Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 58. Cermin yang Tak Menampilkan Wajahmu

Share

Bab 58. Cermin yang Tak Menampilkan Wajahmu

Author: Quennnzy
last update Last Updated: 2025-07-23 08:36:15

Bayangan itu tidak mengikuti cahaya. Ia berdiri sendiri.

Langkah Alura terhenti di tengah lorong batu, di mana dinding-dindingnya bergerak seperti napas makhluk hidup. Udara di Gerbang Kedelapan bukan hanya dingin, tapi juga berisi - berisi tatapan. Bukan hanya mata yang melihatnya, tapi ingatan, penghakiman, luka-luka yang belum pernah dibalut.

Di belakangnya, suara langkah Arga berhenti hampir bersamaan.

“Tempat ini…” bisik Rafael, matanya menyapu dinding yang perlahan berubah warna dari kelabu menjadi merah pekat. “...menolak logika.”

“Bukan logika yang ditolak, Rafael,” ucap Alura pelan. “Yang ditolak… adalah kebenaran.”

Arga menatapnya, dalam dan ragu. Ia menyipitkan mata, menatap wajah Alura seakan mencari sesuatu yang hilang. “Kau terdengar seperti seseorang yang lain.”

Alura tidak menjawab. Ia berjalan pelan lagi, menyusuri lorong yang kini mulai menampilkan bayangan mereka sendiri, tapi bayangan itu tidak menirukan gerakan mereka. Mereka berdiri kaku, mengawasi, menghak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 58. Cermin yang Tak Menampilkan Wajahmu

    Bayangan itu tidak mengikuti cahaya. Ia berdiri sendiri. Langkah Alura terhenti di tengah lorong batu, di mana dinding-dindingnya bergerak seperti napas makhluk hidup. Udara di Gerbang Kedelapan bukan hanya dingin, tapi juga berisi - berisi tatapan. Bukan hanya mata yang melihatnya, tapi ingatan, penghakiman, luka-luka yang belum pernah dibalut. Di belakangnya, suara langkah Arga berhenti hampir bersamaan. “Tempat ini…” bisik Rafael, matanya menyapu dinding yang perlahan berubah warna dari kelabu menjadi merah pekat. “...menolak logika.” “Bukan logika yang ditolak, Rafael,” ucap Alura pelan. “Yang ditolak… adalah kebenaran.” Arga menatapnya, dalam dan ragu. Ia menyipitkan mata, menatap wajah Alura seakan mencari sesuatu yang hilang. “Kau terdengar seperti seseorang yang lain.” Alura tidak menjawab. Ia berjalan pelan lagi, menyusuri lorong yang kini mulai menampilkan bayangan mereka sendiri, tapi bayangan itu tidak menirukan gerakan mereka. Mereka berdiri kaku, mengawasi, menghak

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 57. Cermin yang Retak

    Langkah-langkah mereka tak lagi memiliki irama. Arga berjalan lebih lambat, seolah setiap batu yang dipijaknya menyimpan sejarah yang ingin ia hindari. Rafael, dengan tatapan yang tak pernah benar-benar meninggalkan punggung Alura, seperti menanti sesuatu entah kehancuran atau pengkhianatan. Alura sendiri berjalan paling depan, tubuhnya tegak tapi aura di sekelilingnya terasa berbeda. Gerbang Kedelapan telah menggoreskan sesuatu ke dalam dirinya. Ia tak banyak bicara, hanya sesekali menoleh, seolah memastikan kedua pria di belakangnya tidak lenyap ditelan bayang-bayang reruntuhan Vellen Thar yang kian memutarbalikkan logika waktu dan ruang. Udara menjadi dingin, seperti embusan dari dunia yang tak seharusnya dijamah manusia. Di hadapan mereka, lorong batu membelah menjadi tiga arah. Masing-masing lorong menghembuskan angin berbeda, satu membawa aroma darah yang telah lama mengering, satu lagi penuh dengan suara gemerisik seperti tawa anak-anak, dan yang ketiga... hening, nyaris

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 56. Nama yang Tidak Boleh di Ucapkan

