Share

2

Oh ya, tadi ada mayat hidup. Mayat hidup itu adalah senjata biologis milik Sovyet. Hal ini akan tercatat dalam sejarah bahwa mereka menggunakan mayat hidup untuk berperang. Karena aku masih hidup pastinya. Aku akan jadi saksi mata pelanggaran aturan perang ini. Tapi hebat juga mereka menciptakan mayat hidup yang tak menyerang pasukan mereka sendiri?

Bukan saatnya berspekulasi Atma! Saatnya mencari rekanmu yang masih hidup. Kuharap mereka tidak dimakan oleh mayat hidup itu. “Robby! Baskins! Adams?”

Setiap konflik pasti ada korban jiwanya. Bagi mereka yang berada di dalam rumah duduk nyawan karena kami berada di sini. Mereka pasti tidak akan tahu rasanya bagaimana kehilangan nyawa di sini. Atau mungkin mereka bersedih saat akan tahu kerabat mereka sudah menjadi mayat.

Aku menemukan mayat mereka. Rekan-rekanku tewas semua, syukurlah mereka tidak jadi makanan. Mereka tewas terkena tembakan. Hujan juga sudah berhenti, aku menyeret dan mengumpulkan semua mayat teman-temanku dan menjejerkannya. Aku menutup mata mereka dan berdoa untuk mereka.

Kuambil kalung nama mereka dan mencari tahu di mana lokasi pasukan RKAT Vietnam sekarang. Kucari alat komunikasi di reruntuhan bangunan militer. Kuharap ada yang masih bisa berfungsi. Tapi semuanya yang kutemukan sudah hancur.

Aku mengambil sebuah kursi kayu dan duduk di tengah-tengah puing reruntuhan. Apakah aku harus mengakhiri hidupku saja? Semuanya juga sudah tewas, jangan! Kakakku pasti bersedih saat aku tahu aku mengakhiri hidupku dengan bunuh diri.

Aku teringat momen saat kami masih berada di daerah konflik dahulu. Bersama kakakku kami berdua mencoba bertahan dalam kerasnya kehidupan negara kami dahulu. Negara kami negara netral, tapi karena ditemukannya tambang itu. Kami harus menderita!

---

6 tahun lalu.

“Kakak, kita harus ke mana?” tanyaku pada kakakku. Kakakku hanya terdiam saja tanpa jawaban. Dia terus menyeretku untuk menjauh dari tempat konflik. “Rumah kita hancur kakak. Kita tidak ada rumah untuk berlindung lagi.”

“Pusat evakuasi!” jawab kakakku. “Pegang erat tangan kakak. Jangan sampai terlepas!”

Aku memegang erat tangan kakakku. Dari belakang terdengar suara derap langkah kaki yang semakin mendekat. Kakakku menggendongku dan membawaku masuk bersembunyi di dalam sebuah toko.

“Ke mana tadi? Sial mereka kabur!” teriak orang-orang itu di depan toko. “Hei kamu ke sini!”

Dor! Dor! Dor!

“Cih.” Kakakku mengerutkan dahinya. “Mereka bertindak seenaknya saja. Mentang-mentang kami warga sipil.”

“Sudah aman,” kakakku menurunkanku dan mengusah peluh di dahinya. “Sekarang kita cari sesuatu untuk mengobati kakimu. Supaya kamu bisa berlari dengan kencang.”

“Diperban saja ya.” Kakakku mulai mencari perban dan obat merah. Aku diam dan mengamati situasi di luar. Tapi sepertinya aman saja. Tidak ada apa-apa.

“Ke sini!” Ucap kakakku sambil memanggil namaku. Tangannya melambai kepadaku. Aku berjalan dengan perlahan dan mendekatinya. “Mungkin agak sedikit perih. Tahan ya nanti kakimu sudah sembuh lukanya.”

“Kakak bodoh ya? Luka tidak bisa langsung sembuh kakak. Mereka perlu waktu untuk memulihkan diri.” Kataku dan menahan perihnya obat merah diteteskan.

“Nah adik kakak pintar!” kakakku menaruh perban dan menciumnya. “Nah sudah selesai! Dengan begini tidak akan terasa sakit.”

“Mari kita lanjut berjalan menuju tempat evakuasi.” Aku dan kakakku melangkah keluar dari toko itu. Jalanan kembali sepi. Sesekali terdengar suara tembakan dan suara orang kesakitan. Kakakku menutupi telingaku.

