Share

3

Aku akhirnya ikut dengan orang sialan ini. Ketika aku mencoba membunuh diriku. Mereka semua menahannya dan mempertahankanku tetap hidup. Aku merindukan kakakku. Semoga aku segera keluar dari tempat neraka ini.

Setiap hari diperlakukan boneka pemuas bagi setiap petinggi yang datang ke sini. Baik pria maupun wanita semuanya datang dan menggunakanku. Di dalam kamar tidur yang persis sel tahanan ini. Aku meringkuk ketakutan.

“Hei. Jangan begitu.”

Suara siapa tadi itu? Aku pasti berhalusinasi kan? Aku sudah gila rupanya.

“Mengakhiri hidupmu tidak mengakhiri segalanya.”

Seriusan, suara siapa itu? Kulihat para tahanan lain sedang tertidur. Aku berteriak sekeras-kerasnya. Para penjaga datang dan membawaku pergi. Mereka mencelupkan kepalaku ke dalam toilet.

“Mau keluar dari sini?”

Aku mau! Keluarkan aku dari sini! Kumohon keluarkan aku!

“Kalau begitu, setelah kepalamu dimasukkan ke dalam toilet. Kamu bisa tidur?”

Ha? Apa maksudnya, aku tidak paham. Tiba-tiba saja aku tertidur. Ketika aku membuka mataku. Seluruh penjaga yang membawaku ke sini tewas bersimbah darah. Kepala mereka putus dari badan mereka.

“Bagaimana?”

Siapa kamu? Kenapa kamu muncul di kepalaku! Tunjukkan wujudmu!

“Saat ini tidak bisa. Ambil kuncinya, lalu kaburlah. Bebaskan tahanan lain juga boleh.”

Suara tidak jelas mirip suara wanita ini telah membuatku risih. Kalau aku membantumu, kamu akan menunjukkan dirimu kan? Hei jawab, aku penasaran siapa dirimu ini!

Tidak ada balasan. Aku seperti orang gila saja. Paling itu hanya halusinasiku saja. Kuambil kunci dan senjatat dari para penjaga yang tewas. Satu persatu kubuka sel penjara itu. “Bebas dan kaburlah kalian! Bebaskan tahanan yang lain juga!”

Selama terpenjara di desa ini. Aku sudah hafal struktur dan lokasi setiap bangunan di desa. Bersama beberapa tahanan lainnya. Aku berniat untuk menguasai gudang senjata dahulu yang terletak di sebelah sumur tengah desa. “Kumpulkan semuanya, serang gudang senjata dan rebut senjata!”

Kami semua naik ke lantai dasar. Akhirnya kami keluar dari basemen. Kami mulai menyerang para penjaga yang tertidur. Mengambil senapan dan perlengkapan mereka. Lalu menyerbu keluar. Di luar, kami berhasil mengejutkan penjaga yang ada di luar.

Aku memanfaatkan keributan ini untuk menyerbu gudang senjata. Beruntungnya aku gudang senjata tidak dijaga. Setelah kurusak pintunya, beberapa tahan lain kuberikan senapan mesin dan bermacam senjata lainnya.

“Sudah biarkan mereka menikmati. Kamu lari ke arah hutan tenggara sini. Di sana kamu akan bertemu dengan diriku.”

Belum sempat aku keluar dari hutan. Sebuah peluru mengenai kakiku. Kulihat tawanan lain yang kabur sudah tewas. Para penjaga datang lebih cepat dari dugaan kami.

“Nasib buruk sekali dirimu. Tapi apakah kamu menyerah?” tanya suara tanpa wujud ini. Perlahan aku melihat bayangan tipis seorang wanita di hadapanku.

“Aku tidak mau menyerah!” teriakku.

“Kalau begitu, aku rasuki sebentar ya.” Wanita itu memasuki tubuhku. Kesadaranku hilang secara perlahan. Ketika aku membuka mataku kembali. Aku hanya melihat banyak mayat berjatuhan dan tewas.

“Ini semua perbuatanku?” tanyaku penasaran. “Kekuatan apa yang kamu gunakan padaku?”

“Rahasia. Kamu rahasiakan saja kekuatan ini ya,” jawabnya. “Siap-siap untuk melihat wujudku?”

Cahaya tiba-tiba menggumpal di hadapanku. Aku melihat wujud seorang gadis yang cantik sekali. “Mungkin saat ini samar-samar. Tapi suatu saat nanti kamu akan bisa melihatku dengan jelas.”

