Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 135. Kehancuran yang Tak Terelakkan

Share

Bab 135. Kehancuran yang Tak Terelakkan

Author: Quennnzy
last update Last Updated: 2025-08-31 19:43:16

Api merah itu membakar lebih kuat, lebih liar. Alura dan Arga, terperangkap dalam pusaran energi yang begitu dahsyat, bertarung dengan kekuatan yang tidak bisa diukur dengan kata-kata. Setiap gerakan mereka mengubah ruang di sekitar, menciptakan gelombang kejut yang merusak dinding batu, mengguncang tanah, dan menggema ke dalam kedalaman yang tak terlihat.

Alura berdiri tegak, tubuhnya terasa semakin berat, seperti beban tak terhingga sedang menekannya. Namun, dalam kekuatan yang mengalir dalam tubuhnya, ia merasakan kehadiran Arga lebih jelas dari sebelumnya. Meski sosoknya telah berubah, meski kekuatannya semakin gelap, bagian dari dirinya yang dulu ia cintai masih ada. Hanya saja, kini ia terperangkap dalam bayangannya sendiri.

“Arga!” teriak Alura, suara penuh dengan keteguhan. “Aku tidak akan membiarkanmu hancur dalam kegelapan ini!”

Dengan satu lompatan, Alura meluncurkan api merah yang memancar dari kedua tangannya, menciptakan gelombang energi yang bergerak cepat ke arah Ar
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 154. Darah yang Tertinggal

    Lorong reruntuhan itu semakin dalam, dinding-dindingnya menutup rapat seakan menelan siapa pun yang berani masuk. Alura berjalan paling depan, cahaya api merah-hitam di tubuhnya menjadi satu-satunya penerang. Rafael dan Arga mengikuti di belakang, langkah mereka berhati-hati, mata tak henti menyapu kegelapan. Suasana terasa menekan. Udara begitu berat, bercampur dengan bau besi tua, darah kering, dan debu yang entah sudah berusia berapa ribu tahun. “Tempat ini seperti… penjara,” gumam Arga. Rafael menjawab dengan suara rendah. “Bukan penjara. Lebih tepatnya makam. Tapi bukan makam yang tenang, ini makam yang masih lapar.” Alura menoleh sekilas, jantungnya berdegup. Kata-kata Rafael terasa tepat. Setiap langkah membawa mereka semakin dekat pada sesuatu yang menunggu dengan sabar. Semakin dalam, lorong itu mulai melebar. Dari kegelapan, terbuka sebuah ruangan luas, atapnya tinggi menjulang, penuh dengan ukiran-ukiran aneh yang sudah pudar. Di tengah ruangan, ada sebuah lingkaran be

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 153. Ujian dari Bayangan

    Langkah mereka bergema di antara pepohonan terakhir sebelum hutan kelabu berakhir. Di depan mata, reruntuhan kota itu terbentang bagaikan luka yang terbuka di permukaan bumi. Pilar-pilar setengah runtuh menjulang, dinding-dinding batu yang retak seakan berusaha berdiri meski waktu sudah lama meninggalkan mereka. Alura menghentikan langkahnya. Ada sesuatu yang menggema di dalam kepalanya. Bukan suara manusia, melainkan bisikan yang menyerupai desir angin bercampur jeritan halus. “Tempat ini… masih hidup,” gumamnya. Rafael mengangguk singkat. “Tentu saja. Kota ini tidak pernah benar-benar mati. Ia menunggu pewaris yang layak.” Arga menatap reruntuhan itu dengan wajah tegang. “Pewaris?” Rafael melirik Alura. “Kau tahu maksudku. Setiap batu di tempat ini dibangun dengan darah iblis. Mereka tidak akan menerima siapa pun kecuali ratu mereka. Atau… menghancurkan siapa pun yang berani mengaku layak.” Alura mengepalkan tangannya. Ia bisa merasakan desakan dari dalam dirinya, api merah-hi

