Share

Resent Wolves
Resent Wolves
Author: Raesnandess

Chapter 1

Suatu hari yang melelahkan bagi seorang Cailey Riegan yang harus menjalankan tugasnya sebagai salah satu agen rahasia sebuah badan intelijen eksternal Britania Raya, MI6. Dengan Porsche 911 merah kesayangannya, ia mengendarai dengan kecepatan penuh membelah jalanan dengan rekan kerjanya, Julian Ross, untuk mengejar dua buronan yang telah ditugaskan kepadanya sejak dua bulan yang lalu. Cailey melirik jarum jam berwarna cokelat muda keemasan pada sebuah arloji yang melilit pergelangan tangannya. Jarum jam itu tidak menunjukkan angka waktu saat ini, melainkan menunjukkan arah Sistem Pemosisi Global atas pelacak yang Cailey tempelkan pada mobil buronannya semalam.

Mereka terhenti pada sebuah gedung tua dengan kondisi rusak, terlihat dari banyaknya konstruksi kayu yang hancur dimakan rayap, noda kehitaman yang hampir memenuhi seluruh permukaan dinding, serta kabel-kabel putus yang terlilit tidak beraturan.

“Kau yakin mereka berhenti disini?” tanya Julian memastikan.

Cailey mengangguk mantap, “Kau bisa mengambil jatah panekuk pagiku besok, jika aku keliru.”

Julian tertawa ringan, kemudian mereka berpencar.

Gedung tua yang tak terurus menjadi perhatian kedua manik cokelat Cailey. Pasalnya tampak luar gedung tersebut begitu reyot dan kotor, sampai-sampai ia merasakan debu-debu berhamburan ke kulitnya yang terbuka begitu ia menginjakkan kaki di lantai teras. Namun, saat ia menjelajah lebih jauh ke dalam, ia menemukan banyaknya ruangan yang sedikit lebih bersih dan rapi, meskipun masih terdapat konstruksi interior yang rusak dengan langit-langit yang berlubang. Sebuah tempat yang cocok untuk tempat berkumpul para penjahat, melihat kasus serupa yang pernah ditemuinya selama ia bekerja sebagai agen intelijen.

Cailey berjalan mengendap-endap dengan waspada sampai ekor matanya menangkap sekelebat bayangan yang ia yakini sebagai dua buronan MI6 yang tengah berlari ke arah berbeda, setelah tersadar akan keberadaan Cailey.

I got them, Jay. Aku ingin kau mengikuti salah satu buronan ke sayap kiri gedung,” perintah Cailey kepada Jay alias Julian Ross melalui handy talkie. Jay adalah kode nama Julian di MI6, Sebuah kode nama yang terdiri dari 3 huruf, masing-masing anggota MI6 memilikinya termasuk Cailey dengan kode nama Ash.

Roger that, sweetheart,” balas Julian di seberang sana. Masih merasa aneh dengan panggilan itu kepadanya, Cailey memutar bola matanya malas, kemudian memutus handy talkie secara sepihak.

Cailey mengangkat sebuah pistol SIG Saurer P250 ke depan wajahnya waspada dan bergerak mengikuti buronan lainnya. Cailey mendobrak paksa sebuah pintu kayu dihadapannya dan ia todongkan pistol kedepan. Saat maniknya tak menangkap apapun disana, Cailey bergerak kembali melewati perabotan-perabotan usang yang menghalangi jalan, sebelum seorang pria bertubuh kekar dengan tatto tengkorak yang memenuhi lengannya menerjang dari arah kanan.

Dugaanya benar, tidak salah lagi pria itu adalah buronannya. Cailey tersungkur dengan pistolnya yang terlempar jauh. “Shit,” umpatnya.

Cailey mencoba berdiri, tetapi naasnya lelaki itu menendang lututnya sehingga ia terhuyung kebelakang. Dengan cekatan ia ambil bayonet dari holster kakinyanya dan mengambil ancang-ancang untuk melawan bailk. Cailey mengayunkan bayonetnya kedepan, tetapi pria itu berhasil menghindar. Cailey tidak menyerah, ia mencoba untuk menggerakan bayonetnya lebih cepat. Pria itu berhasil menangkisnya sembari menarik tubuh Cailey, kemudian dengan sekuat tenaga pria itu membanting tubuh Cailey dengan keras, sehingga rangka kursi kayu yang ditimpanya retak dan terbelah menjadi tak berbentuk.