“Nah sekarang kamu kaburlah. Suatu saat kita pasti kita bertemu lagi.” Bayangan itu menghilang. “Jangan lupakan aku.”

Entah apa itu tadi. Tapi sekarang fokusku haruslah kabur. Kuambil baju seragam dari para penjaga yang masih bersih dan tidak terlalu banyak noda darahnya. Kemudian memungut senapan serbu dan pistol yang mereka bawa.

Tapi sialnya aku tidak menemukan hal yang paling penting untuk bertahan hidup. Yaitu peta maupun kompas. Aku berlari masuk ke dalam hutan, yang terpenting sekarang aku harus bertahan hidup.

Aku menembus tebalnya semak belukar. Hingga aku sampai di jalan setapak yang ada di dalam hutan. Jalan setapak yang berada di tengah hutan. Berarti ada peradaban di sana! Sebaiknya aku menyusuri saja jalan setapak ini.

Betapa bodohnya aku, saat tiba diujung jalan ini. Aku kembali ke desa tempatku disekap. Untung saja tidak ada yang melihatku. Aku memasuki lagi hutan ini dan terus berjalan ke depan.

Sudah beberapa jam aku melangkah menerobos hutan ini. Untung aku membawa pisau dari mayat tadi. Pisau ini sangat berguna dan bisa membantuku menerobos semak belukar hutan. Lama sekali untuk keluar dari hutan ini pastinya.

Aku potong beberapa daun lebar. Kugunakan untuk wadah penampung air hujan. Dari beberapa daun itu aku membuat tempat menampung air. Setelah tempatku menampung air jadi. Kini tinggalnya mencari sesuatu untuk membangun gubuk kecil sebagai tempat tingga sementara hingga hujan ini selesai.

Akalku berfungsi dengan baik, aku membuat gubuk kecil dari beberapa semak-semak. Bangunan kecil seperti ini lumayan bisa untuk digunakan tempat berteduh. Hujan masih turun dengan deras, aku tidak bisa membuat api untuk menghangatkan tubuh.

Aku kepikiran sebuah akal untuk menyalakan api di dalam sini. Tapi karena berbahaya dan bisa berakibat fatal membunuh diriku sendiri. Aku renungkan kembali hal itu dan memilih untuk melepas bajuku yang basah dan telanjang di dalam sini.

Dua hari kemudian hal yang selanjutnya terjadi membuatku tidak percaya. Tiba-tiba baju kering ada di hadapanku. Ada rusa membawakan baju untukku dan meletakkannya ke dalam gubuk. Mataku tidak percaya melihatnya, hewan itu membawa baju untukku?

Aku mengambil baju itu. Baju ini halus dan lembut. Masih hangat juga, tapi kenapa seekor hewan yang membawanya? Apakah aku sudah gila dan halusinasi?

Aku mengambil pisauku dan menyayat tanganku. Aduh, rasanya masih sakit. Tapi tunggu dulu, luka sayatannya perlahan pulih tanpa bekas. Kejadian apa lagi ini? Kekuatan supranatural kah?

Aku takjub melihat luka pada diriku. Hebat sekali rasanya aku bisa pulih sekejap. Hewan-hewan itu kini pergi dan menghilang begitu saja. Lenyap bagai debu yang disapu angin.

Aku teringat perkataan kakakku sebelum kami terpisah. Lakukan apapun untuk tetap hidup. Meskipun hal itu tidak logis dan etis bagi manusia. Aku harus tetap hidup! Untuk kakakku!

Apakah akan ada seseorang yang akan menyelamatkanku di dalam hutan ini? Kini sudah seminggu lebih aku ada di hutan ini. Aku secara perlahan mulai gila. Aku bahkan melupakan bahasa manusia. Aku kesepian berada di dalam hutan ini.

Tanpa aku sadari juga, aku mulai berkawan akrab bersama hewan-hewan di dalam sini. Mereka rutin mengunjungiku dan membawakanku makanan tanpa aku minta. Kejadian aneh di luar nalar ini aku sudah menganggapnya seperti biasa. Mungkin karena aku sudah di sini selama 1 bulan. Hal macam halusinasi seperti ini terasa nyata.

Mungkin ini karuniaku atau kemampuan khususku yang entah bangkit setelah aku tertangkap jadi tawanan. Ah tidak, aku tidak boleh menyerah dan jadi gila di dalam sini. Saatnya bangkit semangat! Tiba-tiba seekor rusa datang menghampiriku.