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 152. Mahkota dari Luka

    Pagi datang lambat di hutan kelabu. Kabut tipis menggantung rendah, menutupi tanah yang masih hangus dari pertempuran malam sebelumnya. Alura membuka matanya perlahan, merasakan tubuhnya kaku, setiap ototnya berteriak minta berhenti. Tapi tidak ada waktu untuk berhenti. Dia menoleh. Arga masih terbaring di sampingnya, wajahnya pucat, tapi napasnya lebih teratur daripada semalam. Rafael duduk tegak, meski matanya menandakan ia sempat terlelap beberapa saat. Api kecil di tengah lingkaran batu sudah padam, hanya menyisakan abu. Alura bangkit dengan langkah gemetar. Udara pagi dingin menusuk kulit, tapi ada sesuatu yang lain, sebuah desakan di dalam dirinya, seperti bisikan yang selama ini ditahan kini berani menyuarakan diri. “Alura,” suara Rafael terdengar dalam, dingin seperti biasa. “Kau tidak boleh memaksakan tubuhmu.” Alura menoleh, matanya berkilat. “Kalau aku terus menunggu sampai tubuhku sempurna, kita akan mati. Aku tidak bisa lagi hanya berjalan mengikuti arus. Aku harus be

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 151. Api yang Tersisa

    Udara malam di hutan kelabu masih membawa sisa panas pertempuran. Tanah yang terbakar menyisakan bau arang, dan pepohonan mati berdiri kaku seperti saksi bisu atas apa yang baru saja terjadi. Api kecil yang Alura nyalakan di tengah lingkaran batu nyaris padam, hanya menyisakan bara merah yang berdenyut pelan. Alura duduk bersandar pada batu besar, napasnya berat, tubuhnya gemetar. Luka di lengannya masih mengucurkan darah tipis, tapi ia tak punya tenaga untuk menutupinya. Di sampingnya, Arga terbaring dengan mata setengah tertutup, kulitnya pucat seperti kertas, bibirnya pecah-pecah. Rafael berdiri tak jauh, menatap hutan yang kini sepi. Tubuhnya penuh luka sayatan, pedangnya patah, tapi sorot matanya tetap dingin, seakan kelelahan tidak pernah punya tempat di dalam dirinya. “Untuk sementara, mereka berhenti,” katanya datar, suaranya serak. “Tapi itu bukan akhir. Bayangan seperti itu tidak pernah benar-benar mati.” Alura menoleh perlahan, suaranya nyaris hilang. “Kita butuh… waktu

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 150. Ratapan dari Hutan Kelabu

    Api kecil yang dinyalakan Alura berderak pelan, sinarnya menari di wajah mereka bertiga. Hening yang menekan sejak senja tidak kunjung mencair, hanya diisi oleh napas berat Arga dan pandangan tajam Rafael yang tak pernah benar-benar beristirahat. Namun malam itu tidak memberi mereka kelonggaran. Suara ratapan kembali terdengar. Kali ini lebih dekat, lebih jelas, seakan berasal dari sela pepohonan mati di pinggiran reruntuhan. Bukan sekadar suara, tapi gema yang menusuk telinga, membuat udara di sekitar mereka bergetar. Alura refleks berdiri. Api di depannya bergetar, hampir padam. “Rafael…” bisiknya pelan. Pria itu sudah bangkit sebelum namanya dipanggil. Tangannya terulur ke gagang pedang retak yang masih ia bawa, matanya menyipit ke arah hutan kelabu. “Mereka sudah di sini.” Arga, meski tubuhnya masih lemah, berusaha berdiri juga. Alura segera menahan lengannya. “Tidak, kau belum siap.” Tatapan Arga keras. “Aku tidak bisa hanya duduk diam.” “Kalau kau memaksakan diri, kau ak

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 149. Langkah Pertama di Dunia Baru

    Udara pagi di atas reruntuhan Vellen Thar terasa asing. Cahaya matahari menembus celah awan kelabu, tapi bukannya membawa hangat, sinar itu justru menyoroti betapa hancurnya tempat itu. Pilar-pilar megah yang dulu tegak kini runtuh jadi bongkahan, dan tanah yang sempat bergetar karena kegelapan kini hanya meninggalkan retakan yang tak akan pernah pulih. Alura berdiri dengan tubuh masih gemetar, tapi matanya lurus ke depan. Luka-lukanya belum sembuh, darah di pakaiannya sudah mengering, tapi tekadnya membuat langkah pertama keluar dari reruntuhan itu terasa seperti kemenangan kecil. Di belakangnya, Arga berjalan perlahan. Wajahnya pucat, tubuhnya setengah ditopang oleh dinding, tapi ia tidak berhenti. Tatapannya kadang kosong, kadang penuh, seolah masih berperang dengan dirinya sendiri. Rafael menyusul paling belakang. Tubuhnya tegak meski luka dalamnya belum terbalas. Ia membawa pedang yang sudah penuh retakan, namun tetap menyorotkan aura dingin yang sama. Dari ketiganya, hanya di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status