6Walaupun telah berpamitan kepada Tante Irawati, Jihan tetap kena marah Paman Kumar karena pulang larut malam.Seketika suasana di rumah terasa tegang. Paman Kumar sangat marah karena Jihan terlambat pulang, dan dia tidak tahu bahwa Jihan sebenarnya baru saja pulang dari pertemuan dengan pacar barunya, Hendra. Jihan mencoba menjelaskan alasan keterlambatannya, akan tetapi dia tetap dimarahi oleh Paman Kumar."Jihan, apa yang kamu lakukan di luar rumah? Sudah larut malam, dan kami semua sangat khawatir. Kamu tahu betapa berbahayanya jika seorang gadis pulang terlalu malam! Ikuti peraturan Paman! Ingat kamu hanya menumpang di sini! Jangan suka-sukamu semuanya!" hardik Paman Kumar.Jihan seketika mengepalkan tangannya menahan emosi yang sangat membara dari dalam hatinya. Dia sangat kesal mendengar ucapan dari pamannya sendiri.Di ruangan itu ada Tante Irawati, Tante Nini. Bahkan Nenek Omas juga turut berada di sana. Namun tak satupun yang membelanya. Jihan terpaksa membela dirinya sendir
Hari-hari pun berlalu, Jihan tetap membantu Tante Irawati di pasar. Namun bedanya, Jihan tidak lagi mau menemui Hendra, padahal mereka telah resmi berpacaran. Bahkan Jihan juga tidak lagi mau melayani Ilham karena pikirannya sedang kusut. Satu lagi tujuannya utamanya yang belum tercapai yaitu menjarah harta kekayaan Tante Irawati.Sementara Ilham yang terus dicuekin oleh Jihan menjadi tak sabar untuk menikmati servis dari gadis itu yang sungguh memabukkan dirinya.Untuk itu, pria itu pun nekat datang ke pasar. Ilham pura-pura disuruh ibunya untuk belanja. Namun sebelum dia ke pasar, Ilham lebih dulu membekali dirinya dengan sejumlah perhiasan sang ibu, yang akan dirinya pakai untuk merayu Jihan, gadis pujaan hatinya."Kali ini Jihan pasti mau aku ajak jalan-jalan!" harap pria itu dalam hatinya.Sesampai di pasar, Ilham lebih dulu memantau warung sembako milik Tante Irawati. Dia tidak mau ketahuan oleh Tante dari Jihan yang terkenal cerewet itu. Telah beberapa menit Ilham menunggu. Nam
"Ayo kita mandi bareng, Jihan!" seru Ilham lalu dengan cepat, menggendong tubuh telanjang Jihan ke dalam kamar mandi."Ilham! Kamu mau ngapain! Nanti kita kena macet jika makin lama pulang ke Jakarta!" sergah Jihan kepada pria itu."Hanya sebentar kok, Sayang! Please! Aku masih menginginkan mu!" Lalu dengan cepat Ilham meletakkan tubuh Jihan ke dalam bathtub. Pemuda itu lalu memutar kran sehingga air hangat mulai terisi dalam bathtub itu, kemudian Ilham ikut masuk ke dalamnya. "Ih! Ilham geli!" seru Jihan saat jari-jari lihai milih pria itu mulai bermain di kedua bukit kembar miliknya.Pucuk dua aset pribadi milik Jihan yang begitu besar dan padat khas bukit kembar milik wanita yang masih perawan sungguh membuat hasrat Ilham semakin membara.Puas memilin-milin ujung pink kecoklatan milik Jihan. Sekarang giliran lidah Ilham yang begitu lincah mulai melakukan bagiannya di pucuk bukit kembar Jihan."Ah ... Ssssshh," desis Jihan tak sanggup menahan gelojak membara yang berasal dari dala
"He-he-he! Kan semuanya kulakukan demi untuk menyenangkan mu, Sayang!" seru Ilham sambil tersenyum kecut."Makanya, Lo jangan asal bunyi kalau ngomong! Sok bijak tapi nggak ngaca!" sahut Jihan kesal."Ayo kita balik ke Jakarta! Ini sudah malam! Lo tahu kan, bagaimana Paman Kumar akan selalu marah jika gue pulang telat?" tukas Jihan lagi."Ya sudah, kalau begitu kita pulang sekarang."Ilham segera melangkah menuju ke arah motornya berada. Mereka pun meninggalkan Puncak Bogor yang penuh kenangan itu. Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, Keduanya pun menyusun rencana, hal-hal apa saja yang dilakukan oleh Jihan untuk menguras harta Tante Irawati."Pokoknya, Lo jangan lupa tahap-tahap yang gue katakan barusan!" seru Ilham kepada Jihan.Saat ini keduanya masih berada di atas motor yang sedang disetir oleh ilham. Sebentar lagi mereka akan sampai, dalam beberapa menit kedepan."Beres, Ilham. Thanks banget atas saran dan bantuan Lo. Jika rencana ini berhasil. Gue akan sangat berterima kasih d
