "Ikut aku!" Alvian berteriak sembari menggendong Clara memasuki mobilnya. Clara Nampak puas dan tersenyum mengejek Dara. Alvian berlari dan membawa Clara ke UGD. "Dok, tolong selamatkan dia!" Alvian panik, di sisinya ada yang lebih panik. Takut dengan tuduhan Clara, yang sama sekali tidak ia lakukan. "Tenang, Pak. Kami akan melakukan pemeriksaan dan tindakan, Bapak berdo'a saja dan tunggu diluar," ucap Dokter menenangkan Alvian. "Kalian harus menyelamatkannya! Jika tidak, aku akan menutup rumah sakit ini!" Sembari menarik kerang baju dokter, dan melepaskan setelah selesai memberi ancaman. "Ba-baik, Pak!

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 18. Fitnah kejam untuk Dara

    "Clara, ternyata dia tidak meninggalkanku," mendengar jawaban Alvian yang bersemangat itu membuat hati Dara terasa sakit, terlebih lagi ia tetap menatap ponselnya dengan senyum yang terus mengembang tanpa pedulikan Dara di sisinya. "Sepertinya aku sudah tidak penting lagi, lebih baik kamu bersama dia," ucap Dara mengabaikan perasaannya yang terluka. "Serius? aku boleh menikah lagi? aku boleh menikahi Clara," dengan semangat, Alvian menanyakan hal konyol itu, tentu saja Dara tidak sudi. "Iya," jawab Dara datar, justru Alvian menunjukkan wajah sebaliknya dari Dara, ia begitu senang. "Setelah kita bercerai!" lanjut Dara, dengan raut wajah sedih. "Tidak-tidak, kamu tetap milikku, aku tak akan melepaskanmu Dara," ucap Alvian dengan sorot mata tajam, membuat Dara bergidik ngeri. "Kenapa? Kenapa kamu menyiksa aku seperti ini? " lelehan bening mengalir dari sudut mata Dara tanpa permisi. Namun, hal itu tak membuat Alvian luluh, garis wajah tajam menyoroti Dara. "Sesuatu y

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 17. Kebimbangan Cinta Alvian

    "Kau tidak tahu cara berterima kasih Dara! akan aku ajarkan!" Dara beringsut mundur ke tepi ranjang, sedangkan Alvian mendobrak pintu kamar, hanya dengan sekali tendangan pintu itu terbuka. Mata Dara terbelalak melihat dada Alvian yang naik turun, Alvian murka. "Alvian," dikamar ber-AC itu Dara merasa panas, keringat mengalir di dahinya, ia benar-benar merasa ketegangan disana. Alvian mendorong tubuh Dara, dan menindihnya, Alvian sudah cukup menahan hasratnya selama ini. Dengan sekejap, Alvian merobek kemeja putih yang Dara kenakan, tampak kancing-kancing bertebaran ke sembarang arah. Alvian melanjutkan ke bagian bawah, sehingga Dara terlihat polos tanpa sehelai benang-pun. "Aku mohon, Al. Jangan!" Dara menggelengkan kepalanya, memohon belas kasihan Alvian, bulir air mata mengalir dari sudut matanya. Namun sayang, menurut Alvian tidak ada lagi toleransi. Tanpa pemanasan terlebih dahulu, Alvian langsung menerobos inti tubuh Dara dengan miliknya yang sudah menegang. "Aaaaa

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 16. Haus Akan Cinta

    "Tidak, Alvian jangan lakukan ini," Dara meringis terasa sesak. "Kamu istriku, dan sudah tidak ada lagi kontrak perjanjian kita, aku bebas melakukannya denganmu," "Tapi, kita tidak menikah sungguhan, kita menikah bukan karena cinta!" ucap Dara sembari terisak, Dara tidak ingin di perlakukan dengan kasar. Alvian melepas cengkramannya, dan berdiri menghadap Dara yang sudah berantakan. "Baiklah, jika kamu tidak ingin melayaniku," Alvian berlalu pergi dan membanting pintu, saat ini ia sangat kesal karena hasratnya harus ditunda, sedangkan ia sangat tak tahan. Dara sedang menonton televisi diruang santai, lalu dengan santai Alvian berjalan dengan seorang wanita cantik namun pakaiannya sangat terbuka, Alvian merangkul pinggang wanita itu dengan mesra, membuat Dara terbelalak terlebih lagi ketika mereka masuk ke kamar Alvian dan Dara. Tak terasa air mata Dara menetes, lalu ia memilih pergi, sebelumnya ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 10 malam. Dara tak ingin mendengar at

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 15. Bukti Kejahatan Elshiana

    "Dara adalah Istriku, aku yang lebih berhak atasnya," merekapun berlalu pergi. Entah mengapa, Alvian mencium sesuatu yang berbahaya bagi Dara, maka dari itu Alvian harus menjauhkan Dara dari orang yang bukan kepeecayaan Alvian. Setibanya mereka di panthous, Alvian langsung menurunkan koper Dara dan membawanya ke kamar, dan Dara bingung karena disana ada barangnya Alvian. Melihat kebingungan Dara, Alvian berinisiatif memberi tahunya tanpa harus Dara bertanya. "Sekarang kita satu kamar!" ketika Dara hendak berkata, Alvian langsung memotongnya, seakan tahu apa yang akan Dara ucapkan. "Tidak menerima penolakan! dan satu lagi, kamu dilarang masuk ke kamar berpintu biru!" ucap Alvian benar-benar tal terbantahkan. Dara tak menyangka akan tetap tinggal dengan seseorang yang merebut perusahaannya. 'Dia benar-benar kejam!' ucap Dara dalam hati. Sedangkan Alvian sedang menerima telepon diluar. [Sudah ku duga, selama ini mereka tidak sebaik yang kulihat, terima kasih Sinta, aku minta hard

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 14. Masa Lalu Yang Datang Kembali

    Dara bergegas mebuat perjanjian perceraian, dimana disana dituliskan pihak wanita tidak menuntut harta apapun. Karena Dara ingin prosesnya lebih cepat, jika ia menginginkan perusahaanya di kembalikan pasti Alvian akan menolaknya mentah-mentah, Dara akan memikirkan cara lain untuk mengambilnya kembali. Di sore harinya Dara datang kembali ke perusahaan, dan disana Alvian sedang bersama Collega bisnis perempuan, dengan penampilannya yang sexy, terlihat sekali dia mencoba menggoda Alvian. ‘Cih, dasar lelaki hidung belang,’ batin Dara, ada rasa gemuruh panas di hatinya. Alvian melihat kehadiran Dara dan menyuruhnya duduk di sofa dengan menggunakan matanya, Dara mengerti maksud alvian. Namun, entah Alvian sengaja atau tidak, Dara benar-benar dibuat menunggu lama sekali tanpa diberi minum, bahkan Dara saat ini benar-benar mendidih melihat Alvian yang diam saja disentuh oleh wanita genit itu. Dara sama sekali tidak di anggap sebagai istrinya, membuat hatinya terluka, dan berdiri sambil me

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status