Dia menunggu di depan gubuk yang aku buat ini. Rusa itu sepertinya mengisyaratkan diriku untuk menunggangi badannya. Ada apa? Kutunggangi punggungnya dan berpegangan erat. Rusa ini tiba-tiba bergerak dengan cepat dan aku sampai di depan sebuah danau yang membeku.

Di sana ada seseorang yang tersangkut di pohon. Bergeliat meminta pertolongan karena parasutnya menyangkut di atas pohon. Rusa itu menghilang begitu saja dan aku menghampirinya.

“Tolong turunkan aku!” pintanya. “Akhirnya ada yang datang menolongku.”

“Tolong gunakan pisauku yang jatuh itu. Sepertinya aku tidak benar memasangnya. Saat aku hendak memotong tali ini aku pisau terjatuh.” Ucapnya dan menunjuk sebuah pisau di bawah pohon tempatnya tersangkut.

“Tunggu. Aku akan segera menyelamatkanmu.” Ucapku dan mengambil pisaunya. Kupanjat pohon itu dan memotong tali parasutnya. Orang ini terjatuh ke tumpukan daun-daun basah di tanah.

BRUK! BRAK! SRAK! BUGH!

Kemudian aku melihat bekas darah di pohon tempatnya tersangkut. Saat aku melihat ke bawah dan melihat punggungnya. Bagian belakang bajunya robek dan menunjukkan luka besar di punggungnya.

“Punggungmu terluka. Jangan bergerak terlalu banyak,” aku melompat turun dan memeriksa lukanya. Kutempelkan tangaku ke lukanya. Ajaibnya lukanya langsung sembuh.

“Aw, punggungku sudah tidak terasa sakit kembali.” Katanya. Tangannya perlahan merogoh punggungnya. “Lho, kok tidak ada lukanya? Perasaan tadi punggungku tergores ranting yang tajam.

“Tanganku yang patah juga kenapa menjadi normal lagi?” tanyanya keheranan padaku. Mata birunya menatapku dengan penuh tanya.

“Aku sendiri juga tidak tahu.” Jawabku. Matahari sudah mulai terbenam. Aku memeriksa sekali lagi lukanya. “Yap benar-benar sembuh.”

“Kamu punya suar darurat? Untuk memberitahu posisimu ada di sini?” tanyaku lagi. Mata birunya masih menatapku secara tajam. “Hei aku bertanya, harusnya menerima jawaban. Bukan tatapan mata.”

“Kamu ajaib sekali. Disentuh olehmu lukaku bisa sembuh. Apa aku bertemu peri hutan? Tapi biasanya peri hutan itu wanita. Lalu kenapa ini menjadi laki-laki?” Orang itu melepas helmnya dan mengurai rambutnya yang panjang.

“Salam kenal peri hutan, aku Madania.” Ucapnya dan mengulurkan tangannya padaku. “Aku tidak berhalusinasi kan ini?”

“Tidak, salam kenal juga, namaku? Loh siapa namaku?” Kepalaku terasa pening. “Jangan tanya soal nama. Aku sudah terlalu lama di hutan ini hingga melupakan namaku.”

Madania mengangguk-angguk, “Lalu kenapa kamu ada di hutan ini peri hutan? Apa kamu orang yang sengaja menghilangkan diri ke hutan untuk menjauh dari peradaban?”

“Entah, aku sudah tidak ingat. Mari pulang ke gubukku sebelum larut malam.” Kataku dan menggenggam tangannya. Kami berdua berjalan menerobos jalan setapak yang aku buat menuju gubukku.

“Kenapa kamu terjun? Kamu tentara?” tanyaku sambil berjalan. “Dari negara mana? Bagaimana kondisi di luar sana?”

“Tentara sih belum bisa dibilang tentara, aku masih kadet yang menjalani pelatihanku di Silverstar. Aku berasal dari kota 1820, kota yang dibuat oleh Silverstar menampung manusia yang selamat dari perang besar.” Jawabnya.

“Beritahu aku dengan cepat dan jelas!” Aku memegang pundaknya. “Apa yang terjadi pada perangnya?”

Madania melepaskan tanganku dari pundaknya. “Hampir semua negara yang ada di dunia hancur lebur. Cuma perusahaan prajurit bayaran seperti Silverstar lah yang maju. Mereka mengambil keuntungan dari gelombang pengungsi, mendirikan kota-kota bawah tanah dan kota di permukaan untuk menampung pengungsi yang selamat.”

