Share

166. Menanti Amarah Papa

Sejak pulang dari mall hingga pagi, Katha terus saja merasa resah. Dia memeriksa gawai beberapa kali. Bahkan bunyi notifikasi dari gawainya atau gawai Rabu, membuatnya terkejut.

Melihat keresahan Katha, Rabu hanya bisa menghela napas. Dia sudah berulang kali menenangkan, tapi tetap saja gagal. Katha hanya tenang selama sepuluh menit, sebelum kembali seperti sebelumnya. Sepertinya kalau belum mendapat marah dari orang tuanya, dia tidak akan kunjung tenang.

“Mumpung libur, mau ke rumah Papa-Mama?” tanya Rabu akhirnya. Dia baru selesai membuat sarapan.

Sementara Katha baru selesai menyapu rumah secara manual. Dia tidak mengunakan penyedot debu, karena Rabu memang tidak punya alatnya.

Ditanya begitu, Katha menghadap Rabu. Dia berdiri tidak jauh dari posisi lelaki itu dengan bibir sudut bibir yang masih saja turun.

“Daripada lo khawatir terus di sini, ayo ke rumah Papa. Kalau memang Felysia mengirimkan salinan kontrak itu ke Papa, ya pasti ada yang

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status