Aku terkadang heran melihat tingkah laku kakakku. Seolah dia tidak ingin mendengar dan melihat apa yang terjadi. Kakakku dia bernama Rafaela, kakak yang baik hati dan penyanyang. Dia sangat perhatian terhadap adiknya. Karena itulah aku juga sayang kakakku.

“Aman kah kak?” tanyaku padanya. Kami hendak melintasi sebuah jalan raya dan menyebrang. Tapi aku melihat ada segerombolan warga lainnya yang berlari menjauh. “Tidak aman kak!”

Kakakku menggendongku dan berlari menjauh. Kami bersembunyi di dalam tempat sampah. Terdengar suara orang-orang berbicara. Dari suaranya bukan musuh. Tapi kakakku tepat menyuruh kami bersembunyi.

“Halo? Apakah ada warga yang masih bertahan atau sembunyi? Jika iya, harap ikut kami! Kami akan mengantarkan para warga sipil ke pusat evakuasi. Kami dari tim penyelamat Silverstar!”

Kakakku membuka tempat sampah ini dan membawaku keluar. “Kami! Tolong bawa kami keluar dari tempat ini! Selamatkan kami!”

“Tenang saja, anak-anak. Kalian bersama orang tepat dan aman.” Pria itu mengelus kepalaku dan kepala kakakku. “Markas, menemukan dua orang warga sipil. Kami akan segera menuju atap dan mengevakuasinya.”

Kukira kami sudah aman. Tapi ternyata prajurit musuh datang menyerang kami. Kami kabur menuju ke salah satu perempatan jalan yang terbuka. Di sana ada helikopter yang menunggu kami.

Tapi sayangnya, aku terpisah dari kakakku. Aku terjatuh dan kakakku berhasil selamat. Aku dibawa pergi oleh para tentara musuh. Dijual dengan harga mahal kepada sepasang pasutri yang ingin memiliki anak di Malaysia.

---

Ah! Aku tersadar dari lamunanku. Tubuhku sudah lemas sekali. Aku mendongak ke atas langit. Aku rindu kakakku, pasti dia masih hidup di suatu tempat. Aku tidak boleh mati.

Kulihat ada mayat hidup bergerak mendekatiku. Aku mengambil pistolku dan hendak menembaknya. Tapi mayat itu tidak meresponku. Dia malah pergi melihatku.

“Kenapa?”

Apa aku menjadi salah satu dari mereka? Kenapa mayat hidup itu tidak mau menyerangkan. Aku memukul mayat hidup itu. Mayat hidup itu tidak bereaksi sama sekali. Aku melampiaskan emosiku padanya.

Terlihat seorang prajurit sovyet mendekatiku. Dia mengarahkan senapannya kepadaku. Aku menembaknya dengan cepat. Kuperiksa dan kuambil perlengkapan prajurit itu. “Oke. Saatnya untuk mencari di mana semuanya mundur.”

Kuambil radio komunikasi miliknya. Kupasang ke saluran komunikasi markas. “Halo, Atma di sini, ada yang bisa menjawabku? Aku berada di markas di perbatasan.”

“... .”

Tidak terdengar jawaban. Seperti yang diharapkan, apakah markas yang lain hancur juga? Tak lama ada beberapa prajurit sovyet mendekatiku. “Hei kamu! Sudah selesai? Ayo! Kita harus segera kembali ke konvoi dan maju ke Hanoi!”

Mereka salah mengira diriku kah? Akan kugunakan kesempatan ini untuk mencari informasi. Untung aku bisa bahasa mandarin dan rusia. “Siap!”

Kuikuti mereka palingan mereka tidak tahu akibat masker gas yang kucuri dari mayat temannya tadi. Aku tiba-tiba tersandung dan maskerku jatuh. Mereka melihat wajahku dan menyadari siapa aku.

Sial sekali diriku. Mereka menodongkan senapan mereka kepadaku. Aku mengangkat tanganku dan menutup mataku. Tiba-tiba seorang berpangkat kapten datang dan memborgolku. “Lumayan, barang bagus. Aku yang akan membawanya.”

“Kalian pergi dahulu,” ucapnya dalam bahasa mandarin. “Aku yang akan mengeksekusi dirinya.”

Akhirnya aku mati juga. Tembak sajalah, kurasa aku juga tidak mungkin selamat. Keberuntunganku sudah habis sepertinya. Aku dibawa olehnya ke salah satu bangunan yang runtuh. Dia menyalakan api di dalam sana.

