Inicio / Romansa / Retak Janji Pernikahan / Bab 15. Modal Warung Nasi

Compartir

Bab 15. Modal Warung Nasi

Autor: Rina Novita
last update Última actualización: 2025-10-21 13:38:43

Sejak pagi pikiranku tak tenang. Kata-kata Bimo terus terngiang, “Kata Galang, nanti sore kamu ikut aku ke kantornya.”

Entah kenapa ada rasa asing yang aku rasakan setiap kali mengingat nama itu. Galang. Pria yang dulu hanya kukenal sebatas teman suamiku, kini ... entah sejak kapan mulai menembus batas pikiranku.

Untuk apa Galang memanggilku? Apa Bimo tahu sesuatu?

Aku sempat ingin menelpon Galang pagi tadi, tapi jemariku tak berani menekan tombol hijau. Akhirnya, aku memilih menunggu. Menunggu dengan rasa penasaran dan kekhawatiran.

Siang terasa sangat lama. Aku sibuk membersihkan rumah, menyiapkan makan untuk Ibu, tapi pikiranku tak lepas dengan apa yang akan dibicarakan Galang nanti.

Menjelang sore, suara motor berhenti di depan rumah. Bimo pulang lebih cepat dari biasanya.

“Siap-siap, Van. Kita ke kantornya Galang sekarang,” katanya sambil menyalakan rokok di ruang tamu.

Aku hanya mengangguk. Aku sudah siap dari tadi. Aku kenakan atasan polos warna biru muda, dan salah satu celana
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 41. Kau Membuatku Takut

    Aku melangkah menjauh dari kamar ketika melihat nama ibu di layar ponsel. Suara lembut ibu dari seberang terdengar tenang.“Kamu ada di Bandung, Lang? Sama Ratna, kan?” Suara Ibu terdengar ceria. “Ajak dia ke rumah, ya. Ibu janji nggak akan nanyain soal cucu lagi. Nanti Ibu suruh Mbok Karsih masak makanan kesukaan Ratna.”Aku tercekat. Pandanganku menatap hamparan kabut di kejauhan, mencari cara untuk menjawab tanpa menambah curiga.“Ratna nggak ikut, Bu. Aku sendirian ke sini. Kalau sempat nanti aku mampir,” jawabku pelan, berusaha terdengar wajar. “Oh …” suara Ibu terdengar menurun. “Ya sudah. Ibu tunggu, ya. Tapi kamu sama Ratna baik-baik aja kan, Lang?”Aku menarik napas panjang, menatap jauh ke arah puncak gunung yang diselimuti awan. “Ibu tenang saja. Kami baik-baik aja. Ibu tau dari mana aku ke Bandung?""Dari karyawanmu yang ngekos di gang sebelah. Tadi pagi ketemu ibu, dia bilang kamu mau datang cek laporan bulanan."Hening beberapa detik sebelum Ibu kembali bicara, suaranya

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 40. Ke Bandung

    “Ngapain lihat-lihat?”Tatapan Bimo tajam ke arahku. Asap rokok masih mengepul di depannya. “Mending ambilin aku sarapan sana. Bentar lagi aku mau jalan,” katanya ketus dan jelas ini adalah perintah yang tidak boleh aku bantah.Aku menelan ludah, menunduk pelan. “Iya, Mas,” jawabku cepat, lalu bergegas menuju dapur.Aku mengambil piring dan bergegas ke warung. Rini yang sedang menata lauk di etalase, langsung menoleh saat melihatku datang.“Mbak Van, nggak jadi pergi?” bisiknya pelan.Aku buru-buru meletakkan telunjuk di bibir. “Ssst …” aku memberi isyarat agar Rini bicara lebih pelan. Lalu kuarahkan pandanganku ke arah rumah. “Mas Bimo lagi di ruang tamu,” ujarku setengah berbisik.Rini menutup mulutnya spontan, matanya membulat. “Maaf, Mbak … aku kira Mas Bimo nggak pulang. Mas Bimo nggak tahu kalau Mbak mau pergi nginap ke rumah teman?”Aku cepat-cepat menggeleng. “Jangan sampai tahu. Dia sebentar lagi juga pergi, kok,” kataku pelan.Rini mengangguk paham. Ia mengambilkan lauk yan

