Seketika jantungku berdegup begitu kencang, hingga membuat dada ini sesak. Tanganku yang masih memegang sendok gemetar, hampir saja jatuh ke meja.“A-apa maksud Mas dengan kata menemani?” tanyaku dengan suara yang nyaris tak terdengar.Galang menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatapku dengan mata tajam yang seakan sedang menelanjangiku habis-habisan. Ia mengangkat alis, lalu bicara pelan, namun tegas.“Kita sudah sama-sama dewasa, Vania. Saya rasa kamu paham maksud saya.”Aku sontak terdiam, menelan ludah. Rasa panas merambat ke wajahku, bercampur malu, marah, dan ketakutan. Tidak pernah terlintas sebelumnya kalau pria sewibawa dan seberkelas Galang akan mengucapkan kalimat serendah itu padaku.“Ma—Mas … jangan bercanda soal beginian …,” suaraku bergetar.Ekspresi Galang datar, tatapannya dingin. “Saya tidak sedang bercanda. Kamu perlu uang demi ibumu, jadi … saya memberikan penawaran."Aku tersentak, lalu menundukkan kepala. Suaraku terdengar berbisik, “Tapi … bagaimana dengan Mas Bim
Last Updated : 2025-09-19 Read more