Cailey meringis merasakan retakan pada tulang punggungnya. Lelaki itu menghampiri Cailey dengan cepat. Dengan sisa tenaganya, Cailey menggerakan kaki kanannya ke kedepan, sehingga pria itu tersandung. Bergerak cepat, Cailey menindihnya dan memukul wajahnya bertubi-tubi. Darah segar keluar dari sudut bibirnya. Pria itu mendengus dan tangan kekarnya bergerak untuk membanting tubuh Cailey ke samping.

Posisi Cailey kini berada dibawahnya, pria itu terbahak melihat Cailey dengan keadaan yang kacau. “Nah gadis kecil, seharusnya kau tidak bermain-main denganku,” ujarnya kemudian menodongkan sebuah pistol ke arah dahi Cailey.

Cailey tersenyum miring mendengar penghinaan pria itu. Segera ia tendang tangan pria itu, mengakibatkan pistol pada dahinya terjatuh. Dengan cepat Cailey berdiri dan mengarahkan bayonet ke arahnya, pria itu berhasil menghindar, tetapi tidak dengan lengannya. Cailey berhasil menggores lengannya cukup dalam. Pria itu meringis dan mulutnya mengeluarkan beberapa umpatan kasar. Sayangnya pria itu masih belum menyerah. Pria itu mengambil sebuah kursi usang di sebelahnya dan memukul tubuh Cailey dengan keras.

“Akh,” rintih Cailey sambil memegangi bahunya yang terluka.

Pria itu berjalan kearahnya. Menarik tubuh Cailey dan memukul tepat di wajahnya. Cailey mengaduh dan berusaha menghindari pukulan keduanya. Ia tarik tangan pria itu dan dengan segera ia gigit yang membuatnya setengah berteriak.

Pria itu mengibas-kibaskan tangan dan mengelusnya perlahan pergelangan tangannya yang membiru. Pada saat itu juga, Cailey arahkan bayonetnya kedepan sehingga bayonet itu menggores samping perutnya. Pria itu berteriak kesakitan dan memegangi lukanya yang mulai mengalirkan cairan merah kental. Pria itu tergeletak dan menatap tajam kearahnya. Cailey mengumpulkan sisa tenaganya, kemudian bergerak mengambil pistol SIG Saurer P250 nya yang berjarak beberapa meter dari arahnya, saat pria itu bangkit untuk mencoba menerjangnya kembali. Cailey menngelincirkan tubuhnya ke lantai, kemudian mengarahkan pistolnya untuk ditembakkannya peluru itu ke arah samping kaki pria itu. Tidak sampai menembus kakinya, namun peluru itu berhasil menggores kakinya. Cailey melumpuhkan lawannya dengan tepat sasaran. Pria itu berteriak kesakitan.

Tunggu, Cailey bahkan belum menarik pelatuknya.

Cailey menoleh dan mendapati Julian tersenyum dengan pistol di tangannya. Sial, Julian merebut buronannya lagi. Cailey mendengus kasar dan meluncurkan berbagai umpatan kepadanya.

“Mengapa kau selalu merebut buronanku huh?” tanya Cailey meninggikan suara.

Lagi-lagi Julian tersenyum, "Oh ayolah sweetheart, kau itu sangat lamban,” katanya kemudian terkekeh.

Cailey berbalik menatap pria itu di lantai, "Dan kau! dengar, aku bukan gadis kecil dan rasakan itu!” seru Cailey sambil menunjuk ke arah mata pria itu yang melotot. Dengan cekatan, Cailey mengambil kedua tangan pria itu untuk disatukannya dalam borgol.

Beberapa orang dari organisasinya datang untuk mengurus kedua buronan lebih lanjut. Cailey tersenyum tipis saat melihat pria yang menjadi lawannya tadi mengacungkan jari tengah kepadanya.

Mission completed sweetheart, ayo bersihkan luka-lukamu,” ajak Julian sembari menarik tangan Cailey, membawanya keluar dari gedung.

                                                          To be continued

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status