Share

MEGA MENGHILANG

Hari yang melelahkan - Mike melaju, menarik kencang gas sepeda motornya. Kantuk dan lelah tak bisa ia tahan lagi. Mike ingin segera tiba di kostnya dan merebahkan tubuhnya. Persetan dengan mandi dan tubuh yang bau keringat.

Memang baru kali ini Mike merasakan lelah yang amat sangat. Selama ini ia tak pernah terlambat tidur malam. Apalagi waktu tidur terhitung hanya satu setengah jam. Sama sekali belum pernah ia lakukan.

Semenjak kepergian om Bram ia memang jadi susah tidur. Pikirannya selalu tertuju pada sosok perempuan setengah tua yang ia tinggalkan seorang diri di kampung - mengurus dirinya sendiri dan ayam-ayam di kandang, kira-kira dua ratus ekor.

Ingin sekali rasanya ia pulang ke sana. Om Bram tidak lagi membantu ibu. Tak mungkin juga istri om Bram, tante Mery yang harus menggantikan posisi om Bram, suaminya.

Tambah lagi mereka tidak mempunyai anak. Tante Mery kini tinggal sendirian. Rencananya, Tania, keponakan tante Mery yang akan tinggal bersamanya, menemani tante Mery.

Belum usai memikirkan ibunya, perasaan bersalah lain muncul dalam dirinya. Mengabaikan Mega setelah membaca puisi ungkapan perasaan Mega seminggu lalu membuatnya bertarung hebat dengan pikirannya sendiri.

Mike ingin sekali menemuinya. Tapi disamping itu ia tak tahu apa yang harus ia bicarakan ketika bertemu dengan Mega. Ia takut ia akan mengecewakan gadis itu.

Penjelasan Mike mungkin saja salah dan Mega tidak terima. Atau apapun itu, yang jelas Mike tak tahu harus bagaimana menghadapi Mega.

Memikirkan ibunya yang sendirian, dan Mega yang ia abaikan semenjak puisi senja-nya ia baca, tanpa ia sadari bunyi suara microfon dari Masjid sebelah gang kost mengagetkannya.

"Astaga, sudah pagi," kata Mike kaget lalu buru-buru membalikan badannya, memeluk bantal guling lalu tidur.

"Sialan, aku harus bangun pagi," umpatnya dalam hati.

Waktu tidurnya hanya setengah jam - masih setengah tidur ia memaksakan diri masuk ke kamar mandi dan lima menit setelahnya ia keluar, mempersiapkan diri untuk berangkat kerja. Tidak sarapan.

Rasanya ingin cepat-cepat pulang. Sampai-sampai terlintas pikiran untuk izin pulang terlebih dahulu karena sakit. Raut wajahnya memang sedikit pucat jadi ia pikir tak ada masalah jika ia akan izin dengan alasan sakit.

Tapi Mike mengurungkan niat, memaksakan diri bertahan hingga pukul 20.00 WIB.

Mike mendorong pintu pagar depan kost dengan segera ketika tiba di depan pintu gerbang. Kostnya memang ada pintu gerbangnya. Kostnya terdapat beberapa kamar dalam satu petak yang dikelilingi rumah warga sekitar.

Di sebelah gang terdapat sebuah Masjid. Disamping kamar kost masih ada beberapa kamar kosong, ada yang sudah terisi.

Mike mematikan mesin sepeda motornya ketika tiba persis di depan kamar. Ia membuka helm dan meletakkannya di gagang kaca spion. Mike sudah biasa membiarkannya di situ, tidak ada yang akan mengambilnya.

Lalu dengan segera menghampiri pintu kamar, sedikit menunduk, memasukan tangan kedalam sepatu kuliahnya lalu mengeluarkan satu buah anak kunci kamar kemudian membuka pintu.

Ia meletakkan tasnya di atas meja, membuka sepatu lalu menaruhnya di bawah kolong meja. Sepatu hitam laiknya sepatu para pejabat itu memang selalu ia letakkan di dalam kamar.

Mike menghampiri ranjang setelah puas menenggak dua gelas air putih, lalu merebahkan tubuhnya. Ia benar-benar tidak ingin untuk mandi. Yang ia inginkan hanyalah tidur. Itu saja.

Mike tak peduli akan tersadar dan bangun di jam berapa karena kampung tengah yang mengamuk belum diisi makanan apa-apa malam ini.

Baru saja ia masuk ke alam mimpi, bunyi handphone mengagetkannya. Dengan suara malas, mata setengah terbuka ia memaki-maki pada handphone yang berdering.

Ia lalu memutuskan untuk tidak meresponnya, bahkan hanya melirik untuk mengetahui siapa yang menelepon pun ia sama sekali tidak ingin melakukannya.

Akhirnya suara deringnya hilang. Tapi tak lama kemudian berdering lagi.

"Ahhh,, sialan. Mengganggu saja."

Mike memaki sambil meraih handphonenya lalu matanya  tiba-tiba membelalak membaca tulisan yang muncul.

"Sialan. Dia lagi," gumamnya kesal.

"Apakah dia tahu bahwa di jam seperti ini aku sudah pulang kerja ? Ahh persetan."

Mike mengusap matanya lalu mencoba menjawab teleponnya. Tetapi dahinya mengernyit ketika mendengar suara orang di seberang yang menelpon.

