Perlahan Alvian melepas semua pakaian Dara,lalu pakaiannya sendiri. Melihat Dara tidak ada penolakan, Alvian mengulumsenyum.Sehingga Alvian leluasa melancarkan aksinya,karena Dara pun menerima. Membalas setiap ciuman, serta desahannya membuat gairahAlvian semakin bangkit. 30 menit berlalu, hanya suara desahan danerangan yang terdengar di kamar rahasia Dara. Hingga pada akhirnya merekaberdua melenguh panjang pertanda klimaks telah mereka dapatkan. Dara masihsetengah sadar, dan merasa kejadian yang baru saja dia alami hanyalah mimpi.Dara melanjutkan tidur.Sementara Alvian tersenyum getir, ada rasasesal di hatinya. Melakukan hubungan suami istri diam-diam seperti ini.Bergegas Alvian membersihkan diri di toilet yang ada di kamarnya. Lalumerapikan penampilannya. Tak lupa, sebelum ia meninggalkan kamar Dara, Alvian memasangkan kembali pakaian Dara yangtelah ia lepas, dan pergi begitu saja tanpa mematikan lilin biru miliknya. "Hah, rasanya nyaman sekali. Tubuhkuterasa lebi
Alvian terdiam mendengar ucapan sang dokter. Ia menelan ludah dengan susah payah, lalu kembali menatap dokter itu."Lalu bagaimana, Dok? Apa bisa kembali semua ingatan istri saya yang hilang?" tanyanya sambil menautkan kedua alis. "Bisa saja. Namun, akan butuh waktu. Saat ini kondisinya lemah, mudah pingsan karena terlalu berusaha untuk mengingat. Harus diwaspadai, jangan sampai membuatnya depresi kembali. Karena jika hal itu terjadi, kemungkinan memorinya tidak akan kembali lagi," jelas dokter. Alvian nampak berpikir langkah apa yang harus ia ambil, karena jika salah ambil tindakan, bisa berakibat fatal bagi Dara. Seketika hati Alvian terasa sakit, Dara tidak mengingat apapun tentangnya. Bagaimana rasanya, seseorang yang sangat dia cintai, tapi justru melupakannya? "Baiklah, Dok. Apakah ada lagi yang harus saya ketahui?" "Untuk saat ini, cukup. Nanti jika ada perkembangan, akan saya infokan," jawabnya sambil menjabat tangan Alvian, dan menepuk bahunya mengisyaratkan agar tetap ku
Mata dara membulat sempurna, sedangkan jantungnya berdetak tak karuan, ada perasaan aneh di hatinya. mungkinkah Darapun mencintainya? Namun, pernyataan itu dibantah, dan Dara menentang isi hatinya. "Kenapa? atau jangan-jangan kamu sudah suka kepadaku, ya?" tak berhenti disitu saja Alvian menggoda Dara. Alvian terlihat senang melihat wajah Dara yang memerah."Terserah kau saja, Al!" Dara memalingkan wajah yang terasa panas, rasanya tak sanggup untuk sekedar menatap Alvian. setiap kali menatap matanya, nampak tak asing bagi Dara. Aroma tubuh Alvian pun menyeruak, membawa dara kedalam alam bawah sadar. 'Aku mengenal wangi dari parfum Alvian. Ya, pria dalam mimpiku memiliki aroma yang sama. Atau jangan-jangan, dia itu—' batin Dara, yang dengan cepat Dara menggelengkan kepala. Menolak, jika pria dalam mimpinya itu Alvian, Dara tak terima jika pria dalam mimpinya yang ia rindukan itu adalah Alvian."Apa yang kamu pikirkan didalam kepala cantikmu itu?" ucap Alvian menyadarkan lamunan Dara.
"Mommy, Daddy i miss you!" ucap Dara yang masih memeluk kedua orang tuanya. Pelukan Dara disambut hangat oleh keduanya. Sedangkan Alvian tersenyum melihatnya."Oh iya, Mom, Dad. Ini suamiku namanya Alvian," ucap Dara memperkenalkan suaminya. Alvian mencium tangan dan memeluk ramah kepada keduanya.Barack, Ayahnya Dara membalas perlakuan hangat dengan ramah, tapi tidak dengan Ibunya, nampak ketus. Namun, hal itu tidak di sadari oleh Dara."Yasudah, sayang kamu istirahat dulu ya!" pinta Elshiana Ibunya Dara. Sembari menuntun lengan Dara untuk memasuki kamarnya."Em, Pak, eh Mas Alvian, aku ke kamar dulu ya," Dara terlihat bingung dengan panggilannya untuk Alvian, tidak ingin semuanya terlihat oleh orang tua Dara, Dara ingin terlihat seperti pasangan suami istri seperti pada umumnya. Alvian menyadari kecanggungan Dara, lalu ia hanya mengangguk dan tersenyum."Papah juga baru sampai, lebih baik beristirahat dulu! Mau saya buatkan teh?" ucap Alvian kepada Barack."Boleh, tolong buatkan ya!
