Adam Hawkins berjalan gontai ke luar dari gedung NYPD. Ia akhirnya dibebaskan setelah menjalani interogasi maraton dua puluh jam. Mulai dari detektif Endrico, Angela, sampai Kent Bigael.
Tubuhnya terasa lelah dia ingin segera pulang lalu beristirahat total hingga keesokan harinya.
Namun, hatinya gelisah. Rasa bersalah hadir di sudut hatinya yang paling dalam. Ia ingin menghubungi seseorang tapi ia tahu ponselnya telah disadap dan dirinya pun telah diikuti seseorang. Adam Hawkins sadar dirinya tidak akan pernah lagi memiliki kebebasan, tapi kegelisahan ini harus segera ia tuntaskan jika bisa ia ingin meluapkan semua kekesalannya pada seseorang.
Ia bersyukur Tuhan mendengar doanya, dan memahami kegelisahan yang dirasakannya. Tepat di sudut jalan mendekati rumahnya Adam Hawkins melihat boks telepon umum. Ia pun memutuskan untuk mampir ke sana.
Ia sempat memperhatikan kiri dan kanan sebelum memutuskan menekan nomor, menghubungi seseorang yang saat ini sangat
Suasana duka menyelimuti keluarga Hawkins. Marry Hawkins terlihat sangat terpukul, ia menjerit histeris di samping tubuh anaknya yang sudah tak bernyawa.Kent dan Angela datang, tepat jasad Adam Hawkins diturunkan dari tali yang membelit lehernya. Melihat kedatangan Kent dan Angela, Ny. Hawkins semakin histeris. Dia menghampiri Kent dan Angela lalu memuntahkan semua amarah yang terpendam di dalam dadanya."Ini semua salah kalian! Kalian telah membunuh anakku. Kalian libatkan anakku yang tak bersalah ke dalam kasus pembunuhan. Kalian jahat! Kalian sudah membunuh Adam-ku!"Ny. Hawkins terus berteriak dengan histeris, menuding Kent dan Angela sebagai penyebab kematian anaknya.Angela ingin menjawab, tapi Kent terlebih dahulu menggamit lengannya, memberi isyarat agar Angela menahan diri.Seorang petugas datang, memberi hormat pada Kent dan Angela, lalu menyodorkan sebuah kertas yang terlipat rapi."Apa ini?" tanya Kent penasaran."Surat w
"Oh, ini kunci locker area wanita, Pak. Ruang lockernya di sebelah sini," jawab petugas itu, menunjukkan jalan menuju ruang locker wanita.Alis Kent bertaut. Pertanyaan besar muncul di kepalanya."Mengapa Adam Hawkins memegang kunci locker khusus wanita?" tanya Kent di dalam hati.Kent dan Angela segera pergi ke ruang locker khusus untuk wanita, kali ini didampingi oleh petugas itu."Apakah di area ini dipasang CCTV?" tanya Kent lagi."Hanya di depan pintu masuk ruangan saja, Pak. Kami tidak memasang di dalam ruangan demi menjaga privasi anggota klub dan pelanggan tidak tetap yang berganti pakaian di ruangan ini," jawab si petugas.Kent mengangguk. Tatapannya yang tajam tampak memindai ke seluruh ruangan. Setelah puas berkeliling, ia kembali menatap petugas itu."Boleh saya lihat rekaman CCTV di area ini?""Silakan, Pak."Kent memberi isyarat pada Angela untuk lanjut memeriksa locker nomor 15, sementara dirinya memeriksa r
Inwood Hill Park terletak di punggung bukit sekis di ketinggian dua ratus kaki di atas Sungai Hudson, diujung utara pulau Manhattan. Penampakan Inwood Hill Park sendiri jauh berbeda dengan Central Park dan Sakura Park, karena merupakan hutan tua yang dikenal sebagai cagar alam Shorakapok. Kondisinya masih alami, sebagian besar terdiri dari bukit-bukit yang tidak memiliki landskap.Makanya Kent merasa heran dengan pemilihan tempat pembuangan mayat korban oleh pelaku kali ini."Mengapa pelaku mau bersusah payah membuang mayat korban ke Inwood Hill Park yang tidak hanya jauh, tapi juga sulit untuk diakses?" tanya Kent dalam hati."Mengingat lokasi pembuangan korban kali ini, aku yakin pelaku tidak beraksi sendiri, Pak," ujar Angela memecah kesunyian."Inwood Hill Park jelas berbeda dengan taman-taman kota sebelumnya. Taman ini lebih condong ke cagar alam. Hutan tua yang masih alami. Rasanya mustahil jika dia melakukannya sendiri. Pasti ada kaki tangan," lanj
"Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada aktivitas seksual baru pada gadis-gadis ini. Bahkan Naomi, yang merupakan korban pertama, masih dalam keadaan virgin.""Pertanyaannya, mengapa pelaku tidak melakukannya?"Pertanyaan Kent menggantung di udara. Untuk beberapa saat anggota tim gugus tugas itu kembali terdiam, larut dalam pikiran mereka masing-masing."Tiga kemungkinan, Pak," jawab David, memecah kesunyian."Pertama, pelaku memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Kedua, pelaku mengalami disfungsi seksual. Ketiga, pelaku adalah seorang wanita," lanjutnya kemudian."Untuk opsi yang terakhir sepertinya tidak mungkin," Mac menyela. "Dibutuhkan energi yang besar untuk melakukan kejahatan sebesar ini, wanita tidak mungkin sanggup melakukannya," tambah Mac.Angela pun menyahut dengan semangat."Aku setuju dengan Mac. Sebagai seorang petarung MMA, kalian pasti tahu aku memiliki kekuatan di atas wanita pada umumnya. Namun, kekuat
Bagi sebagian orang masa lalu hanyalah suatu masa yang telah berlalu dalam hidupnya. Mereka bisa memanggil kenangan indahnya dengan mudah, dan bisa juga mengubur kenangan buruknya tanpa masalah. Lalu hidup damai dengan semua yang ada di hadapannya saat ini. Mereka bisa tertawa tanpa beban. Menikmati indahnya rasa jatuh cinta, bercumbu hingga napas tersengal, lalu menikmati malam-malam panas penuh gairah.Namun, bagiku. Masa lalu adalah neraka yang tidak pernah bisa lepas dari ingatan. Bahkan di saat tidur pun bayangannya semakin jelas terlihat. Itu bukan mimpi buruk, melainkan kenyataan yang kejadiannya terasa nyata berulang setiap kali aku memejamkan mata.Derap langkah sepatu berwarna merah itu selalu berhasil membuka semua kunci ruang kenangan yang susah payah aku tutup. Pintu-pintu kenangan itu terbuka, menghamburkan semua serpihan kisah sadis, menggerus hatiku untuk kembali berontak memberi perlawanan.Jiwaku berteriak dalam s
Lionel Garcia sedang serius mengamati berkas-berkas di tangannya ketika David masuk ke ruangan itu. "Selamat sore, Dokter Garcia," sapa David. Dokter berwajah tampan itu menoleh, sedikit menyipitkan matanya, berusaha mengenali pria bertubuh tegap yang berjalan mendekatinya. "Detektif Kent Bigael meminta saya untuk menggantikannya," ucap David saat jarak mereka semakin dekat. "Oh ... Detektif David? Yah, Bigael sudah memberitahuku tentang kedatanganmu. Hanya saja dalam bayanganku kau orang yang berbeda," sahutnya, sambil tertawa. "Apakah aku terlalu menyeramkan?" tanya David sambil mengelus pipinya yang sudah dipenuhi rambut. Lionel tertawa. "Aku yakin, setelah bercukur kau akan kembali ke usia 20-an," kelakarnya. David turut tertawa mendengar kata-kata Lionel Garcia. "Baiklah, sesampai di rumah nanti aku akan segera bercukur," jawabnya. "Jadi, apa yang kita dapat kali ini, Dok?" tanyanya, mengalihkan top
Jam di dinding baru saja menunjukkan pukul enam pagi, tapi David sudah berada di ruang rapat kantor Unit Pembunuhan NYPD. Wajahnya yang tampan terlihat pucat, ia duduk gelisah dengan jari yang tidak berhenti mengetuk meja. Sesekali helaan napas panjang disertai hembusan yang kuat terdengar dari mulutnya. Suara langkah kaki di luar ruangan terdengar semakin jelas. David menoleh, memindai lewat dinding kaca untuk melihat pemilik langkah kaki itu, tapi belum sempat ia melihat sosok itu dengan jelas, Kent Bigael muncul dari pintu. "Ada apa sampai kau memintaku datang sepagi ini?" tanyanya langsung, begitu melangkah masuk, lalu bergabung bersama David, duduk berhadapan di depan meja rapat. David tidak langsung menjawab, ia mengeluarkan amplop besar dari tas, lalu memberikannya kepada pimpinan gugus tugas itu. "Ini laporan forensik dari dokter Garcia, Pak," ujarnya. Kent menerima amplop itu, tanpa melepaskan pandangan dari wajah David. Pengalaman se
Alan Parkhust berperawakan sedang. Kulitnya putih pucat, dengan beberapa tatto di lengan kanan dan kirinya. Dilihat dari sudut mana pun, tidak ada hal yang menarik dari pria itu. Sorot matanya licik, dan dia juga sering menunjukkan senyum sinis. Satu-satunya pesona pria itu hanyalah suaranya yang merdu. Saat ia berbicara, nadanya tenang, kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar manis dan hangat. Mungkin itu yang membuat para gadis dengan mudah termakan rayuannya.Saat ini, dia terpaksa menunda semua hasrat gombalnya itu, karena sekarang dia harus berurusan dengan para penyidik. Terkait atau tidak, keterangannya dibutuhkan untuk mengungkap kematian Charlotte."Haruskah kau berbuat sejauh ini?" serangnya pada David yang baru saja memasuki ruangan itu."Ini masih kurang, Bung. Seharusnya aku mematahkan kakimu sejak lama," jawab David dingin.Bukannya diam, Alan justru mengeluarkan suara tawa yang penuh dengan ejekan."Lalu apa yang kau tunggu? La