“Negara yang masih berdiri bisa kamu sebutkan?” tanyaku penasaran. “Aku ... entahlah, aku terlalu lama meninggalkan negaraku.”

“KNAT, masih tersisa di Filipina, Indonesia, Malaysia. Sekutu masih berdiri kuat, Uni Eropa sisa Perancis, Jerman, Inggris. Sovyet masih utuh bersama China.” Jawabnya. “Tunggu kamu bilang sudah terlalu lama meninggalkan negaramu?”

“Giliranmu cerita dong!” pintanya. Kami tiba di gubukku yang nyaman. Matanya terpana melihat kondisi gubukku.

Beragam hewan berada di gubukku. Mereka seolah-olah menyambut kami. Bahkan api untuk menghangatkan badan sudah tersediaa. Dia takjub melihat hewan-hewan berkumpul di hadapannya.

Madania menghampirinya dan hewan-hewan itu kabur. “Ka-kamu hebat, bisa tinggal di hutan seperti ini berteman dengan alam.”

“Berkat merekalah aku hidup. Aku diberi karunia oleh alam.” Aku melihat hewan-hewan itu sudah memasakkanku sebuah sup sayur. “Ucapan terima kasih karena aku telah mengusir pemburu kemarin ya.”

“Oh ya. Aku belum cerita, singkatnya aku tentara dari KNAT. Tertawan, bebas dan kabur ke dalam hutan belantara ini.” Kataku dan membagi makananku dengannya.

“Lalu darimana kekuatanmu itu datang? Bukannya aneh bila datang tiba-tiba tanpa sebab?” tanya Madania penuh penasaran. “Kamu mirip seorang tokoh yang ada di buku pelajaran di Silverstar kemampuanmu.”

“Tokoh apalagi? Aku selalu di hutan ini dan tidak mengimbangi perkembangan dunia.” Jawabku.

“Pendiri Silverstar percaya, suatu saat Bumi akan memilih manusia untuk menjadi seorang wakilnya dalam mengontrol Bumi. Dilihat dari kemampuanmu itu aku yakin, kamu mirip sekali dengan apa yang kubaca.” Katanya terus terang.

“Makan supnya dulu sebelum dingin.” Kataku. “Supnya dingin tidak enak di makan.”

“Ah benar!” Madania dan diriku melanjutkan makan bersama kami. Sesudah makan, aku mengajak Madania ke sumber air terdekat yang kutemukan beberapa hari yang lalu. Kemudian mengajaknya minum di sini.

“Segar sekali. Sudah lama aku tidak merasakan air segar.”ucap Madania dengan senang. Dia mengeluarkan botol air minumnya. Kemudian mengisinya dengan air sumber ini.

“Saatnya memikirkan caraku untuk pulang.” Madania berucap. Raut mukanya menjadi tegang. Dia membuka tas peralatan daruratnya.

“Sinyal daruratku sudah aktif sih. Tinggal menunggu mereka menemukanku. Kalau aku dievakuasi kamu mau ikut kembali ke peradaban? Peri hutan?” tanyanya.

“Boleh saja. Tapi ... aku tidak tahu apakah aku bisa berbaur dengan peradaban sekarang.” Jawabku.

“Pasti bisa. Ditambah lagi mungkin kamu akan menjadi tenar berkat kekuatanmu itu. Kalau tidak salah apa ya ... .” Madania diam tanpa kata-kata. Dia melihatku, “Lupakanlah. Pertama-tama, aku minta tolong ambilkan satu ekor kelinci liar saja dong.”

“Sudah lama aku tidak melihat hewan asli. Kebanyakan hewan di luar sana ada di buku saja.” Pintanya kepadaku.

Kuputar kepalaku melihat sekitar. Seekor kelinci putih datang, dia mendekatiku. Aku mengambilnya dan mengelusnya. Madania terbelalak senang. Saking hebohnya dia menabrakku dan mengambil kelinci itu langsung dariku.

“Boleh aku bawa pulang dan kupelihara?” tanyanya dengan berbinar-binar. Kelinci itu melihat padaku dan memberikan anggukan halus. Madania sepertinya berharap jawaban iya dariku.

“Iya, tapi wajib sepasang.” Kataku, seekor kelinci lagi muncul. “Harus sepasang biar dia tidak kesepian!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status