"Kyaaaaa, Wajahmu kenapaa? Seperti Monster," Dara mendorong dengan kuat, Alvianpun terperanjat dan memegangi wajahnya yang terasa panas dan perih.Dara terus memandangi Alvian yang berlalu pergi ke arah cermin di kamar Dara."Shit! Aku lupa meminum obat," Alvian menghubungi Dokter pribadinya untuk datang ke rumah Dara."Ka-kamu kenapa Alvian?" tanya Dara gugup melihat kondisi Alvian yang mengerikan. Kemudian Alvian mendekati Dara dan duduk di sebelahnya."Aku alergi, makanya kulitku seperti ini," ucap Alvian, sembari mengusap kulit di lengannya yang mulai terasa gatal. Dara nampak memandangi Alvian dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Wajah Alvian merah, dengan bibir dan kelopak mata bengkak, seperti seorang yang disengat lebah."Alergi apa? aku carikan obat untukmu, ya!" tanya Dara heran sekaligus ada rasa khawatir. Ketika Dara hendak melangkahkan kaki, lengan Alvian mencegahnya."Sudah, tak apa. Sebentar lagi Dokterku akan datang. Aku alergi udang, kau ingat tadi aku makan dengan
"Apakah itu kamu? Pria Misteriusku?" ucapnya dengan suara lirih. Namun tiba-tiba mata Alvian terbuka lebar.Membuat Dara benar-benar terkejut dan tak berkutik."Jika memang benar itu aku, apakah Kau akan mencintaiku dan merindukanku seperti kau merindukan pria misteriusmu itu?" Alvian mengunci tatapan Dara, mereka saling pandang dalam jarak yang sangat dekat, jantung Dara berdegup kencang, membuat lidahnya terasa kaku."Apa buktinya jika itu anda?" tanya Dara serius.Alvian bangkit dari ranjang, kemudian membuka laci di nakas kamar Alvian, ia meraih sebuah lilin biru dan menyalakannya lalu diiletakkan di sudut meja di kamar Dara.Dara yang melihat Alvian melakukan hal tersebut, sangat shock dibuatnya, perlahan beringsut mundur ke sudut ranjang, dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, sembari memeluk tubuhnya sendiri, Dara sangat ketakutan.Alvian tak menghiraukan Dara yang ketakutan, yang ada di pikirannya saat ini adalah, Alvian ingin membuktikan bahwa dialah sosok yang selalu
"Bukankah, itu impianmu? bercinta di alam bebas seperti ini?" Alvian tersenyum lenbut."A-apa? jadi kau mengajakku kemari untuk itu?" Dara beringsut mundur karena merasa takut."Tidak, sayang. Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu! Aku hanya ingin bicara dari hati ke hati denganmu," Alvian memeluk Dara lembut, dan tidak ada penolakkan darinya.Dara mencoba percaya dengan apa yang diucapkan Alvian."Lebih baik kita duduk dulu di sana," Alvian mendudukkan Dara di tikar yang sudah disiapkan. Lilin biru menyala diatasnya, wanginya begitu menenangkan, menyatu dengan harum khas dari alam.Alvian membukakan minuman untuk Dara, "Beristirahatlah dulu, pasti kau lelah saat dalam perjalanan kesini," ucap Alvian yang kini duduk bersanding bersama Dara dengan santai, keduanya menatap ke arah Danau. Disana hanya ada mereka berdua, dan tanpa Dara ketahui, tempat itu merupakan salah satu asset milik Alvian.Keduanya larut dalam damainya nuansa alam, sehingga tidak ada yang mengeluarkan sepatah kat
"Kenapa melamun begitu Dara?" tanya Alvian membuyarkan lamunan Dara."Eh, nggak kok. Siapa yang melamun? Aku mau bersih-bersih dulu, Mas." Dara melenggang pergi ke kamar mandi.Ketika Dara hendak menutup pintu kamar mandi, Alvian menahan pintu tersebut."Hei, Mas. Apa yang kamu lakukan? tanganmu bisa terjepit pintu!" Suara Dara sedikit kencang karena terkejut dengan tingkah suaminya."Tunggu, Dara. Tolong bukakan pintunya ya!" Alvian mendorong sedikit lebih kencang, namun tidak sepenuh tenaganya, karena takut Dara terjatuh."Astaga, Mas. Kenapa sih kamu, Mas?" Sambil membuka pintu kamar mandi."Aku juga mau mandi, kita mandi bareng aja ya! Biar cepet," Sembari masuk ke kamar mandi tanpa permisi."Kyaaa, Hei tidak bisa!" pekik Dara.Dara mencoba mendorong Alvian keluar, namun usahanya sia-sia, malah Dara yang yang kini terjerembab dalam pelukannya, tanpa bisa melawan dan Alvian menyalakan shower air hangat, menambah keintiman keduanya. Mereka masih mengenakan pakaian lengkap yang kini