    Lorong tempat Alura menghilang menutup dengan sendirinya, meninggalkan Rafael dan Arga di kegelapan yang lebih tebal dari sebelumnya. Bukan sekadar gelap karena tak ada cahaya, tapi gelap yang hidup, yang mengembuskan napas ke tengkuk, yang berbisik nama-nama dari masa lalu. Arga menahan napas. Tangannya menyentuh dinding basah di sampingnya. Batu itu berdenyut seperti nadi, seolah tempat ini bukan dibangun, melainkan dilahirkan. “Dia ke mana?” tanya Rafael akhirnya, suaranya serak, dingin. “Bukan ke mana. Tapi ke… sisi lain,” jawab Arga pelan. “Gerbang Kedelapan bukan hanya cermin, tapi juga jalur ke bagian dari dirinya yang belum pernah disentuh siapa pun.” Rafael mencengkeram gagang pedangnya, seolah menahan marah. Tapi bukan kepada Arga. Bukan juga kepada tempat ini. Melainkan kepada dirinya sendiri. Karena ia membiarkan Alura melangkah sendirian. Sementara itu, Alura berdiri di tengah ruangan yang terasa tak berbatas. Tidak ada lantai. Tidak ada langit-langit. Hanya semburat

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 55. Gerbang Kedelapan

    Langkah mereka terhenti di hadapan lorong batu yang hening, tak bernama, tapi seolah menyimpan nafas ratusan jiwa. Ruangan sebelumnya menghilang begitu saja, digantikan oleh dinding-dinding kelam yang tampak lebih tua daripada reruntuhan lain yang pernah mereka temui. Di langit-langit, akar-akar menggantung seperti tali jemput maut, dan udara menjadi lebih berat, seakan memaksa dada mereka untuk mengakui: inilah akhir dari penyangkalan. "Apa ini bagian terdalam dari Vellen Thar?" tanya Arga pelan, suaranya seperti direndam lumpur ketakutan. Tidak ada yang menjawab. Alura berdiri di depan, tubuhnya nyaris membeku. Mata ungunya memandangi sebuah ukiran pada dinding batu yang mulai retak, sebuah ukiran yang entah kenapa, terasa sangat… familiar. Bukan dalam ingatan, tapi di daging. Di tulang. Seolah dia sendiri yang pernah mengukirnya dalam kehidupan lain. “Ke mana kamu pergi, Silvanna… Mengapa kau tidak kembali saat kami memanggilmu?” Bisikan itu muncul lagi pelan, namun menusuk le

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 54. Hati yang Tersentuh Bayangan

    Langkah Alura terasa berat ketika ia meninggalkan ruang gelap tempat “mata” itu menatap. Udara di koridor sempit reruntuhan Vellen Thar kini lebih lembap, seakan baru saja dilewati sesuatu yang hidup dan bernapas. Rafael berjalan di sampingnya, diam, seolah kata-kata tak bisa menjelaskan apa yang baru saja mereka saksikan. "Apa kau melihatnya juga?" Alura bertanya akhirnya, suaranya rendah dan sedikit gemetar. Rafael mengangguk pelan. "Mata itu… bukan hanya simbol. Ia hidup. Ia menilai kita." Alura menarik napas dalam, tapi paru-parunya seolah menolak udara. Sejak mereka meninggalkan ruang itu, ada sesuatu yang ikut bersamanya. Bukan makhluk, bukan bayangan fisik melainkan sesuatu yang merayap perlahan di pikirannya. Suara yang berbisik bukan dengan kata, tapi dengan emosi. Dan setiap kali ia mencoba mengusirnya, bisikan itu menyelusup kembali seperti kabut dingin menyelinap ke celah-celah celana perang yang robek. Mereka sampai di ruangan kecil yang agak aman, dipenuhi reruntuhan

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 53. Mata dari Seberang Gerbang

    Langit di atas Vellen Thar masih kelabu seperti hari sebelumnya, tapi ada sesuatu yang berbeda pagi itu. Udara tidak hanya dingin, ia menggigit, menembus kulit dan menyusup ke tulang. Bahkan kabut yang biasanya diam, kini seolah bergerak perlahan, menyelinap masuk ke celah-celah reruntuhan, seperti makhluk hidup yang sedang mengintai. Alura berdiri di tepi sebuah lorong yang menganga di tengah kota kuno itu, jalan menuju bagian terdalam dari Vellen Thar. Tanahnya retak dan merah kehitaman, seolah pernah terbakar dari dalam. Rafael ada di belakangnya, diam, tapi waspada. "Ini jalur menuju Gerbang Keempat," gumam Rafael. "Tapi pagi ini... rasanya lain." Alura mengangguk pelan, seakan pikirannya ada di tempat lain. “Kau dengar itu?” bisiknya. Rafael mengerutkan dahi. "Dengar apa?" Telinga Alura menangkap suara samar seperti desah napas, atau mungkin desir kain menyentuh batu. Tapi saat ia menoleh, tidak ada siapa-siapa. Hanya reruntuhan, angin, dan kabut yang terus menebal. “Sudah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status