“Sudah hangat?” tanyanya. “Jangan khawatir. Aku tidak akan membunuhmu.”

“Terima kasih.” Jawabku. “Anda benar tidak akan membunuhku?”

“Kamu bisa bahasaku? Wah-wah,” katanya dan memberikan mantel bulunya kepadaku. “Tentu tidak. Tapi aku meminta hal lainnya.”

Aku merasa tidak enak mendengarnya. Terlebih lagi saat dia merapatkan ikatan tangan dan kakiku. Aku mencoba perlahan untuk menjauh darinya yang sedang minum alkohol. Diam saja tanpa memberitahunya.

“Mau ke mana kamu?” Dia menatapku dengan tatapan mesum. Pria ini berniat buruk! Aku berusaha berdiri dan menjauh. Tapi dia menangkapku dan memperkosaku.

Setelah diperkosanya diriku dibiarkan begitu saja di sini. Dia memberiku dua kaleng makanan dan satu botol minum. Bahkan dia menyuapiku dan menyuruhku makan seperti anjingnya. Setelah itu dia memperkosaku sekali lagi dan membiarkanku.

“Sampai jumpa nanti.” Katanya dan menciumku. Aku membiarkannya melecehkanku sekali lagi dan dia kabur. Kucoba mendekati api berharap apinya membakar taliku dan aku bisa kabur. Tak lama muncul beberapa prajurit lain.

Hari ini kulalui seperti neraka. Malam hari dia kembali dan melepaskanku. “Sana kalau kamu bisa kabur. Maka kamu orang hebat. Jika tidak bisa kabur. Aku akan membawamu dan memilikimu.”

Aku tidak mencoba untuk kabur. Lebih baik aku mati sajalah! Aku melompat ke kobaran api. Tapi kapten itu menangkapku dan mengembalikanku. “Sempurna. Kamu pasrah untuk aku miliki.”

Aku meneteskan air mata. “Terserah padamu. Hentikan, biarkan aku mati! Aku lebih baik mati sekarang!”

“Tidak akan bisa.” Kapten itu tersenyum bengis. Dia memberiku pakaian. “Sini kamu akan jadi pemuasku. Jarang sekali aku lihat orang di sini setampan dirimu.”

Dia menyuntikku dengan sesuatu. Aku merasakan diriku melemas. Wajah bengis orang itu terlihat jelas. Sadar-sadar aku berada di rumah bordir bersama wanita dan pria lainnya. Mereka sama sepertiku kah nasibnya?

Kapten yang menangkapku tadi membawaku kepada seseorang. Dia memperkenalkanku kepada seorang pria dari Silverstar. Pria itu menyukaiku dan membeliku. Aku mengikuti pria itu ke mana ia berjalan.

Dia mengajakku masuk ke dalam mobilnya. “Namamu? Kamu pria yang cukup menarik juga.”

Persetan! Kuambil gunting yang ada di dashbor nya. Gunting tersebut aku tusukkan ke lehernya dan menendang mayatnya keluar dari mobil. Aku mengemudikan mobil ini keluar dari tempat ini. Lalu aku mendapati pemandangan yang suram.

Hanoi rata, tidak tersisa sama sekali. Beberapa tentara sovyet yang mengejarku menangkapku kembali. Mereka membawaku kembali ke rumah bordir. Kapten yang menangkapku tersenyum.

“Kerja bagus sudah membunuhnya. Kini aku dapat uang gratis.” Katanya. Dia memberiku segepok uang. “Ini nikmati buat jajan.”

“Lepaskan saja aku,” pintaku. “Aku tidak mau uang ini. Aku ingin kembali ke RKAT!”

“RKAT? Sisa dari RKAT hanyalah Indonesia dan Papua Nugini!” jawab kapten itu. “Negaramu sudah kalah telak. Mereka tidak menyangkan sekutu yang berjanji membantu mereka malah menyerang juga.”

“Mau lihat beritanya?” kapten itu menyodorkan sebuah koran dan ponsel. “Cari sana dan baca sepuasnya tentang kehancuran negerimu. Sia-sia kali kamu mau kembali ke RKAT yang tidak menyisakan apapun.”

Aku mengambil ponselnya dan mencari tahu. Yang dikatakan kapten itu benar adanya. Semuanya hancur dan tidak tersisa. RKAT hanya menyisakan Indonesia dan Papua Nugini. Aku tidak percaya melihatnya. Kenapa ini bisa terjadi?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status