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 39. Perempuan Murahan

    "Vania kamu ... apa-apaan sih pakai baju kayak gini?”Nada suara Bimo terdengar meninggi. Wajahnya memerah, matanya menatapku tajam dari ujung kepala sampai kaki. Aku berdiri mematung di hadapannya dengan jantung berdebar. Jangan sampai ada keributan lagi malam ini.“Apa kamu mau coba goda aku, hah?” lanjutnya dengan nada menyeringai, seakan-akan aku adalah wanita yang sama sekali tidak layak untuknya.Aku menunduk, menahan napas agar tidak terpengaruh oleh sikapnya. “Aku … mau tidur, Mas. Nggak kemana-mana. Nggak ada yang lihat juga,” jawabku pelan. Suaraku bergetar, tapi kutahan agar tidak terdengar seperti orang ketakutan.Bimo mendengus keras lalu melepaskan genggamannya di pergelangan tanganku dengan hentakan kasar. Aku mundur selangkah, lalu buru-buru berjalan ke dapur. Kuberanikan diri mengambil air panas dan menuangkannya ke gelas. Tanganku gemetar, tapi aku berusaha menenangkan diri.“Kayak perempuan murahan aja,” gumam Bimo, cukup keras hingga jelas terdengar di telingaku.A

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 38. Dress Tipis Transparan

    “Ngapain kamu di dalam? Jawab!”Suara Sela terdengar lantang. Aku mematung di depan pintu ruangan Galang, jantungku seolah berhenti berdetak sesaat. Beberapa karyawan yang lewat sempat menoleh, lalu cepat-cepat berpura-pura sibuk. Rupanya Sela ingin mempermalukan aku lagi. “Saya tanya baik-baik, ngapain kamu di dalam, hah?” Sela melipat tangan di dada, menatapku dari ujung kepala sampai kaki dengan tatapan penuh curiga.Aku membuka mulut, tapi suaraku tertelan. Dalam hati, aku panik. Sela cukup dekat dengan Ratna, istri Galang. Bagaimana kalau dia cerita yang tidak-tidak? Kalau ucapannya sampai terdengar ke Ratna, habislah aku.“Ditanya malah bengong. Jawab, dong! Kamu budeg, ya?” sindirnya tajam.Aku menarik napas, menegakkan kepala. Tidak bisa terus-menerus diam seperti orang bersalah. “Saya sudah bilang tadi, Mbak. Saya cuma antar catering,” jawabku, kali ini dengan nada sedikit tegas. Aku tidak mau terlihat lemah di depannya.Sela menyeringai. “Cuma antar catering aja lama. Janga

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 37. Aku Kangen

    Suara pintu yang terkunci terdengar jelas. Klik.Aku menelan ludah. Galang berdiri di depanku dengan kedua tangan di pinggang, matanya menatapku dari atas sampai bawah. Tatapan itu penuh kelembutan dan ... kerinduan? Ah, mungkin aku hanya terbawa perasaan saja. Tidak mungkin Galang juga merasakan rindu itu.Aku berdiri kaku sambil memegang kotak makan yang mulai terasa berat di tanganku. Napasku tidak beraturan. Ruangan itu terasa sunyi, hanya ada suara pendingin ruangan dan detak jantungku sendiri yang terasa keras di telinga.“Mas ...” panggilku pelan, hampir seperti bisikan.Galang tidak menjawab. Ia masih menatapku dengan mata yang sulit kuterjemahkan. Aku menarik napas panjang, mencoba menguasai diri. Aku tidak boleh salah langkah. Aku datang ke sini hanya untuk mengantarkan makanan, bukan untuk terjebak lagi dalam perasaan yang tak seharusnya tumbuh.Tapi semakin aku berusaha menenangkan diri, semakin sulit rasanya berpura-pura biasa. Ada sesuatu dalam tatapan Galang yang me

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 36. Hanya Ingin Melihatnya

    “Vania?!”Suaranya cukup keras. Aku menoleh. Dan benar saja, itu Sela. Ia berdiri tak jauh dariku, dengan wajah yang sengaja dibuat terkejut. Tangannya memegangi tas mahal berwarna krem, bibirnya tersenyum miring.“Eh … Mbak Sela,” sapaku pelan, mencoba ramah.Dia memandangku dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu tertawa kecil. “Kamu ke salon juga? Wah, hebat juga, ya. Tapi percuma, deh. Suami kamu juga jarang pulang, kan."Aku menahan napas, tersenyum getir. Orang-orang di ruang tunggu menoleh sekilas. Sela jelas sengaja bicara cukup keras untuk mempermalukan aku.“Sis, bisa tolong ambilkan bill aku?” katanya pada Siska tanpa menoleh padaku lagi. “Aku buru-buru, mau dijemput.”Siska yang sedari tadi menatap kami dengan wajah heran hanya menjawab singkat, “Iya, sebentar.”Sela menatapku lagi, menegakkan bahu. “Ya udah. Semangat ya … meski kayaknya percuma juga. Namanya laki-laki kalau udah bosan, mau kamu rawat kayak apa juga nggak akan balik.” Dia tertawa pelan, meninggalkan aro

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status