"Bukan suara Mega. Lalu siapa lelaki ini ?" Gumam Mike penuh tanya dalam hati.

"Halo, apa betul ini Mike?"

"Ya, betul. Ini aku Mike. Ada apa ya? Kenapa handphone Mega bisa berada di tangan kamu?" Mike langsung menyerang orang tak dikenal itu dengan pertanyaan bernada geram.

"Maaf, handphone ini saya temukan tadi di sebuah taman. Beruntung bahwa handphone ini tidak diamankan dengan lockscreen sehingga aku bisa mengaksesnya," terang lelaki itu.

"Hah, kok bisa jatuh? Di Taman? Apakah Mega ke taman tempat kami biasa menghabiskan waktu berdua?" Mike bertanya-tanya dalam hati.

"Aku mau mengembalikan handphone ini kepada pemiliknya. Mungkin mas Mike bisa menolongku?" tanya Lelaki itu lagi.

"Ya, baiklah. Terima kasih sebelumnya sudah mau mengembalikan handphonenya. Kirim saja alamatmu dan aku akan menemuimu besok.

"Aku sedang tidak ingin keluar malam ini. Aku percaya kamu orang baik. Kita bertemu besok," kata Mike santai dengan nada malas.

Ia benar-benar tidak mau kemana-mana. Mike hanya ingin tidur. Bahkan sampai mengorbankan handphone orang yang sudah ia anggap saudarinya -  meskipun dia telah jujur mengatakan isi hatinya - untuk berada di tangan orang lain malam ini.

"Sejahat ini kah aku sehingga harus mengabaikan Mega karena perasaannya yang salah padaku?" tanya Mike dalam hatinya.

"Ya, baiklah. Akan aku kirimkan alamatku," kata lelaki itu lagi sebelum mematikan teleponnya.

"Huhh,,,dasar teledor," Mike masih menggerutu tanda kesal karena diganggu. Ia meletakkan kembali handphonenya lalu tidur.

"Semoga tak ada lagi yang menggangguku. Aku hanya ingin tidur. Sungguh."

                       * * * * *

Memenuhi perjanjian semalam, Mike melaju bersama sepeda motornya menuju lokasi dimana lelaki yang menemukan handphone Mega di taman semalam berada.

Tak butuh waktu lama, hanya sekitar tujuh belas menit untuk tiba di lokasi yang dikirim oleh lelaki itu.

Mike menghentikan sepeda motornya pada sebuah kedai kopi. Lalu dengan cepat mencari dimana lelaki itu berada. Mike tak melihat ada seorangpun yang melambaikan tangan di luar sehingga ia memutuskan untuk masuk ke dalam.

Matanya tertuju pada sosok lelaki yang seumuran dengannya, memakai jaket kulit berwarna coklat yang duduk di pojok dekat meja kasir.

Ia melangkah menghampirinya. Lalu memberikan tangannya untuk bersalaman.

"Silahkan duduk mas. Mau minum apa? Silahkan dipesan saja," lelaki itu menawarinya minum. Sungguh baik sekali lelaki itu.

"Oh ya. Terima kasih. Aku tidak ingin memesan apa-apa. Karena aku harus menemui orang yang punya handphone itu," kata Mike cepat, menolak tawaran lelaki itu.

Mike memang harus buru-buru, mengambil handphone itu lalu pergi menemui Mega.

"Jadi mas buru-buru mau langsung pergi lagi ?" tanya lelaki itu lagi.

"Ya, aku harus buru-buru jadi tolong serahkan handphonenya padaku dan aku akan pergi," kata Mike dengan pasti.

"Baiklah. Ini handohonenya. Battery-nya mungkin lowbat karena tidak aku matikan dari semalam," kata lelaki itu sambil mengeluarkan barangnya dari dalam tasnya lalu memberikannya pada Mike. Mike segera meraihnya, memasukannya kedalam saku celana lalu berdiri.

"Terima kasih sudah menemukan dan mau mengembalikan handphonenya. Tuhan memberkatimu," kata Mike singkat sembari memberikan tangannya untuk bersalaman.

Lelaki itu pun membalas menjabat tangan Mike sambil mengangguk memberi senyum padanya.

Mike meninggalkan lelaki itu sendirian. Mungkin saja lelaki itu memaki Mike setelah Mike pergi.

Tak ada etika baik dari Mike pada orang yang sudah menemukan dan masih berbaik hati mengembalikan barang milik orang lain yang hilang. Mike pun sama sekali tak menyebutkan siapa namanya.

"Tapi persetan, peduli amat. Toh dia juga tak menyebutkan namanya jadi kami impas."

Mike menuju tempat parkir sepeda motornya, menyalakannya lalu melaju pergi menuju kost Mega.

Perempuan berdarah Batak - Manado itu memang tinggal sendirian di kost. Mike melaju tak sabar ingin menemuinya tapi ia tak tahu apa yang harus ia katakan ketika Mega bertanya dan membahas soal puisi itu lagi.

🌹Pembaca yang budiman. Terima kasih sudah membaca karyaku. Mohon dukungannya untuk like dan komentar demi perbaikan. Jagalah kesehatan, stay home dan patuhi setiap peraturan yang telah ditetapkan pemerintah selama masa pandemi ini. Bersama kita lawan Covid-19. Tuhan memberkati.🌹

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status