"Bu ... Ibu jangan asal menuduh begitu! Tidak mungkin aku dan Mas Kumar mencuri perhiasan Ibu. Aku juga punya banyak perhiasan dari kedua orangtuaku!" ujar Tante Nini, tidak terima dituduh oleh ibu mertuanya."Ya ampun, Nini! Sombong sekali kamu bicaranya!" tegur Tante Irawati."Saya bukannya sombong, Mbak. Tapi saya mengatakan yang sebenarnya. Lagian bisa-bisanya Jihan menemukan perhiasaan ibu di dalam lemari kami. Jangan-jangan Jihan yang mencurinya!" seru Tante Nini tajam."Apa?" kaget Tante Irawati dan Nenek Omas.Seketika raut wajah Jihan berubah pucat pasi. Akan tetapi dia mencoba untuk kembali menguasai dirinya. Seraya berkata,"Ya ampun, Tante Nini! Jangan sembarang bicara, jika tidak ada bukti! Saya seharian berada di pasar bersama Tante Irawati," tegas Jihan kepada semua orang yang ada di ruangan itu, yang sedang menatap ke arahnya dengan penuh selidik."Benar kata Jihan. Dia seharian bersamaku di pasar. Jangan menuduhnya sembarangan! Itu tidak baik! Apalagi kami sedang meng
Hujan rintik-rintik yang membasahi Kota Jakarta sore itu, ikut mengantarkan Tante Nini dan bayi yang masih berada di dalam kandungannya menuju ke tempat peristirahatan mereka yang terakhir.Acara pemakaman baru saja selesai. Para pelayat dan keluarga mulai meninggalkan area pekuburan itu. Paman Kumar, Tante Irawati, dan Nenek Omas terlihat sangat sedih. Semua orang merasakan kesedihan yang mendalam karena kepergian Tante Nini untuk selamanya. Namun berbeda dengan Jihan yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi sedih ataupun kehilangan.Yang ada di pikiran nya saat ini yaitu bagaimana caranya dia secepatnya menduplikat kunci lemari dari Tante Irawati.Gadis itu sudah tak sabar ingin ke luar dari rumah neneknya dan mencoba untuk hidup bebas dan mandiri namun gadis itu memilih untuk menempuh jalan yang salah.Di dalam perjalanan pulang ke rumah, Jihan berboncengan dengan Ilham. Gadis itu malah mengajak sang pria untuk berkeliling sebentar mencari tukang duplikat kunci."Jihan, apaka
Walaupun kadang kala Nenek Omas, benci dengan sikap menantunya yang menjengkelkan namun dia juga merindukan Nini yang sangat jago memasak.Pupus sudah harapan Nenek Omas untuk memiliki penerus keturunan suaminya. Sungguh tak layak jika dia menanyakan kapan Paman Kumar akan menikah lagi.Sementara di dalam kamar, Tante Irawati mulai menanyakan perihal Om Tomo kepada Jihan. Sangat kelihatan jika sang tante naksir berat kepada laki-laki tua itu."Cih! Dasar Irawati, perawan tua! Nggak ngaku saja kepada Om Tomo, jika dia menyukainya!" ketus Jihan dalam hati."Tante ngapain nanyain tentang Om Tomo? Tante naksir kepadanya?" ujar Jihan jengkel dengan sikap sang tante yang malu-malu tapi mau banget."Yeh ... enak saja kamu mau nuduh-nuduh segala! Tante hanya sekedar menanyakan. Tak lebih dari itu. Lagian umur tante sudah tua, tidak memikirkan tentang pasangan lagi," ujar sang tante lalu membalikkan badannya membelakangi Jihan."Lebih baik kita tidur, hari sudah malam. Besok kita harus lebih c
Beberapa jam yang lalu di rumah Bu Narti,Ilham dengan hati berdebar membuka pintu lemari ibunya, mencari perhiasan yang bisa dijual untuk mendanai kencannya dengan Jihan nanti sore. Matanya terpaku pada sebuah gelang emas yang sangat berkilau yang tersembunyi di antara barang-barang ibunya. Tanpa ragu, dia mengambilnya dan menyimpannya dalam tasnya. Perasaan gelisah bercampur dengan kegembiraan yang tidak tertahankan Ilham rasakan saat ini.Untuk kesekian kalinya, pria itu berhasil mencuri perhiasan ibunya yang akan dia pakai untuk menghabiskan waktu bersama Jihan, wanita favoritnya. Saat tiba di toko perhiasan, Ilham segera mengeluarkan gelang emas itu dari saku celananya.Penjual perhiasan tampak antusias melihat barang tersebut."Pak, saya ingin menjual gelang ini," ujarnya mengawali pembicaraan.Penjual Perhiasan dengan tersenyum, lalu berkata,"Gelang ini sangat indah. Apakah Anda yakin ingin menjualnya?Ilham dengan mantap berkata, "Ya, saya ingin menjualnya.""Baiklah, tun